Semua Bab SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA : Bab 41 - Bab 50
162 Bab
41. Didatangi Ki Bayu Geni
Orang tua itu hanya tersenyum saja tanpa menjawab pertanyaan Ramandika. Hal tersebut, membuat Ramandika semakin penasaran saja melihat sikap pria senja yang tiba-tiba mendatanginya di tempat sunyi itu."Mohon maaf, Ki. Sebenarnya Aki ini siapa?" Ramandika mengulang pertanyaan yang belum dijawab oleh orang tua tersebut.Orang tua tersebut menatap tajam wajah Ramandika yang diselimuti rasa penasaran. Lalu menjawab sambil tersenyum-senyum, "Aku ini Banyu Geni,"Setelah mendapatkan jawaban atas rasa penasarannya, Ramandika langsung merangkapkan kedua telapak tangannya seraya membungkukkan badan penuh hormat."Aku Ramandika," kata Ramandika memperkenalkan diri."Tidak perlu kau sebutkan, aku sudah tahu semua tentang jati dirimu. Nama dan asal muasalmu, aku tahu semua. Bahkan, aku pun sudah tahu niat dan tujuanmu datang ke tempat ini." Ramandika mengerutkan keningnya, seketika itu dalam benaknya berpikir, 'Kenapa orang tua ini tahu jati diriku dan juga tahu akan niat dan tujuanku?'"Kita m
Baca selengkapnya
42. Ramandika Berhasil Menguasai Jurus Pamungkas
Dengan demikian, Ramandika langsung menuruti saran orang tua itu, ia menahan napas dan berkata dalam hati, 'Turun.' Maka dengan sendirinya, tubuh Ramandika kembali meluncur ke bawah, mendarat dengan sempurna di hadapan Ki Bayu Geni."Mohon maaf, Ki. Tadi itu jurus apa namanya?" tanya Ramandika setelah berada di hadapan Ki Bayu Geni.Ki Bayu Geni mengangkat tangan kanannya lalu meletakkan telapak tangannya di atas pundak Ramandika."Itu jurus meringankan tubuh, yang biasa disebut dengan jurus Kapuk Hampang," jawab Ki Bayu Geni lirih. "Boleh kau gunakan jurus tersebut jika kau dalam keadaan terdesak oleh musuh," sambungnya.Jurus pamungkas ternyata bukan hanya satu jurus saja, ada sekitar lima jurus yang disebut jurus pamungkas yang malam itu berhasil dipelajari langsung oleh Ramandika.Tidak mudah bagi pendekar mana pun untuk dapat menguasai jurus tersebut dengan mudah, jika saja dalam diri mereka tak ada kekuatan tertentu yang dapat menerima jurus tersebut merasuk ke dalam tubuh.Sela
Baca selengkapnya
43. Pedang Naga Geni
Setelah itu, ia bergegas melangkah menuju pulang ke padepokan. Jarak dari Lembah Naga menuju ke Padepokan Lembah Naga memang tidak terlalu jauh."Bulan depan, aku akan kembali ke desa Singkur. Semoga saja, aku bisa segera membebaskan warga desa tersebut dan juga semua penduduk kerajaan Gurusetra yang selama ini hidup dalam kezaliman pemerintahannya," gumam Ramandika sambil melangkah.Setibanya di depan pintu gerbang padepokan, tiga orang pemuda yang kebetulan malam itu sedang berjaga-jaga, langsung menyambut kedatangan Ramandika dengan sikap hormat mereka.Hal itu sangat canggung sekali dirasakan oleh Ramandika, sehingga dirinya pun bertanya kepada rekan-rekannya itu, "Kenapa kalian bersikap seperti ini?""Saat ini kau sudah berada beberapa tingkat lebih tinggi dari kami, wajar saja jika kami menghormatimu, Ramandika." Salah seorang dari mereka menjawab sambil merangkapkan kedua telapak tangannya."Kalian tahu dari mana?" Ramandika bertanya lagi sambil tersenyum-senyum."Guru sudah me
Baca selengkapnya
44. Jayamanik Dihadang Tiga Orang Penjahat
