Semua Bab Suami kedua Lebih Berasa: Bab 11 - Bab 20
63 Bab
11. Tamu yang Kubenci
Tamu yang Kubenci “Em, lumayan dimudahkan,” jawabku kepadanya yang kemudian kembali melanjutkan kegiatannya. Sebenarnya, di saat mereka sedang berdua seperti ini, aku merasa bila Gaffi jauh lebih bahagia dengan Ryan dari pada dengan ayahnya sendiri. 6 tahun yang lalu saat putraku baru lahir, semuanya masih berjalan baik. Mas Akbar, masih tampil sebagai suami yang paling sempurna di mataku. Lalu … di malam kebangkrutan itu, di saat dia menghilang selama 3 hari dari kami, semuanya berubah. Entah apa yang dia lakukan di luar sana, entah apa yang dia upayakan, aku sama sekali tidak tahu. Hanya saja, semenjak hari itu, dia jadi menjaga jarak denganku dan hanya mau medekatiku ketika akan mengeluarkan air maninya. Iya, semua ini baru ku sadari setelah semalam aku memikirkan semuanya. Aku baru sadar itu, sikapnya berubah sudah semenjak Gaffi berumur 5 tahun. Semenjak satu tahun yang lalu dia menjauhiku. Sering pulang malam dan jarang meluangkan waktu. Seharusnya aku mendengarkan keluhan d
Baca selengkapnya
12. Pertengkaran di Tengah Badai
Pertengkaran di Tengah Badai “Enggak bisa Nala, mau sampai kapan kamu menghindar? Kita harus temui dia,” kata Ryan padaku. “Tenang, jangan takut. Ada aku okay?” ucapnya yang berusaha meyakinkanku. Aku menggeleng bersamaan dengan luruhnya air mataku. Aku sudah begitu jengah menghadapi sin dalam drama ini. Menguras tenagaku dan membuatku sesak dalam bernapas. “Iya, ada kamu tapi mau apa kalian kalau bertemu? Berkelahi lagi? Saling adu tinju lagi? Udah Yan, udah,” kataku dengan terus menarik lengannya. Itulah yang aku benci dari seorang pria. Amarahnya dan egonya. Keduanya seperti trisula sedang yang satunya lagi adalah harga diri yang teramat tinggi. Benar atau salah yang penting marah, itulah mereka dari yang sejauh ini aku pahami. Selalu saja seperti ini. “Kalau kalian bertemu siang hari terserah Yan, ini malam hari. Aku takut kalian kalap, sudahlah lebih baik kamu minta bantuan keamanan lingkungan sini saja,” usulku yang tidak berpikir panjang. “Nala, tidak bisa seperti ini. Saa
Baca selengkapnya
13. Keberangkatan Ryan
13. Keberangkatan Ryan"Yan, jadi mau berangkat? Keadaanmu masih kayak gini, apa enggak sebaiknya ditunda aja dulu?" usulku kepada pemilik rumah yang kutempati ini. Kulihat saja saat ini wajahnya masih lebam. Lukanya bahkan belum sembuh benar. Aku memerhatikan bagian sekitar matanya yang sudah ada 3 hari ini dan masih saja meninggalkan jejak kebiruan. "Bagaimana? Masa iya mau aku batalkan Nala. Nanti aku bisa kehilangan kesempatan," jawab Ryan sembari membaca beberapa kertas entah apa itu. Dia terlihat begitu fokus membacanya dengan bantuan kaca mata. Dalam sudut ini, harus aku akui bahwa dia masih memiliki kharismanya. Terpaan hangat mentari pagi menyinari wajahnya. Kilau kekuningan itu menambah tampan garis wajahnya. "Kenapa lihatin aku kayak gitu? Aku ajak nikah beneran dari kemarin enggak kamu jawab Nala," cetusnya yang membuat kedua pipiku memerah dan aku salah tingkah. Aku menenggak air putih yang ada di depan mataku. Terasa hawa yang berbeda ketika dia berbicara demikian.
