Lahat ng Kabanata ng SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA : Kabanata 51 - Kabanata 60
162 Kabanata
51. Ramandika Kembali ke Tanah Kelahirannya
Setibanya di padepokan, Ramandika, dan para murid senior langsung menemui Ki Ageng Penggir. Mereka membawa tiga orang anak buah Randu Pati untuk menghadap guru mereka. Mereka diterima dengan baik oleh Ki Ageng Penggir dan juga Bisama selaku ketua murid-murid Padepokan Lembah Naga. Tak ada rasa benci dalam diri Ki Ageng Penggir terhadap ketiga orang pendekar itu, meskipun mereka sudah melakukan tindakan jahat. "Siapa namamu dan juga kawan-kawanmu ini?" tanya Ki Ageng Penggir di sela perbincangannya dengan ketiga pendekar itu. "Namaku Ajisa, mereka Narida dan Sangawil," jawab pria bertubuh kekar itu sambil merangkapkan kedua telapak tangannya, memperkenalkan dirinya dan juga kedua kawannya. "Apa sebenarnya yang terbesit dalam pikiran kalian, sehingga kalian memusuhi kami?" tanya Ki Ageng Penggir meluruskan pandangannya ke arah Ajisa dan kedua kawannya. "Kami tidak memiliki misi apa-apa, Ki. Kami hanya mengikuti arahan dan perintah pimpinan kami saja," jawab Ajisa. "Itulah polosnya
Magbasa pa
52. Tiba di Desa Singkur
Beberapa jam kemudian ....Ramandika, Sena, dan Jayamanik sudah tiba di perbatasan. Mereka beristirahat sejenak untuk melaksanakan makan siang, ketiga pemuda itu memakan bekal makanan yang mereka bawa dari padepokan.Setelah selesai makan, Jayamanik dan Sena langsung pamit kepada Ramandika untuk kembali ke Padepokan Lembah Naga.Sementara itu, Ramandika langsung melanjutkan perjalanannya menuju ke wilayah kerajaan Gurusetra."Di mana aku harus beristirahat? Sebentar lagi malam akan segera tiba," desis Ramandika.Saat itu, ia masih berada di hutan yang jaraknya masih lumayan jauh dari pemukiman penduduk. Meskipun demikian, Ramandika kembali melanjutkan perjalanannya."Walaupun aku tidak tiba di desa, setidaknya aku tidak berada di dalam hutan untuk malam ini," kata Ramandika sambil memacu derap langkah kudanya.Tidak terasa, hari pun sudah mulai gelap. Hujan rintik-rintik mulai turun mengiringi perjalanannya, kuda yang ditungganginya mulai bergerak lambat karena penglihatan kuda terseb
Magbasa pa
53. Ramandika Menemukan Kejanggalan
Meskipun demikian, Ramandika tetap berusaha membantah apa yang ada dalam pikirannya tersebut. "Tidak mungkin mereka takut kepadaku. Aku rasa, sikapku biasa-biasa saja."Ramandika membantah semuanya, karena di sekitar desa tersebut terdapat banyak orang asing berlalu-lalang dengan membawa pedang dan golok seperti dirinya. Tapi, respon penduduk biasa-biasa saja.Sambil melangkah, Ramandika terus memperhatikan sikap orang-orang yang ia jumpai di desa tersebut.Desa Singkur terkesan tidak bersahabat lagi bagi Ramandika. Karena saat itu, ia merasa tak ada rasa nyaman lagi saat menginjakkan kakinya di desa itu. Padahal, desa Singkur merupakan tempat dilahirkannya Ramandika, dan juga tempat dirinya dibesarkan.'Aneh sekali, mereka tidak seperti dulu. Setiap kali mereka melihatku sudah dapat dipastikan mereka pasti akan mencibir dan bersikap sinis kepadaku. Tapi, saat ini mereka tampak seperti ketakutan melihatku?' batin Ramandika."Aku rasa, semua ini pasti ada sebabnya," desis Ramandika sam
Magbasa pa
54. Ramandika Mengunjungi Makam Kedua Orang Tuanya
