All Chapters of Suami Adikku, Mantanku: Chapter 11 - Chapter 20
68 Chapters
Bab 11
"Pernikahan ini harus dilaksanakan secepatnya Mas, karena sekarang Vania itu sedang hamil!" kataku sambil menangis.Mas Ridwan langsung menoleh kearahku, dan sepertinya dia sangat kaget. Vania yang di rawatnya dari kecil dengan penuh kasih sayang itu, telah menghianati kepercayaannya. "Hamil? Apa benar yang di katakan Kakak mu itu Van?," meskipun kaget sepertinya Mas Ridwan masih berusaha bersabar.Vania masih tertunduk, sambil menangis, sambil menganggukan kepalanya pelan. Mas Ridwan mengusap wajahnya kasar, dan menghela nafas,"Astaghfirullahaladzim!!" katanya sambil membenarkan posisi duduknya."Maafkan aku Mas, aku kebablasan. Maafkan aku sudah menodai kepercayaan yang kalian berikan. Sekali lagi maaf," kata Vania sambil menangis. Rasa kecewa, marah dan sakit dihati bercampur menjadi satu, saat orang yang kami banggakan ternyata menorehkan arang di muka kami, aku dan Mas Ridwan hanya bisa terdiam. Mungkin jika dulu orang tuaku tau aku hamil saat masih semester dua, pasti keadaa
Read more
Bab 12
"Ini anakmu Yank, aku tak pernah melakukannya dengan orang lain selain kamu. Malam itu kamu mabuk dan memaksaku chexk in dan melakukan hal itu. Aku sudah melawan namun apalah daya aku kalah tenaga denganmu. Dan memang aku belum memberi tahumu kehamilan ini, rencananya baru nanti aku akan mengatakannya padamu Yank," kata Vania sambil menunduk, sepertinya dia pun tak berani menatap mata Adit."Aku minta orang tuamu secepatnya kesini Dit, dan benar apa kata istriku, kalau bisa besok mereka harus sudah kesini, lebih cepat lebih baik. Aku tahi kamu bukan tipe orang yang lari dari tanggung jawab kan?," kata Mas Ridwan."Tentu Mas, aku akan bertanggung jawab, secepatnya aku kan menikahi Vania. Aku juga memohon maaf pada kalian berdua, sudah mematahkan harapan kalian. Aku berjanji tak akan menyia nyiakan dia," kata Adit."Apakah keluargamu mau menerima Vania, seorang yatim piatu miskin seperti dia?" tanyaku.Perkataanku itu, sukses membuatnya langsung menoleh kepadaku, aku tahu dia pasti mer
Read more
Bab 13
Pov Raditya Rama AirlanggaGadis manis itu selalu menampakkan senyum manisnya dihadapanku, sambil menunjukkan deretan gigi putihnya. Dia adalah pelanggan tetap di salah satu coffeshop ku itu, hampir setiap hari dia nongkrong disana bersama teman temannya. Wajahnya mengingatkanku pada seseorang, Siska, cinta sejatiku. Sungguh mereka sangat mirip dalam segala hal, hanya saja gadis ini lebih ceria dibanding Siska.Suatu malam, dia datang sendiri, dan duduk di pojok dihalaman coffe shop, hingga pukul dua belas malam, dia masih saja disana, sepertinya dia sedang ada masalah, dari tadi kuperhatikan dari jauh dia mengutak atik handphonenya dan terlihat kesal, kemudian dia meletakkan kepalanya diatas meja, lama sekali, aku takut dia ketiduran, lalu aku pun mencoba mendekati mejanya, saat karyawanku sedang beres beres. Karena memang sudah tidak ada pelanggan lain, dan usahaku ini juga tutup pada jam dua belas malam juga."Permisi Mbak," kataku saat melihat matanya terpejam waktu itu, sambil b
Read more
Bab 14
