All Chapters of Istri Bayangan Milik Tuan Muda: Chapter 11 - Chapter 20
171 Chapters
11. Setegar Karang
"Surat cerai bakal keluar setelah satu bulan. Dan begitu surat perceraiannya keluar aku bakal nikah sama Vina. Kamu jangan berani-beraninya dateng ke kampung ini lagi, Citra," ujar Badra memberikan peringatan tegas pada Citra.Citra tersenyum miring mendengar hal itu. "Gak akan. Ini terakhir kalinya aku ke sini, tenang aja. Kamu bisa hidup bahagia sama pilihanmu itu kang."Tanpa banyak bicara lagi, Citra pun bergegas keluar kamar tak sekalipun memperdulikan keberadaan Badra, walau lengan mereka sempat saling bersenggolan saat ia melewati ambang pintu."Anakmu juga," pungkas Badra lagi. Membuat Citra yang baru saja hendak membuka pintu rumah pun seketika terdiam membeku di tempatnya untuk beberapa saat. "Jangan sekalipun bawa anakmu ke hadapanku lagi. Jangan ceritakan aku ayah dari anakmu. Aku gak sudi kalo dikemudian hari dia nyari-nyari aku. Aku bakal bahagia sama Vina, kamu dan anakmu gak boleh ganggu kebahagiaan kami."Citra tersenyum kecut. Matanya mulai berkaca-kaca, tapi sekuat
Read more
12. Tentang Dirimu
"Duduk dulu," pinta Sakti seraya menepuk sisi kosong pada sofa di sampingnya.Saat itu kondisinya mereka baru saja pulang ke rumah dalam kondisi hari yang sudah malam, setelah menempuh perjalan jauh dari kampung Citra. Padahal tadinya Citra ingin segera istirahat di kamarnya, tapi ketika Sakti mengajaknya untuk duduk dulu, tentu saja ia tak akan bisa menolak.Tanpa kata, ia pun melangkah mendekat pada Sakti dan mengambil posisi duduk di samping pria itu dengan sedikit memberi jarak."Ada yang mau aku tanyakan padamu," ujar Sakti seraya mengubah posisi duduknya jadi menghadap Citra. Sedangkan Citra hanya tertunduk tanpa merespon apapun.Kekesalannya pada Sakti yang belum juga reda, membuatnya enggan untuk bicara pada pria itu."Citra, apa kamu dengar ucapanku?" lanjutnya bertanya.Sementara Citra hanya menganggukan kepalanya, tanpa berniat bersuara. Ia bahkan tak sekalipun mengangkat wajahnya untuk sekadar manatap pada Sakti, dan tentunya hal itu membuat Sakti pun berada di ambang kek
Read more
13. Ku Tebus Rasa Sakitmu dengan Bahagia
"Saya hidup serba kekurangan. Padahal alasan Bapak saya menjodohkan saya dengan Kang Badra katanya supanya saya bisa hidup bahagia, tapi ternyata gak begitu hasil akhirnya. Dengan kondisi hamil, saya harus kerja jadi buruh pemetik tomat dengan upah 15 ribu aja. Uangnya kadang bisa untuk beli beras dan makan untuk hari itu, tapi besoknya harus bingung lagi. Kadang kami tak makan karena upahnya selalu Kang Badra habiskan buat beli rokok. Saya-" Citra menjeda ucapannya untuk sekadar mengambil napas karena dadanya kian sesak. Ia merasa berat untuk melanjutkan ceritanya, tapi ia pun tak punya alasan untuk berhenti menjelaskan. "Demi bisa tetap bertahan hidup, saya memaksakan diri untuk bekerja. Sampe saya gak sadar kalo tenangnya janin di dalam perut saya, bukan karena dia mengerti kalau ibunya sedang bekerja, tapi karena dia sudah lama tak bernyawa."Sakti termangu di tempatnya mendengar semua cerita hidup dari Citra. Kini Sakti mengerti kenapa Citra bisa sampai tinggal di sebuah rumah be
Read more
14. Boneka Salju