Ramandika pun langsung duduk, dan segera memesan makanan kepada sang pemilik warung makan itu."Aku pesan nasi tiwul sama ikan gurame bakar, Ki!" kata Ramandika lirih, "Minumnya air putih saja!" sambungnya."Baik, Den. Mohon ditunggu," jawab sang pemilik warung makan tersebut.Setelah menerima pesanan makanan, pria bertubuh tambun itu pun langsung berlalu dari hadapan Ramandika untuk segera menyiapkan makanan dan minuman yang dipesan tamunya itu.Kedatangan Ramandika ke warung makan itu, bukan sekadar untuk makan dan beristirahat saja. Namun setelah mendapat tempat duduk, Ramandika langsung mengamati gerak-gerik para pengunjung yang ada di dalam warung makan tersebut.'Ramai sekali warung makan ini,' kata Ramandika dalam hati.Di dalam warung makan itu, ternyata terdapat banyak orang. Mereka berasal dari berbagai golongan, tapi yang paling ialah seorang kakek yang mengenakan jubah putih, ia duduk saling berhadapan dengan seorang gadis cantik yang diperkirakan baru berusia belasan tahu
Magbasa pa
55. Ramandika Mendapatkan Teror
Usai ziarah, Ramandika langsung berjalan sambil menuntun kudanya menuju rumah kosong yang dulu merupakan tempat tinggal Mendiang Ramudya.Ramudya adalah seorang yang sangat menyayangi Ramandika, meskipun tak ada ikatan darah, namun Ramandika sudah menganggap Ramudya sebagai pamannya sendiri.Setibanya di tempat yang dituju, Ramandika hanya geleng-geleng kepala saja ketika melihat rumah tersebut sudah tak terurus lagi, halamannya dipenuhi rumput liar dan tanaman-tanaman berduri yang tumbuh subur. Sementara di dalamnya tampak berantakan sekali.Dengan demikian, Ramandika langsung merapikan rumah tersebut. Bagian dalam dan luar langsung ia bersihkan, karena rumah itu akan ia tempati selama berada di desa tersebut."Tiang penyangganya sudah rapuh, besok aku harus menggantinya," desis Ramandika sambil mengamati tiang penyangga rumah yang sudah rusak dimakan rayap.Rumput liar dan tanaman-tanaman kecil berduri yang tumbuh di halaman rumah itu langsung ia bersihkan, ruangan yang tadinya bera
Magbasa pa
56. Pertarungan di Sabana Hunta
Sama sekali, Ramandika tidak mengenali tiga pria tersebut. Padahal, mereka itu adalah para pendekar yang tadi siang berpapasan dengannya ketika ia baru keluar dari rumah Ki Durga.Ketika Ramandika sedang mengawasi ketiga pendekar itu, ternyata mereka hanya tersenyum-senyum saja memandang sinis ke arah Ramandika."Aku tanya, kalian ini siapa? Kenapa kalian tidak mau menjawab?!" bentak Ramandika kesal.Mereka tidak mengindahkan pertanyaan Ramandika, kemudian mereka melangkah maju, lalu mengepung Ramandika dari arah kiri dan kanan.Rasa gusar semakin menjadi-jadi dalam diri Ramandika, apalagi ketika mereka mulai bersikap agresif, seakan-akan siap melakukan serangan."Tentu kau belum mengenal kami, Anak muda," kata pria paruh baya yang memiliki bekas luka di bagian kiri wajahnya.Ramandika hanya diam saja, ia terus memperhatikan gerak-gerik ketiga pria paruh baya itu."Kami bertiga merupakan para pendekar dari kelompok Gua Baji, dan malam ini kami akan menjajal kemampuanmu. Tapi ada taruh
Magbasa pa
57. Pertarungan Ramandika dengan Para Pendekar Sakti
Kemudian, tangannya bergerak dengan sangat cepat. Pria paruh baya itu mengerahkan kekuatan tenaga dalamnya meluncur hendak menyerang ke arah Ramandika.'Aku tidak boleh membunuhnya, namun aku akan memberikan sedikit pelajaran kepada orang ini,' kata Ramandika dalam hati.Ramandika sangatlah paham dengan jurus yang dikeluarkan oleh pria paruh baya itu. Jurus yang sangat berbahaya, sudah dapat dipastikan bahwa jurus tersebut sangat mengancam jiwanya.Namun, Ramandika tetap bersikap biasa-biasa saja. Dia hanya penasaran saja dan ingin meladeni kekuatan yang dimiliki lawannya itu."Maafkan aku, Ki Sanak. jika aku sedikit melukaimu," teriak Ramandika langsung memutar tubuhnya.Ia pun segera mengeluarkan kekuatan tenaga dalamnya untuk menyambut serangan dari pria paruh baya itu.Jurus tenaga dalam yang dikerahkan Ramandika berhasil menghadang laju kekuatan tenaga dalam lawannya, sehingga bentrok dan menimbulkan kegaduhan yang sangat luar biasa. Bunyi dentuman keras menggelegar di saat dua e