Baca selengkapnya
14. Kedatangan Bu Ratna yang Hangat
   Satu minggu semenjak kepergiannya, aku seperti orang gila yang kadang ketakutan berada sendirian di rumah orang lain. Kadang juga aku merasa risih dan malu sendiri. Hal bisa kulakukan adalah menjaga dan membersihkan rumah ini.Aktivitasku sama sekali tidak ada yang terganggu. Gaffi masih bersekolah di sekolahnya yang dulu. Ingin rasanya aku pergi dari sini, menjauhi peluang untuk bertemu dengan Mas Akbar. Namun, semua itu  masih kuurungkan dan menunggu hasil putusan sidang. Setelah itu mungkin aku akan pergi jauh.Tanpa kusadari aku mulai terbiasa dengan kehadiran Ryan. Walaupun, kebiasaan itu hanyalah berkirim pesan yang isinya sekedar mengingatkan untuk mengunci pintu. Kadang juga dia mengingatkan aku untuk menjemput Gaffi. Hal kecil seperti itu yang sama sekali tidak pernah kudapatkan dari suamiku semenjak satu tahun terakhir ini.7 tahun pernikahan kami, aku yang semula selalu mengandalkan dia, lama-lama menjadi
Baca selengkapnya
15. Dia yang Kuhindari, Dia yang Kukejar
   Semenjak pertemuanku dengannya kemarin, aku merasa semua doaku terkabulkan. Dari mulai waktu itu, di saat dia menghilang dariku, di saat aku mendapatkan undangan pernikahannya melalui pesan singkat itu. Hatiku hancur, sangat hancur. Saat itu, aku tidak bisa memilih dia.Kuakui, sebagai lelaki aku memang snagat berambisi terhadap pendidikan terkhusus dibidang ilmu kedokteran. Gelar itu tersemat untukku yang kudapatkan nyaris tanpa suatu halangan. Hanya saja … aku, membawa perselisihan di dalamnya. Ayah, yang tidak menyetujui aku menjadi dokter dan lebih ingin aku melanjutkan bisnis keluarga ini.Lucunya lagi karena Nala, karena keadaannya yang terpuruk, bisa merupah pikiranku begitu saja. Aku yang semula gengsi untuk menyapa ayah lagi. Kini, malah duduk di ruangan ini sebagai COO (Chief Operating Officer). Aku berada di bawah jabatan ayah sebagai CEO sekarang ini.Nantinya kalau aku sudah dianggap layak oleh anggot
Baca selengkapnya
16. Seperti Ayah Kandung
Jantungku berdebar kencang saat Ryan dengan sengaja menindih tubuhku. Entah hantu macam apa yang membuatnya berani melakukan ini. Aku tidak menduga saja bila dia akan berani melakukannya. "Kamu mau apa?" tanyaku padanya dengan tatapan wajah pucat pasi dan ketakutan. "Hahahaha, mau apa? Aku ya mau istirahatlah. Setelah aku pikir, selama aku pergi kemarin, sepertinya aku udah pantas jadi ayah," katanya yang membuatku semakin gugup. "Aku kangen banget sama kamu sama Gaffi, kalian baik-baik saja 'kan?" tanyanya sambil tersenyum dengan sudut matanya yang menyipit. Sungguh saat ini aku menjadi semakin gugup. Tubuhku terasa kaku dan lidahku terasa kelu. Bukankah apa yang dilakukannya ini merupakan satu tindak pelecehan? Oh, tapi tidak. Mengapa otak dan tubuhku tidak sejalan?Otakku mengatakan ini adalah kesalahan, tetapi tubuhku menerima ini sebagai bentuk kesenangan. Bagaimana ini, aku harus apa? Oh tidak Nala, jangan tunjukan kalau kamu juga merindukan sentuhan pria. Ini bukan hanya se
Baca selengkapnya
17. Pertemuan yang Tidak Terduga
Pertemuan yang Tidak Terduga“Ini sarapannya, silahkan di makan,” kataku sambil duduk di sebelah putraku.“Hari ini hanya masak nasi goreng?” tanya Ryan kepadaku dengan penampilannya yang terlihat sudah rapi. Rambutnya ia sisir kebelakang menampilkan kening paripurna yang ia miliki dengan aroma parfum yang memenuhi seluruh ruangan ini.“Iya, bahan dan juga bumbu habis. Nanti setelah mengantar Gaffi ke sekolah, baru aku akan ke pasar untuk berbelanja. Yan, aku mau tanya sesuatu apa boleh?” tanyaku kepadanya dengan perasaan malu lantaran aku ini sudah terlalu banyak merepotkan dia.“Iya, mau tanya apa?” sahutnya sambil melahap masakanku yang aku tahu dia sama sekali tidak pernah ada protes setiap menyantapnya. Lain dengan Mas Akbar yang akan melayangkan sedikit protes dan terkadang ejekan.“Nanti ‘kan aku ke pasar. Aku iseng-iseng pasang menu makanan di media sosialku yang baru, aku ingin menjual makanan online apa boleh aku memakai dapurmu?”“Nala, pakai saja. Kenapa harus izin, toh ju
