All Chapters of Mayat di Balik Plafon: Chapter 21 - Chapter 30
142 Chapters
21. Selimut Bernoda Merah
“Noda merah?!” sergah Abbiyya langsung menatap tajam Adhisti. Adhisti sedikit mengerutkan wajahnya lalu tangannya menarik sisi lain selimut itu dan membaliknya ke arah Abbiyya.“Noda merah, kan?” tutur Adhisti sambil mendongakkan wajahnya guna melihat ekspresi wajah Abbiyya atas apa yang ia tunjukkan.“Darah?” lirih Abbiyya lalu kembali mengarahkan tatapannya ke arah Adhisti.“Pikiran gue mulai travelling! Ini darah pembunuhan atau apa? Kenapa ada di selimut? Mana dimasukin ke kantong plastik hitam lagi?!” papar Adhisti.“Kita bisa bawa ini ke laboratorium forensik biar diperiksa sama tim di sana. Lo masukin lagi ke kantong plastik. Kita cari bukti lainnya kalau ada,” tutur Abbiyya sembari membantu Adhisti meringkas selimut itu lagi.“Lo sama tim lo belum ngecek tempat ini? Kenapa barang segede ini belum kalian temuin?” Tangan Adhisti menali kantong plastik hitam itu dengan cukup kuat. Nadanya seperti menyindir kesatuan tim Abbiyya.Abbiyya yang kini kemandangnya sinis tampak hendak m
Read more
22. Kesunyian
“Angkat! Jangan kasih tahu dia kita ada di mana dan jangan sampe dia curiga!” pekik Abbiyya lalu langsung meminta Adhisti untuk menekan tombol terima di layar ponselnya itu. “Halo! Kenapa?!” sergah Adhisti langsung terdengar jutek tanpa ada sedikit pun rasa ramah dalam setiap suku kata yang ia tuturkan. [“Kenapa lo ngegas terus sih sama gue, Dhis! Gue belum ngomonh apa-apa, lho! Kenapa lo main ngegas kaya gitu?”] tutur Rio dengan nada yang sedikit mendayu. “Basi! Buruan mau ngomong apa?! Gue sibuk!” tukas Adhisti kini tampak menyilangkan salah satu tangannya di depan dada. [“Balik, gih! Kelarin kerjaan lo di unit aja! Ini wi-finya udah kelar! Barusan petugasnya balik dan gue coba udah bisa kok! Lancar jaya!”] Rio terdengar sangat bangga dengan apa yang ia paparkan itu. “Makasih! Tapi nanggung, gue udah bayar kafenya! Rugi kalau nggak diselesaiin sekalian! Lagian Bang rafa juga belum balik dari warnet ‘kan? Gue nggak mau di ujit berdua aja sama lo! Dasar mesum!” Abbiyya sedikit me
Read more
23. Aksi Adhisti
Adhisti berdiri di depan kamar Rio, tangannya melekat di daun pintu itu lala mengetuknya perlahan. “Bang Rio! Ini Adhisti! Boleh masuk?” panggil Adhisti di sela-sela ketukan tangannya. Tak ada jawaban dari dalam, Adhisti segera menggeser tangannya ke atas knop pintu, lalu perlahan ia memutar benda seukuran genggamannya itu. Sebuah ruangan dengan aksen temaram kini hadir di hadapan Adhisti. “Gue harus nemuin apapun itu yang bisa bikin Rio masuk penjara! Gue bakal pastiin kalau Rio yang udah bikin Mawar hamil dan bunuh cewek itu!” gumam Adhisti lalu masuk ke ruangan tersebut. Dengan cukup pelan Adhisti kembali menutup pintu itu. Ia berbalik dan mulai mengedarkan pandangannya ke seisi ruangan. Hanya ada meja kerja, ranjang, sebuah laci kecil di sebelah ranjang, lemari pakaian, tempat sampah, juga kaca yang menggantung di sebelah lemari pakaian. Adhisti langsung berjalan menuju meja kerja Rio dan mengamati beberapa benda yang ada di atas meja kayu itu. Sebuah laptop yang berdampingan
Read more
24. Kehilangan Sampel
“Bang, ehm!” celetuk Adhisti tampak kelimpungan menyembunyikan rasa terkejutnya itu. “Ngapain lo di kamar Rio? Rio mana?” sergah Rafa. Ya, pria yang menepuk pundak Adhisti ialah Rafandra. Kakaknya itu tampak memberikan tatapan menyelidik yang seolah tak memberikan celah sedikit pun bagi Adhisti untuk memindah posisi apalagi tatapannya. “Kok diam? Lo sembunyiin apa? Itu di tangan lo ada apa? Sini tunjukin ke gue!” Tangan Rafandra langsung mencekal bahu Adhisti dan membalik sedikit tubuh gadis itu hingga bisa meraih pergelangan tangannya. Rafa mengangkat tangan kanan Adhisti ke depan muka gadis itu sambil menyipitkan mata. Ia sedikit menggeleng seolah tak paham dengan apa yang ia lihat. “Pegang apaan sih lo?! Sini tangan satunya!” sergah Rada langsung melepaskan tangan kanan Adhisti yang kosong guna meraih tangan kiri gadis itu. Saat Rafa berhasil meriah pergelangan tangan kiri Adhisti, Adhisti berbisik lemah. “Gue nggak pegang apa-apa, orang barangnya jatuh gegara lo ngagetin gue