Pov RamaBetapa bahagia rasanya hatiku, aku berjanji akan menjaganya hingga saat aku menikahinya nanti, tak ingin aku membuat kesalahan lagi, seperti dulu saat bersama Siska. Tak pernah sekalipun aku berbuat kurang ajar padanya selama tiga bulan itu, hanya sekedar ciuman di pipi dan berpelukan. Meski ku akui dia sering memancingku untuk melakukan perbuatan terlarang itu, namun aku selalu berhasil menahan diriku.Hingga seminggu yang lalu, petaka itu terjadi setelah aku mengajaknya ke pesta pernikahan temanku, aku benar benar tak tahu apa yang sesungguhnya terjadi malam itu. Dia hanya bilang kalau malam itu aku telah merenggut paksa kegadisannya, dan aku harus bertanggung jawab. Okelah aku akan bertanggung jawab kalau memang benar begitu adanya, dan lagi aku kan sangat mencintainya, jadi tak ada salahnya aku menikahinya sekarang juga. Tinggal minta restu Kakaknya, selesai. Kalau masalah keluargaku itu bisa kuatur nanti.Tiga hari yang lalu, saat aku mengajaknya liburan ke Malang, dia
Read more
Bab 15
Pov Rama Kembali ingatanku pada masalalu membumbung tentang seorang gadis cantik dan cerdas bernama Siska itu. Sejak OSPEK aku sudah jatuh hati melihatnya, namun aku baru berani mengungkapkan isi hatiku saat kami selesai ujian semester satu. Bak gayung bersambut, ternyata dia juga jatuh hati kepadaku. Dan kemudian kami pun resmi berpacaran. Aku adalah seorang laki laki yang sedikit introvent. Selalu patuh pada semua perkataan orang tuaku. Apalagi Mama ku adalah tipe orang tua yang suka mendikte dan memaksakan kehendak pada anak anaknya. Aku dan Kakakku Ratih, harus selalu menuruti semua keinginan Ibu, apapun titahnya mutlak dan wajib dilaksanakan.Berbeda sekali dengan Papa ku yang selalu memberi kebebasan dalam memilih apapun kepada anak anaknya. Namun kadang Papa pun manut saja apa kata Mama, karena kadang Mama akan merajuk dan mogok makan jika apa yang diinginkannya tidak tercapai. Papa adalah seorang penyabar dan sangat rendah hati pada siapapun, dia adalah pensiunan kepala seko
Read more
Bab 16
Pov Rama "Kamu ini apaan sih? Aku sungguh tak percaya kalau kamu tega menggugurkan buah cinta kita. Jangan seperti ini Yank, tolong katakan padaku apa yang sebenarnya terjadi. Keluarga ku sudah setuju dengan pernikahan kita, kenapa kamu jadi seperti ini? Tolong jangan permainkan perasaan orang tuaku juga.""Terserah kamu mau percaya atau tidak, yang pasti bagiku kamu itu sudah mati, dan aku sudah tak ingin ketemu kamu lagi," katanya sambil masuk dan menutup pintu.Aku berusaha memanggilnya dan meminta penjelasan darinya namun percuma. Sejak saat itu juga, semua akses ku di blokir olehnya, dia sama sekali tak mau ku temui."Bagaimana si Siska? Sudah siap kan jadi bagian dari keluarga kita?" tanya Mama malam itu padaku yang sedang melamun di teras."Dia sepertinya berubah pikiran Ma. Dia malah memutuskanku dan tak mau lagi menemuiku,""Hah, kok bisa seperti itu sih. Kurang ajar banget tuh si Siska, sudah mempermainkanmu dan keluarga kita!" kata Kak Ratih yang duduk di sampingku."Hemmm
Read more
Bab 17
"Yuk Dek masuk, ngapain masih bengong sih. Sudahlah doakan saja mereka. Jangan mikir yang macam macam." kata suamiku sambil menggandengku masuk ke dalam rumah.Benar juga kata Mas Ridwan, tak ada yang perlu di sesali sekarang. Semoga saja Adit bisa benar benar bertanggung jawab pada Vania."Mas bagaimana kerjaanya hari ini? Masih belum dapat gajian juga kah?" tanyaku malam itu di kamar sebelum memejamkan mata.Seperti biasanya kami memang selalu menyempatkan ngobrol tentang apapun itu sebelum tidur, setelah Gita terlelap. Sejak satu tahun lalu, Gita sudah kami biasakan tidur sendiri, kebetulan juga di rumah ini terdapat tuga buah kamar, meskipun ukurannya kecil, jadi cukup juga untuk kami. Satu kamar untukku, satu Gita dan satu lagi untuk Vania. Rencananya juga malam ini aku akan menceritakan tentang Rama atau Adit padanya, agar tak ada ganjalan di kemudian hari.Aku bertemu dengan suamiku, Mas Ridwan ketika aku sudah bekerja di sebuah Bank, sebagai seorang teller saat itu. Tiga tahun
