All Chapters of Suami Adikku, Mantanku: Chapter 41 - Chapter 50
68 Chapters
Bab 41
"Assalamualaikum, Ram. Ada apa?." kataku pagi itu membuka percakapan lewat telepon."Waalaikumsalam. Kak, Vania masuk rumah sakit, pendarahan." kata Rama dari ujung telepon cemas."Astaghfirullahaladzim. Lalu sekarang bagaimana keadaan Vania?" jawabku khawatir."Alhamdulillah keadaanya sekarang baik ìbaik saja, tapi dia sedang istirahat setelah tadi minum obat. Sekarang kami ada di rumah sakit, menunggu dokter untuk USG. Tadi Vania meminta agar Kak Siska kesini, dia takut katanya. Mama sedang di singapura dari kemarin, mengantar Papa berobat.""Di Rumah Sakit mana?" tanyaku."Di Rumah Sakit Internasional, Kak. Kalau bisa sekarang ya Kak, soalnya nanti USG pukul sepuluh pagi, dia minta ditemani Kak Siska. Apa Kakak mau ku jemput?" tanya Rama."Tunggu sebentar ya, Ram. Aku pamit ke Mas Ridwan dulu. Nanti aku kabari lagi." jawabku."Baiklah, Kak. Kutunggu secepatnya ya Kak. Wassalamualaikum." katanya sambil menutup telepon.Aku akan meminta ijin terlebih dahulu pada Mas Ridwan. Tapi aku
Read more
Bab 42
"Hemmm, Vania masih saja kekanak kanakan.""Biarin lah, Kak. Semua butuh waktu, semoga saja dia bisa berubah. Yang penting dia bahagia, aku sudah ikut bahagia kok." jawabnya sambil tersenyum."Terima kasih ya, Ram. Sudah selalu sabar menghadapai Vania." kataku."Memang itu sudah kewajibanku, Kak. Usahanya Mas Ridwan sepertinya sukses ya, Kak.""Alhamduliah, semoga selalu ramai. Semoga bisa menjadi pengusaha sukses sperti kamu.""Amiiin. Lebih enak gitu kan, Kak. Wiraswasta, unagnya lebih banyak dan waktunya juga lebih banyak buat keluarga.""Iya, Ram." jawabku.Padahal sebenarnya, aku lebih suka jika Mas Ridwan bekerja seperti dulu, meski gajinya tak begitu banyak, tapi dia jarang uring uringan, dan saat tak bekerja, semua waktunya untuk keluarga. Sangat berbanding terbalik dengan Mas Ridwan yang sekarang.Akhirnya sampai juga di rumah sakit, Rama pun mengantar Gita pulang ke rumahnya, karena anak kecil tak boleh masuk ruang UGD, nanti setelah Vania di pindah ke ruang perawatan, baru
Read more
Bab 43
Tiga hari dirumah sakit, sore ini Vania sudah di perbolehkan pulang ke rumah. "Van, Kakak besok mau pulang dulu ya, kamu kan sudah sehat kembali." kataku saat kami makan malam bersama."Yah, jangan dulu dong Kak. Aku masih ingin di temani lho. Kita juga kan belum jalan jalan ya, Git." kata Vania yang dijawab anggukan oleh Gita."Iya, Kak. Gita juga kan masih libur sekolahnya. Vania juga kayakya masih kangen pingin di temani." kata Rama, sepertinya dia tahu kalau aku sungkan padanya."Tapi kan di rumah juga ada Mas Ridwan. Kasihan kan dia sendirian." kataku."Bilang saja kalau Kak Siska kangen sama Mas Ridwan gitu, heheheh." canda Vania, aku hanya tersenyum."Ya sudah kalau begitu, nanti aku pamit pada Mas Ridwan dulu ya, boleh apa nggak lebih lama disini." jawabku.Setelah makan malam, Rama pamit menengok salah satu coffeshopnya. Sementara kami bertiga menonton televisi. Aku akan menghubungi Mas Ridwan nanti saja, karena hape ku juga masih ku cas."Kak, nggak kangen kah sama Ayah dan
Read more
Bab 44