Ki Ageng Penggir terus memandang wajah Ramandika, entah kenapa? Tiba-tiba saja, air matanya menetes. Seakan-akan ada rasa sedih mulai menyelimuti jiwa dan perasaannya.Melihat sikap gurunya seperti itu, Ramandika tampak bingung, lantas ia pun bertanya, "Guru kenapa?" "Aku tidak apa-apa, Ramandika. Aku hanya terharu saja," jawab Ki Ageng Penggir.Pria berjanggut putih itu menarik napas dalam-dalam. Seperti ada sesuatu yang menyelimuti jiwa dan pikirannya kala itu, semua terlihat jelas dari raut wajahnya."Kau sudah memiliki kekuatan untuk mengabdikan diri kepada jalan kebenaran, rakyat Gurusetra sangat membutuhkan pendekar sepertimu. Untuk itu, aku minta agar kau segera kembali ke Gurusetra," kata Ki Ageng Penggir dengan suara berat."Baik, Guru. Aku berjanji akan menjadi seorang pendekar yang selalu melindungi kaum lemah, dan aku juga berjanji akan membayar lunas penderitaan kedua orang tuaku dan juga orang-orang yang dianiaya karena membelaku!" tegas Ramandika."Berangkatlah sendiri
Baca selengkapnya
45. Jayamanik Ditolong Oleh Ki Sewu
Jayamanik langsung surut ke belakang. Sementara Ki Sewu, maju beberapa langkah. Dia tampak siap untuk menghadapi ketiga orang pria tersebut. "He, Ki sanak! Sebaiknya kau jangan ikut campur! Ini urusan kami, bukan urusanmu!" bentak salah seorang dari ketiga orang pria jahat itu menatap tajam wajah Ki Sewu. Ki Sewu tertawa dingin mendengar bentakan pria tersebut, dua bola matanya yang tajam balas menatap wajah pria itu yang merupakan anggota komplotan perampok yang selama ini sangat meresahkan masyarakat yang melintas di jalur itu. "Aku sudah muak dengan ulah kalian. Kalian ini seperti benalu yang menempel di dahan pohon!" kata Ki Sewu sinis, "Kehadiran kalian sama dengan hama yang selalu merusak, dan itu perlu disingkirkan secepat mungkin!" sambungnya membentak keras. "Bedebah kau! Jangan banyak bicara, hadapi saja aku!" bentak pria yang tengah berhadap-hadapan dengan Ki Sewu. "Jangankan kau seorang diri, mau maju semuanya pun pasti aku ladeni!" Ki Sewu balas membentak keras. Tanp
Baca selengkapnya
46. Jayamanik dan Murda
Jayamanik segera memanggil sang pemilik warung makan itu. "Ki, kemarilah!" pinta Jayamanik.Seorang pria paruh baya dengan cepat langsung melangkah menghampiri Jayamanik. "Iya, Den. Mau pesan makanan atau minuman hangat?" tanya pria paruh baya itu ramah."Aku pesan nasi dan ikan bakar, sekalian minumannya, wedang jahe saja!" jawab Jayamanik."Baik, Den."Pria paruh baya itu langsung berlalu dari hadapan Jayamanik dan Murda, ia langsung memerintahkan anak buahnya untuk menyiapkan makanan dan minuman yang dipesan Jayamanik.Tidak berselang lama, seorang gadis yang merupakan pelayan di warung makan tersebut langsung datang menghampiri dengan membawa makanan dan minuman pesanan Jayamanik."Silakan, Tuan!" ucap gadis itu dengan sikap ramahnya."Tidak pantas kau panggil aku tuan, aku bukan bangsawan," sahut Jayamanik tidak suka dipanggil tuan oleh pelayan warung itu. "Panggil saja kakang! Aku rasa itu lebih pantas," sambungnya sambil tersenyum-senyum.Pelayan itu hanya tersenyum saja sambil
Baca selengkapnya
47. Tugas dari Sang Guru
Keesokan harinya ....Jayamanik dan Murda kembali melanjutkan perjalanan mereka menuju Lembah Naga yang jaraknya sudah tidak terlalu jauh.BDiperkirakan, sore harinya mereka akan tiba di tempat tujuan. "Seharusnya kau berangkat hari ini, berhubung Jayamanik belum tiba. Sebaiknya kau berangkat esok hari saja!" kata Ki Ageng Penggir di sela perbincangannya dengan Ramandika."Baik, Guru."Alasan Ki Ageng Penggir menunggu kedatangan Jayamanik, karena menunggu kuda yang saat ini sedang dipergunakan oleh Jayamanik. Kuda tersebut akan menemani perjalanan Ramandika menuju Gurusetra. Ia sudah meminta Ki Warmala agar memilih kuda yang terbaik yang akan dibawa oleh Ramandika. Dan kuda tersebutlah yang merupakan kuda terbaik milik Ki Warmala yang akan dibawa oleh Ramandika.Sore harinya ....Jayamanik dan Murda akhirnya tiba di padepokan dengan selamat. Mereka disambut hangat oleh para murid padepokan tersebut.Ki Ageng Penggir meminta agar Jayamanik langsung menghadap dirinya, sementara Murda di