Baca selengkapnya
18. Berusaha Merahasiakan
   Selama dalam perjalanan, tante Ratna masih saja mengomel. Dia semakin kesal setelah aku menceritakan siapa tante Anggi. Di saat seperti ini aku justru merasa bersalah karena membawanya ke pasar dan membuatnya dalam keadaan yang tidak baik.“Oh, darah tinggiku kambuh,” gumamnya dengan tangannya yang bergerak memijit keningnya.“Maaf ya Tante, gara-gara ikut aku ke pasar malah tante jadi kayak gini,” kataku yang tak enak hati.“Enggak apa-apa Nala, tante merasa di saat seperti ini memang harus melindungi kamu. Kenapa kamu tidak mau melawan tadi atau meneriakinya pelakor begitu?” tanya Tante Ratna masih dengan emosinya.“Aku masih memikirkan semuanya Tante, kalau aku sendirian mungkin aku akna melakukannya. Tapi tadi kita berdua, kalau harus ada campur tangan polisi, nanti nama Tante malah terbawa. Aku tidak mau Tante, sudah cukup aku sudah banyak merepotkan anak Tante, masa
Baca selengkapnya
19. Tidak mau Terinjak lagi
“Enggak, bukan maksud aku buat bohong Yan, hanya saja Mamamu memintaku untuk seperti itu. aku juga enggak tahu kenapa dia minta aku rahasiakan ini. Memangnya ada apa diantara kalian?” tanyaku kepada Ryan.Ryan tidak menjawabku, dia hanya beranjak dari duduknya dan kemudian menyambut tante Ratna dan juga Gaffi. Aku tidak bisa memastikan ekspresi apa yang wajahnya tampilkan itu. hanya saja, dia terlihat tidak begitu menyukainya. Tatapan yang membuat tante Ratna yang beru masuk ke dalam rumah terlihat sedikit gugup.“Mama,” panggil Ryan dengan pelan namun cukup membuat tante Ratna sedikit terlonjak sebab Ryan berada di balik pintu dengan kedua tangannya yang terlipat ke dada.“Astaga!” sentak tante Ratna yang terlonjak kaget sambil menggendong Gaffi. “Ryan? Bukannya kamu kerja harusnya Sayang?” tanya tante Ratna yang terlihat begitu gugup.Ryan menyambut tangan tante Ratna lalu menciumnya. Ia dia bertakzim dan kemudian memeluk mamanya. Terlihat begitu lembut dan hangat membuatku iri seba
Baca selengkapnya
20. Bukan aku yang memberikan undangan
Selesai dengan masakanku, aku kemudian mengajaknya makan. Namun tidak semuanya yang aku ambilkan ia habiskan. Aku paham, mungkin dia sudah kehilangan selera makan karena keadaan tubuhnya.Tetapi Gaffi, dia mencontohkan bagaimana caranya makan dengan lahap. Bujang kecilku itu begitu perhatian kepada Ryan dan aku akui itu saling berbalasan. Tidak seperti saat bersama ayahnya yang semenjak mengenal tante Anggi jadi tidak memperhatikan bagaimana putranya lagi dan hatiku sakit sekali setiap mengingatnya.Apa kurangnya Gaffi? Apa ini hanye karena warna kulit atau ukuran tubuh putraku? Iya, suamiku memang selalu menuntut kesempurnaan. Mulutnya memang sering mengomentari tubuh gembil putraku. Hanya saja dahulu aku sama sekali tidak peka. Aku mengira semuanya baik-baik saja. Tapi nyatanya aku salah.“Yan, minum obatnya ya?” kataku yang memberikannya obat magh untuk menurunkan kadar asam lambungnya yang mulai meninggi.Dia mengangguk lalu berusaha untuk meminumnya meski sewaktu kulihat dia kesu
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status