Sakti yang mengurungkan niatnya untuk segera pergi pun seketika kembali membuka pintu kamar itu dan berdiri di ambang pintu untuk sekadar malayangkan tatapan penuh rasa sungkannya pasa Citra."Erm... sama sepertimu. Kisah hidupku juga sedikit tak nyaman untuk didengar. Aku juga merasa cukup berat hati untuk menceritakannya, tapi nanti aku pasti akan menceritakannya padamu sedikit demi sedikit."Setelah mengatakan hal itu, tanpa menunggu respon dari Citra, Sakti pun langsung melenggang pergi dan membiarkan pintu kamar itu terayun dan menutup rapat di belakangnya.Saat itu, Sakti hanya berharap kalau Citra bisa mengerti bahwa Sakti butuh sedikit waktu untuk benar-benar merasa siap ketika membicarakan tentang hidupnya sendiri.Begitu sampai di kamarnya, Sakti langsung melempar tubuhnya ke atas tempat tidur lalu berbaring terlentang. Dengan berbantalkan lengannya sendiri, di momen itu Sakti hanya menatap nanar pada plafon kamarnya ketika pikirannya mulai melayang jauh ke hari di mana Sakt
Read more
15. Foto Keluarga
Seorang fotografer Sakti undang ke rumah. Salah satu sudut di ruang tengah sudah disulap jadi background untuk berfoto, dilengkapi dua kursi yang kemudian diduduki oleh Sakti dan Citra dengan posisi bersebelahan."Tolong buat kami kelihatan bahagia ketika difoto," pinta Sakti pada sang fotografer.Fotografer itu pun mengangguk mengiyakan. "Kalo begitu silakan berpegangan tangan dan tersenyum seriang mungkin ke arah kamera."Citra membeku di tempatnya saat mendengar arahan itu, sedangkan Sakti justru terlihat tak merasa demikian. Sebaliknya, dia justru terlihat sangat tenang dan bahkan di detik itu dengan ringannya ia meraih tangan Citra dan menggenggamnya erat-erat."Tersenyum semanis mungkin ke arah kamera, Citra. Kesampingkan dulu rasa canggung dan gugupmu," gumam Sakti setengah berbisik. Yang kemudian menatap lurus ke arah kamera, sembari melayangkan senyuman paling manis yang ia punya.Citra yang mendengar itu pun langsung mengangguk mengerti. Walau butuh waktu beberapa saat untuk
Read more
16. Kamu Hanya Perlu Jadi Istriku
"Namanya Tiana. Dia wanita paling cantik dan baik hati yang pernah aku temui, maka dari itu aku sangat mencintainya. Aku merasa sangat kehilangannya, tapi Citra... dengan bertanya kayak gitu, sama halnya dengan kamu yang mengkhawatirkan hal yang gak perlu kamu pikirkan. Aku yakin Tiana akan merasa bahagia karena melihat Ginata punya ibu lagi. Jadi, jangan terlalu membebani dirimu dengan pikiran buruk, Citra, kamu hanya perlu jadi istriku. Itu sudah cukup."Citra menatap wajah Sakti lekat-lekat saat pria itu bercerita, dan yang ia temui adalah sorot mata penuh kerinduan yang terlihat putus asa di kedua mata hitam Sakti. Ia bahkan bisa melihat perasaan cinta Sakti pada Tiana sebesar dan setulus itu."Anda pasti sangat merindukannya? Dari cerita anda aja, saya udah merasa kalo mendiang ibunya Ginata adalah perempuan hebat. Saya jadi mempertanyakan kemampuan diri saya sendiri, takut kalau saya tak bisa jadi peran ibu yang hebat untuk Gina.""Baik kamu ataupun aku, kita masih sama-sama bel
Read more
17. Jadi Orang Tua
Citra merasa canggung kalau harus tidur satu ranjang yang sama dengan Sakti. Sekalipun ada Ginata yang berada di tengah-tengah mereka, tetap saja atmosfernya jadi terasa sangat aneh.Rasanya ruang gerak Citra jadi sempit."Anda gak mau ganti baju atau mandi dulu? Gak boleh pegang bayi kalo dari luar rumah, apalagi baru dari rumah sakit," tanya Citra yang sebenarnya cuma alasan klise saja. Citra hanya ingin membuat Sakti pergi sebentar dari kamarnya agar ia bisa sedikit punya waktu untuk bernapas lega. Setidaknya, Citra berharap kalau Sakti pergi keluar lebih dulu dari kamarnya, dirinya bisa leluasa untuk mandi dan berganti pakaian.Namun, harapannya pupus seketika saat jawaban santai itu terlontar dari bibir tipis Sakti."Di rumah sakit aku memakai baju steril, pulang pun langsung naik mobil gak mampir ke tempat lain dulu. Lagipula aku gak berkeringat, jadi aku pikir aku aman dan cukup steril. Aku mau tidur karena capek, Citra. Kalo kamu mau mandi, ya mandi aja. Jangan hiraukan keber