Baca selengkapnya
48. Serangan Mendadak dari Orang Tidak Dikenal
Orang tua itu memandang wajah Ramandika sejenak, kemudian berpaling ke arah pedang pusaka itu. Berkatalah ia dengan lirihnya, "Selain itu, kau harus bisa menjaga pedang pusaka yang kini sudah menjadi milikmu seutuhnya!" Ki Ageng Penggir meluruskan dua bola matanya ke wajah Ramandika, "Pedang pusaka itu pernah menjadi rebutan para pendekar tangguh di masa lalu. Untuk itu, kau harus bisa menjaganya! Aku yakin, sebagian besar dari para pendekar itu masih penasaran dan masih menginginkan pedang pusaka itu." Ramandika mengangguk pelan sambil tersenyum, kemudian meraih pedang tersebut. Ia mengamati bentuk dan ukiran di bagian selongsong dan kepala pedang pusaka itu. "Demi mendapatkan pedang ini, aku harus mengorbankan banyak hal. Mulai dari jabatan dan kepercayaan raja," kata Ki Ageng Penggir, "Raja membenciku ketika tahu aku sudah menguasai pedang pusaka ini, karena pedang pusaka tersebut diklaim sebagai warisan kerajaan yang harus selamanya ada di istana. Padahal, itu semua tidak benar,
Baca selengkapnya
49. Bertarung dengan Randu Pati
Pria berjubah itu memang dengan sengaja berlari memisahkan diri dari kawan-kawannya, karena dirinya berniat memancing Ramandika agar mengejarnya. Dia adalah Randu Pasti, seorang pendekar pedang yang terkenal dengan kekejamannya. Randu Pati sangat ditakuti oleh para pendekar yang ada di wilayah kerajaan Dongkala. Semua pendekar tunduk dan patuh terhadap dirinya, hanya satu kelompok saja yang berani menentang keras tindakan-tindakan Randu Pati. Yakni, kelompok Lembah Naga yang dipimpin oleh Ki Ageng Penggir, yang kini sudah mendirikan sebuah padepokan besar yang tersembunyi di dalam hutan itu. Karena sikap keras Ki Ageng Penggir dan murid-muridnya, maka Randu Pati sangat berambisi untuk menghancurkan kelompok Lembah Naga, namun dirinya selalu gagal melakukan tindakan jahatnya itu, karena kelompok pendekar Lembah Naga dan juga padepokannya dilindungi oleh Ki Bayu Geni—sosok jin penguasa Lembah Naga yang sudah menurunkan kesaktiannya kepada Ramandika. "Hai pengecut! Hentikan!" teriak R
Baca selengkapnya
50. Randu Pati Jatuh ke Jurang
Dengan cepat, Jayamanik dan semua yang ada di tempat tersebut langsung berhamburan menjauhi arena pertarungan itu. Mereka menuruti apa yang diminta oleh Ramandika. "Sepertinya mereka akan melakukan pertarungan ini dengan sangat sengit," desis Jayamanik setelah menjauh dari tempat bertarungnya Ramandika dengan Randu Pati. Sesaat kemudian, terdengar suara gemuruh yang sangat keras. Tampak asap putih keluar dari tanah tepat di hadapan Randu Pati, seiring dengan demikian bermunculan sosok-sosok makhluk mengerikan, mereka berdiri mengitari Ramandika yang masih dalam kondisi tenang. Kemudian, Randu Pati menyeru kepada makhluk-makhluk itu, "Serang dia!" Demikianlah, maka belasan makhluk menyeramkan itu langsung melakukan serangan terhadap Ramandika. Mereka patuh dan tunduk kepada Randu Pati yang tiada lain adalah majikan mereka. Ramandika sedikit kewalahan menghadapi makhluk-makhluk itu. Namun, karena keyakinan dan kekuatan yang ada pada dirinya, maka dirinya mampu mengalahkan makhluk-ma
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
17
DMCA.com Protection Status