Aku sungguh tak habis pikir kenapa Mas Ridwan bisa berubah seperti ini, apa salahku. Kemana dia yang dulu sabar dan sangat sayang padaku. Ucapanya selalu membuatku sakit hati. Tapi aku selalu mengalah dari pada nanti akhirnya kita jadi bertengkar. Mungkin dia memang sedang capek."Iya iya Mas, gitu saja marah. Aku mau minta ijin, untuk disini lebih lama lagi. Gita ingin liburan disini, dan Vania pun masih ingin ditemani sebentar. Bolehkah, Mas? Kalau nggak boleh, besok pagi kami akan langsung pulang." kataku hati hati."Ya sudah nggak apa apa, kamu disitu saja sampai liburan Gita usai. Kalau perlu uang lagi, bilang saja, nanti aku transfer. Kasihan juga kan Vania kalau ditinggal sekarang." katanya."Tapi, Mas Ridwan nggak apa apa kah kalau ku tinggal sendiri? Nggak marah kan?" tanyaku lagi meyakinkan."Aku ini sudah gede lho, nggak usah khawatir lagi. Biar Gita juga puas liburannya disana, kamu juga kan biar bisa refreshing gitu.""Mas nggak pingin gitu menemani Gita liburan?" tanyaku
Read more
Bab 45
Kali ini kucoba lagi menelepon Mas Ridwan, untuk membicarakan tawaran pekerjaan tadi. Semoga dia mau mengangkat panggilanku ini, dan ternyata panggilanku langsung di respon olehnya."Apaan lagi sih, Dek? Ya ampun kamu itu ganggu terus sih!" katanya sambil emosi."Maaf ya, Mas. Aku cuma mau tanya sesuatu. Bentar saja kok." jawabku.Tuh kan belum apa apa sudah di sembur saja oleh suamiku. Namun aku harus tetap bicara kepadanya."Ya sudah. Cepat, mau ngomong apa?" katanya ketus."Bolehkah aku bekerja lagi, Mas?" kataku takut takut."Terserah kamu sajalah." jawabnya."Berarti boleh kan, Mas? Tapi kalau aku bekerja, bagaimana dengan Gita?" kataku lagi."Iya boleh. Gita itu kan sudah besar, nanti pulangnya biar aku jemput dia, lalu biar dia nunggu kamu di rumah, atau main kerumah temannya. Lumayan juga sih kalau kamu kerja, gajimu bisa buat kebutuhan sehari hari. Dan aku bisa fokus untuk setoran ke Bank saja." jawabnya."Ya sudah lah Mas. Aku fikir fikir lagi, yang penting kamu kan sudah me
Read more
Bab 46
"Apa apaa sih, Mbak? Rama dan Vania sedang ke acara resepsi temanya. Mari masuk." kataku berusaha menampilkan senyum termanis."Nggak ah duduk disini saja, ademmm. Aku tahu kok kalau mereka sedang tak ada di rumah. Maka dari itu aku kesini, untuk menemui kamu. Sini duduk disini!" katanya.Aku pun duduk diseberangnya. Apa lagi yang akan dikatakannya kali ini, semoga aku tak tersulut emosi kali ini."Memangnya ada apa Mbak Ratih ingin ketemu dengan aku?" tanyaku."Emmmm. Begini Sis. Aku ingin kamu dan adikmu pergi dari kehidupan Ram, secepatnya!!!" katanya sambil melotot kepadaku."Maksudnya apa, Mbak?""Kemarin kan adikmu baru saja keguguran, jadi sudah tak ada lagi yang ditunggu. Orang tuaku ingin segera memiliki cucu, tau nggak? Mereka si Singapore sangat terpukul dengan berita itu, hanya karena adikmu yang tak pintar merawat kehamilannya itu. Aku ingin kamu menjauhkan mereka, karena aku ingin menjodohkan Rama dengan temanku. Tentunya yang sepadan dengan kami, yang baik, bibit , b
Read more
Bab 47
Setelah mendapat persetujuan si empunya rumah dan mereka bersedia mengantarkanku, maka aku pun kemarin langsung belanja dengan uang dari Mas Ridwan yang masih tersimpan rapi di rekeningku. Dan hari ini pun Vania serta Bik Sumi membantuku memasak pesanan.Sebenarnya ingin kuberitahu pada Mas Ridwan kepulangan kami besok, tapi kuurungkan, aku ingin membuat surprise untuknya. Rencananya sih setelah mengantar pesanan kami akan mampir ke tempat usaha Mas Ridwan, yang ternyata letaknya tak jauh dari rumah si pemesan ini.Kulihat jam didinding menunjukkan pukul dua belas siang, nasi bento dan snack box sudah siap dan telah masuk ke dalam mobil, sisa kue tartnya saja yang belum di hias, rencananya nanti kue ini akan kupangku selama dalam perjalanan. Satu jam waktu yang lebih dari cukup untuk menghias tart bertingkat ini. Eh tapi aku lupa kemarin menanyakan siapa nama anak yang ulang tahun ini.Segera ku kirimkan chat untuk menanyakannya.[Assalamualaikum, Mbak. Maaf kemarin lupa menanyakan si