Read more
18. Seperti Keluarga Bahagia
"Bersandarlah. Punggungmu akan sakit kalo terbungkuk kayak gitu," ujar suara serak yang begitu dalam. Khas orang yang baru saya bangun tidur.Itu Sakti.Citra berjengit terkejut dan menegang di tempatnya setelah tiba-tiba mendengar suara pria itu. Tubuhnya menegang saat punggung mereka saling bersinggungan."A-Anda sudah bangun, dari kapan?" tanya Citra akhirnya. Walau dengan nada suara yang terdengar gugup."Dari saat kamu mengajak Gina bercerita," jawab Sakti sekenanya. Sembari sesekali menguap.Pupil mata Citra melebar. Wajahnya pun mulai memanas dan perlahan merona merah karena menahan rasa malu."Anda denger semua ucapan saya?" Citra bertanya lagi. Kali ini ia benar-benar sudah merasa hilang muka di depan Sakti, padahal ia sengaja hanya bercerita berdua dengan Gina karena merasa tak akan ada yang mendengarnya."Iya aku mendengar semuanya."Citra tersenyum kecut."Bersandarlah ke punggungku. Punggungmu akan sakit kalo terus-terusan duduk dengan posisi begitu."Walau sempat ragu, p
Read more
19. Perempuan Di Masa Lalu
Harum bedak dan minyak wangi bayi memenuhi seisi kamar. Rengekan-rengekan kecil terdengar dari Gina saat sedang dipakaikan baju oleh Citra. Begitu selesai, tangis bayi itu pun lenyap seiring dengan Citra yang menggendongnya dan membawanya keluar dari kamar.Mereka pergi ke depan rumah untuk sekadar mengantarkan Sakti yang akan berangkat kerja."Kotak bekalnya gak ketinggalan kan?" tanya Citra dan langsung dijawab dengan anggukan kepala oleh Sakti.Kemudian, pria itu pun mencondongkan kepalanya untuk mengecup lembut pipi Ginata, sebelum tiba-tiba saja ia beralih mendaratkan kecupan singkat pada kening Citra."Papa pergi kerja dulu, ya, Gina. Kamu baik-baik sama Mama ya, " ucap Sakti begitu ringannya. Ia melirik ke arah Citra yang membeku di tempatnya, lalu mengulas senyum tipis sebelum kemudian ngibrit pergi menuju mobilnya.Citra yang masih berada dalam keterkejutannya itu pun hanya diam di ambang pintu dengan perasaan lingling. Baru, ketika mobil Sakti dinyalakan dan melaju pergi, Ci
Read more
20. Saya Mau Bahagia
"Aku pulang," ujar Sakti mengabarkan kepulangannya. Citra yang saat itu sedang memasak pun seketika menoleh dan tersenyum saat melihat Sakti menghampiri Ginata yang terlelap di strollernya."Kenapa gak ditidurkan di kamar?" tanya Sakti. Kemudian, ia pun berjalan menghampiri Citra untuk sekadar memberikan kotak bekal yang sudah kosong. "Saya cuma takut Gina jatuh dari atas ranjang pas saya tinggalin masak. Jadi, saya pikir lebih baik Gina tidur di stroller supaya bisa saya saya pantau sambil masak."Sakti hanya mengangguk-anggukan kepala lalu tanpa aba-aba dia mendaratkan kecupan di kening Citra dan seketika membuat perempuan itu mematung di tempatnya."Terima kasih sudah menjaga Gina dengan sangat baik dan memasak makanan enak untukku. Kalo gitu aku mau mandi dan ganti baju dulu," ujarnya tenang lalu kemudian melenggang pergi begitu saja. "Apa cium kening termasuk ke dalam peran yang harus dilakukan sampe kontrak berakhir?" tanya Citra tiba-tiba, sehingga membuat langkah Sakti pun
Read more
PREV
123456
...
18
DMCA.com Protection Status