Magbasa pa
58. Kehadiran Ki Youma dan Cucunya
Tuduhan itu masih saja terlontar dari mulut para pendekar tersebut, meskipun Ramandika sudah menjelaskan semuanya, bahwa dirinya bukan pelaku pembunuhan itu.Tapi, apalah daya. Mau tidak mau, Ramandika harus melakukan perlawanan untuk membela dirinya.Serangan bertubi-tubi kembali dilancarkan oleh empat orang pendekar itu. Mereka tampak ganas seperti harimau yang kelaparan, menyerang tanpa belas kasihan.Dalam menghadapi kondisi genting seperti itu, Ramandika terpaksa harus mengerahkan sebagian jurus andalannya. Karena hal tersebut harus ia lakukan agar dirinya tidak celaka.Ramandika mulai mengerahkan jurus-jurus andalannya, demikian pula dengan keempat orang lawannya. Sehingga pertarungan tersebut berjalan sengit.Dua orang perempuan yang lebih dulu menyerang berhasil ia jatuhkan, mereka tersungkur dengan luka di bagian bahu dan kaki."Maafkan aku, Ni Sanak. Bukan maksudku untuk melukai kalian. Tapi kalian sendiri yang menyerangku lebih dulu," kata Ramandika mundur setelah berhasil
Magbasa pa
59. Keberanian Dunida
Sudah berbagai jurus dikeluarkan oleh kedua belah pihak dalam pertarungan malam itu. Namun, pertarungan mereka tak kunjung selesai, masih sama-sama kuat.Mereka masih melakukan serangan-serangan yang sangat berbahaya. Kedua belah pihak, sama-sama menginginkan kemenangan dalam pertarungan malam itu.Pendekar bertubuh gempal yang bernama Yogasa dan dua pendekar perempuan yang berpakaian serba merah. Yakni, Sonanti dan Sintari masih saja terlihat kuat, meskipun sudah mengalami luka di beberapa titik bagian tubuh mereka. Mereka masih belum jera dan berambisi ingin membinasakan Ramandika di tempat itu."Jangan terus menghindar, Ramandika! Keluarkan kekuatanmu dalam melawan kami, kami tidak suka jika kau bertarung setengah hati!" bentak Yogasa."Aku bersikap seperti ini karena aku tidak menginginkan kalian binasa. Aku menghormati kalian, ini hanya kesalahpahaman saja, aku tidak ingin memperpanjang persoalan yang tidak jelas ini," jawab Ramandika berusaha untuk tetap tenang."Kurang ajar! Ma
Magbasa pa
60. Petunjuk Dalam Sebuah Mimpi
Mendengar perkataan Dunida, Yogasa tampak malu sekali. Demi menutupi rasa malunya, Yogasa membentak keras gadis itu, "Jika kau memang ingin sekali bertarung denganku, maka silakan saja! Tapi ingat, aku tidak akan bertanggung jawab jika terjadi hal yang tidak diinginkan menimpamu!"Dengan sikapnya yang tenang, Dunida menghunus pedangnya, lalu dengan kelihaian tangannya, ia memainkan pedang tersebut. Seakan-akan pamer kepandaian di hadapan Yogasa dan kawan-kawannya. Dunida hanya tersenyum saja, lalu berpaling ke arah kakeknya. "Izinkan aku untuk bertarung dengan mereka, Kek," pinta gadis itu."Jangan, Dunida! Jangan kau kotori pedangmu dengan darah orang-orang jahat itu!" cegah Ki Youma, "Sebaiknya, kau pulang ke rumah, nanti Kakek menyusul!" sambung pria senja itu, meminta agar cucunya lebih baik pulang saja daripada harus melibatkan diri dalam pertarungan itu.Dunida hanya mengangguk saja, lalu kembali memasukkan pedang tersebut ke dalam selongsongnya, dan kembali meluruskan pandanga
Magbasa pa
PREV
1
...
45678
...
17
DMCA.com Protection Status