Read more
Bab 48
"Maaf, Bu. Itu yang difoto suaminya Mbak Novi?" tanyaku."Oh itu. Iya Mbak, suaminya." jawabnya."Kerjanya dimana ya, Bu?""Kalau nggak salah sih dulu orang kantoran, Mbak. Tapi sekarang sudah punya usaha sendiri, warung kopi wifi 24 jam di jalan Soekarno yang ramai sekali itu lho." katanya.Aku hanya mengangguk, tak bisa berkata apa apa lagi, karena itu adalah tempat usaha suamiku. Aku ingin memberitahu Vania namun kuurungkan, aku takut dia akan langsung emosi. Aku ingin memastikan dulu, menunggu suami Mbak Novi ini keluar. Aku hanya beristighafar di dalam hati, semoga dugaanku salah."Ini Ma, uangnya." kata seorang laki laki yang keluar dari dalam memberikan uang pada Mbak Novi.Benar itu adalah suamiku, suami yang telah menikah denganku selama sembilan tahun, yang sepertinya selalu menyayangiku, dan sepertinya tak pernah berbuat macam macam diluaran.Sepertinya Mas Ridwan tak tahu keberadaanku, dia langsung duduk di samping anaknya. Vania dan Rama pun tahu itu. Mbak Novi datang kep
Read more
Bab 49
"Sudah, Kak. Yang sabar ya, istighfar Kak. Ikhlasin semuanya." kata Vania yang duduk disampingku.Sementara aku masih menangis, sambil memeluk Gita. Mulutku terus berucap Istighfar, namun hati kecilku belum menerima penghianatan yang dilakukan oleh Mas Ridwan.Sembilan tahun bukanlah waktu yang sebentar, tapi mengapa dia tega. Dia juga sangat pintar menyembunyikan semuanya, bak seorabg suami yang sempurna dan selalu sayang pada keluarganya. Hanya akhir akhir ini saja dia sedikit menunjukkan keanehannya."Sebenarnya, dulu saat masih SMP aku pernah memergoki Mas Ridwan dengan seorang wanita, Kak. Namun dia mengancamku tak akan membiayai lagi sekolahku dan akan menyakiti Kakak, jika aku mengadukannya pada Kak Siska. Maafkan aku ya, Kak." jujur Vania sambil menangis.Aku kaget mendengar ucapan Vania barusan, berarti Mas Ridwan memanglah sangat pintar sekali bersandiwara. Ada sedikit marah karena tak dari dulu dia mengatakan ini kepadaku, namun aku juga faham jalan pikiran Vania kecil saat
Read more
Bab 50
"Kalian jangan.khawatir aku bisa menjaga diri dan juga Gita. Aku sudah bisa mengikhlaskan semua, dan siap membuka lembaran baru. Antar aku ke rumahnya Mas Ridwan ya, aku ingin ambil motor dan barang barangku." kataku."Kami percaya Kak Siska, orang yang tegar. Tapi lebih baik untuk beberapa hari tinggal dulu di rumah kami, paling tidak sampai sekolah Gita masuk lagi." kata Rama."Iya, Kak. Benar banget apa yang Mas Rama katakan. Sekarang kita langsung saja kembali ke Surabaya, dua hari lagi baru cari kontrakan Kak. Aku juga belum puas nih jalan jalannya. Mas, besok kita jalan jalan ke Taman Safari Pasuruan, yuk." kata Vania."Siap nyonya besar." jawab Rama."Besok kita naik gajah ya Git," kata Vania."Oke, Tante. Sama Bunda juga ya." jawab Gita gembira.Kemudian aku pun ikut mereka ke Surabaya lagi. Untuk menenangkan fikiran dan juga untuk menyenangkan Gita lagi. Sungguh beruntung aku memiliki saudara seperti mereka, kalau tak ada mereka mungkin aku juga belum bisa menerima semua ini.
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status