Semua Bab Pisah Terindah: Bab 41 - Bab 46
46 Bab
Part 41
Pisah Terindah #41 Pagi ini, setelah segala rutinitas di rumah selesai aku segera menuju kantor Mbak Tania. Tentunya setelah mengantarkan Shahna ke sekolahnya. Sejatinya ini adalah hari terakhir aku beraktivitas di kantor hukum ini. Namun, di dalam hati aku berharap tidak begitu adanya. Besok, besok, dan besoknya lagi aku berharap masih akan tetap dibutuhkan di sini. Ya, aku sangat berharap karena sebuah pekerjaan dengan penghasilan tetap sangat kubutuhkan mulai dari sekarang. Aku melangkah pelan. Sesekali pandangan kuedarkan ke arah yang berbeda. Sebelum melewati pintu depan, aku sempatkan menyapa petugas keamanan yang juga baru menempati tempatnya. Di dalam sudah ada tiga orang staff. Mereka tengah berbincang santai di sofa yang ada di pojok ruangan. Aku pun menyapa mereka lalu langsung menuju meja yang biasa kutempati. Beberapa kali kumenarik napas panjang. Aku tengah mencoba menetralkan suasana hati yang sedang hinggapi kelabu ini. Segelas air mineral hangat telah tersedia
Baca selengkapnya
Part 42
Pisah Terindah #42"Benar, kan, kalau firasat seorang ibu itu tidak pernah salah? Cepat atau lambat semua akan terbukti juga." Ibu mengakhiri kalimatnya dengan sebuah senyuman sinis. Aku yang duduk dengan posisi berhadapan dengan ibu mencoba untuk tetap bersikap biasa. Meskipun aku sangat tahu, apa pun yang akan diucapkan ibu tak lain dan tak bukan ujung-ujungnya adalah penghakiman untukku. Entah itu tersirat lewat sindiran-sindiran maupun terang-terangan. Lagi pula ini bukanlah kali pertama hal semacam ini terjadi. Selama menjadi istri Mas Danar sikap seperti ini sudah menjadi makanan sehari-hariku dari ibu. Mungkin bisa dibilang aku sudah kebal dengan sikap-sikap sinis ibu kepadaku. Ibu datang beberapa menit yang lalu saat aku baru saja sampai di rumah setelah menjemput Shahna. Aku tidak kaget atas kedatangan ibu karena beberapa jam sebelumnya ibu sudah menanyakan keberadaanku. Aku sudah bisa menebak kalau kedatangannya dibersamai oleh kemarahan yang sudah meluap-luap di dada
Baca selengkapnya
Part 43
Pisah Terindah #43Sebuah amplop cokelat terletak di meja. Untuk beberapa saat pandanganku terpaku ke benda berbentuk persegi panjang itu. Aku belum punya keinginan untuk meraih apalagi membukanya karena tanpa membuka pun aku sudah bisa memastikan apa isinya. Hal itu berbanding terbalik dengan perasaanku saat ini. Aku sama sekali tidak bisa memastikan apa yang dirasakan hatiku. Apakah aku sedih, nelangsa, atau malah sebaliknya? Entahlah rasanya masih ngambang. Pikiranku terasa hampa. "Nggak mau dibuka?" tanya Windi sembari mengarahkan pandangan ke meja tempat dia meletakkan kertas cokelat berbentuk persegi panjang tersebut. Beberapa saat yang lalu ketika Windi baru saja datang ada yang mengantarkan amplop tersebut. Aku yang baru saja hanyut dalam ketermanguan melirik sebentar pada Windi, lalu melemparkan pandangan sembarangan. "Seperti mimpi," ujarku pelan. Kali ini hanya terdengar helaan napas Windi yang terdengar berat. "Kamu nggak siap?" Pertanyaan Windi lirih menyinggahi
Baca selengkapnya
Part 44
Pisah Terindah #44Dan ... terjadi juga apa yang seharusnya tidak terjadi dan tidak diinginkan terjadi dalam sebuah bahtera rumah tangga. Perceraian! Jangankan melakoni, sekadar menyebut atau pun membayangkannya saja aku sudah gemetar. Tetapi kenyataan punya jalan kisah sendiri. Inilah takdirku sekarang. Pisah terindah sepertinya bukan menjadi milikku. Karena nyatanya tak ada keindahan yang kutemukan. Jangankan bernapas lega atas sebuah perpisahan untuk menyimpul satu senyuman saja rasanya tak ada kekuatan yang kumiliki. Justru di sinilah titik perjuangan harus kumulai kembali. Aku harus merasakan tersungkur, jatuh, dan berdarah-darah. Lalu bangkit sendiri, mengobati diri sendiri, hingga harus bertahan sendiri. Walau terseok. Semua berjalan begitu cepat. Hitungan hari yang tak sampai menyentuh seratus angka. Iya, tak lebih dari tiga bulan semua tuntas. Usai, selesai! Sedangkan untuk membangun dan membinanya telah menghabiskan waktu bertahun-tahun. Cita-cita menikah sekali seumur
Baca selengkapnya
Part 45
Pisah Terindah #45 POV DanarSatu buku telah sampai pada lembar terakhir. Satu babak cerita hidupku telah usai. Resmi tamat bersama ketukan palu hakim pengadilan agama. Sedari awal tidak pernah terniat olehku untuk meninggalkan Dara. Meskipun pada awal pengakuanku telah menduakannya, dia sangat bersikukuh untuk berpisah. Aku mempertahankan mahligai kami. Mati-matian aku berusaha merebut kembali hatinya dan mendekatkan diri lebih dekat lagi dengan putri semata wayang kami. Hal itu kulakukan untuk membuktikan bahwa aku bisa menjalani dua bahtera dengan baik-baik saja. Namun pada akhirnya keputusan cerai itu aku yang mengambilnya. Aku yang melayangkan gugatan. Bukan karena aku teramat dimabuk asmara kepada Lalisa, wanita dari masa lalu yang ternyata masih sangat kucinta. Bukan karena aku ingin menyakiti apalagi menyia-nyiakan wanita yang telah melahirkan seorang anak perempuan cantik untukku. Tetapi karena kekecewaanku yang teramat dalam padanya. Atas ulahnya sendiri. Betapa aku sa
Baca selengkapnya
Part 46
Pisah Terindah #46 Kuajak Shahna ke kamar. Belakangan dia memang lebih sering tidur berdua denganku. Aku mengambil beberapa buku cerita anak- anak untuk dipilih Shahna. Akan tetapi dia tidak menampakkan ketertarikan sama sekali.Tak ingin cepat menyerah, aku pun mengambil ponsel dan membuka aplikasi you tube. Aku mencari beberapa dongeng dalam format animasi lalu mengunduhnya. "Kalau nonton yang ini, gimana?" Aku mengarahkan layar ponsel pada Shahna. Gelengan kepala adalah respons yang diberikannya. Aku pun berpindah ke video berikutnya. Shahna hanya mematung lalu beberapa saat setelah itu menggeleng lagi. Aku mengembuskan napas berat. Tumben-tumbenan Shahna jadi rewel begini. Sebelum-sebelumnya dia bersikap biasa-biasa saja atas ketiadaan papanya dalam waktu yang panjang. Kalau pun dia mendadak ingin dikelonin papanya, jika dibilang papanya sedang kerja di kota lain, dia akan cepat paham. Entah kenapa kali ini tidak begitu.Apa ini bentuk dari sensitivitasnya terhadap keadaan. K
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status