Read more
Bab 18
"Mas tolong janganlah maarah, aku sudah mengatakan sejujurnya. Katamu tadi kan, meski pahit kejujuran itu harus di utarakan. Ini juga untuk kebaikan semua Mas, jadi aku mengatakan semuanya sekarang kepadamu," kataku sambil memegang tanganya.Mas Ridwan masih saja diam, menatap kedepan tanpa memperhatikan ku. Aku tahu ini pasti berat baginya, tak mudah pula bagiku menerima jika aku berada di posisinya."Mas, tak ada yang lain lagi dalam hati ini selain namamu. Meski siapapun yang datang, tak akan pernah merubah perasaanku kepadamu. Adalah suatu hal yang bodoh, jika aku menduakanmu hanya untuk kembali kepada laki laki pengecut seperti dia. Percayalah kepadaku Mas." kataku sambil menangis dan mencium tangannya.Sesaat kemudian, dia merengkuh aku ke dalam pelukannya dan kembali menciumi pucuk kepalaku."Astaghfiruahaladzim. Maafkan aku ya Dek, yang tadi sempat terbawa emosi, karena jujur rasa cemburu dan takut kehilanganmu, itu seketika merasuki kepalaku. Sebenarnya sungguh sulit bagiku m
Read more
Bab 19
"Sejak kapan kamu punya tekevisi di kost?" tanyaku lagi."Eh itu Kak, maksudku di kamar kost nya Santi, temanku itu lo Kak, hehehhe. Lagi ngerjain tugas sambil nonton televisi," katanya yang kurasa sedikit janggal."Oooo. Mas Ridwan besok ingin bertemu dengan Adit, bisa kan kamu sampaikan kepadanya? Atau kamu ngomong sendiri saja sama Mas Ridwan?" Aku tak ingin tanya panjang lebar lagi kepada Vania, tentang dimana dia saat ini. Ada yang lebih penting saat ini, toh sebentar lagi dia kuga sudah menikah dan akan menjadi tanggung jawab orang lain."Ku kirim nomer teleponnya Mas Adit saja ya Kak. Biar Mas Ridwan bicara sama dia aja. Ku kirim lewat chat ya Kak. Teleponnya aku matiin ya," katanya sepertinya sedang tergesa gesa.Vania mematikan sambungan telepon kami, tanpa mengucapkan salam. Selang satu menit dia sudah mengirimkan nomer telepon Adit, dan aku pun meneruskan pesan itu kepada Mas Ridwan, dan dia pun langsung meneleponnya.Dan panggilan itu segera di jawab olehnya, dan Mas Ridw
Read more
Bab 20
"Dek, nanti aku akan pulang agak telat ya, soalnya kan nanti langsung nemui si Rama alias Adit itu. Dan jangan lupa doakan agar hari ini uang gaji itu sudah turun ya, Dek." kata Mas Ridwan sambil mengenakan sepatunya di teras."Iya, Amiiin Mas. Aku yakin Mas Ridwan bisa menjaga emosi demi kebaikan kita semua. Ingat juga, Mas. Di hatiku saat ini dan nanti hanya ada kamu saja." kataku sambil mengedipkan mata."Iya, Dek. Aku tahu kok, hehehe. Gita, sudah belum, Nak? Sudah pukul tujuh kurang lima belas menit loh ini." teriaknya.Setiap pagi, memang Gita akan berangkat ke sekolah bersama Ayahnya, meskipun arah mereka berbeda, tapi Mas Ridwan selalu mengantar Gita dahulu, kemudian berbalik arah ke tempat kerjanya. Saat pulang sekolah, aku lah yang gantian akan menjemputnya. "Gita sudah siap kok, Yah. Bun, Gita berangkat dulu ya. Assalamualaikum." kata Gita sambil mencium tanganku."Waalalaikumsalam, hati hati ya, Nak. Jangan jajan sembarangan ya. Dan ingat, tetap disekolah saja ya, hingga
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status