Read more
25. Satu Langkah Lagi
Adhisti langsung mematikan teleponnya lalu melempar ponselnya ke sisi lain ranjang. Tangan kanannya langsung meraih lengan kanan hoodie yang ia kenakan. Sehelai derit hitam ada di sana sontak menarik mata Adhisti dan membuat gadis itu langsung tersenyum senang. “Gue kira lo beneran hilang! Ternyata masih ada! Huft! Syukurlah! Kalau kaya gini ‘kan gue nggak jadi ngamuk!” kekeh Adhisti lalu kembali mengamati helai rambut itu. “Satu langkah lagi!” Sepertinya benda tipis itu tak benar-benar jatuh ke lantai melainkan menyangsang di kain hoodie Adhisti. Sontak saja gadis itu bangkit dari ranjang dengan telunjuk dan jempol kanan yang menjepit helai rambut tersebut. Ia perlahan membuka nakas yang ada di sebekah tempat tidurnya lalu mengambil sebuah kantong plastik dari sana. Segera saja ia memasukkan sehelai rambut itu ke dalam kantong plastik lalu menurut klipnya. Dengan semangat Adhisti berjalan ke arah pintu keluar sambil memasukkan kantong itu ke saku hoodienya. Saat pintu terbuka,
Read more
26. Karena Hujan
“Angel ada tugas di luar kantor. Dia baru balik sekitar tiga jam lagi. Lagi pula, kalaupun Angel ada di sini sekarang, hasil akuratnya akan keluar besok bukan sekarang,” papar Abbiyya sambil memandang Adhisti yang masih membuka mulutnya. “Jadi lo mau bilang kalau percuma gue hujan-hujan ke sini? Gue udah bahas kaya gini lo, Biy!” pekik Adhisti mulai memprotes apa yang ia rasa tak benar. “Ya siapa suruh lo nggak info dulu? Tadi lo telepon tapi tau-tau lo matiin, giliran gue telepon bolak-balik lo nggak angkat. Terus sekarang salah gue gitu?” sergah Abbiyya sambil mengerutkan dahinya. “Astaga! Sialan!” pekik Adhisti. “Haciuww!” Satu pekikan lolos dari bibir tipis gadis itu. Sudah dipastikan hujan deras yang menimpanya itu langsung membuat tubuh Adhisti terserang penyakit flu. “Lemah banget, sih! Baru kena hujan aja udah flu!” pekik Adhisti sambil menggosok hidungnya kasar. Sementara Abbiyya tiba-tiba mencekal tangan kiri Adhisti dan membawanya masuk ke dalam kantor polisi. “Eh, mau
Read more
27. Salah Target
Mata Adhisti langsung berubah melotot tangannya tiba-tiba melepaskan genggaman pada alat makannya hingga suara piring dan sendok yang beradu menarik perhatian Rafa dan Rio. “Kenapa lo, Chaay? Tau-tau melotot gitu, kesurupan lo?” celetuk Rafa sambil mengunyah makanannya memandang ke arah Adhisti. “Ekhm, itu! Temen gue ada yang chat katanya kena musibah! Kayanya gue mesti buru-buru, deh!” sergah Adhisti lalu dengan cepat menjejalkan nasi ke dalam mulutnya juga meneguk air. Tak menunggu apa yang ada di dalam mulutnya tertelan dengan baik, Adhisti kini malah tampak segera bangkit dari kursinya. “Heh, makan lo belum habis! Main pergi aja! Sedarurat apa, heh?!” sergah Rafa langsung mencekal pergelangan tangan Adhisti hingga membuat kangkah gadis itu terhenti. “Makan dulu ajalah, Dhis! Lagian nggak bakalan lama kok. Ntar kalau lo sakit gimana?’ timpal Rio kini mulai turut hadir dalam aksi penghentian Adhisti. “Aduhh, kalau gue makan dulu, temen gue keburu mati! Udah ya, nanti makanan g
Read more
28. Kembali ke Unit 804
“Iya, di lokasi kami nggak menemukan reaksi luminol yang mestinya ditunjukkan cairan itu ketika ada bekas darah di lokasi. Lokasi bersih!” pekik Ganendra. “Hah?! Gimana bisa? Terus kejadian pembunuhan Mawar di mana kalau bukan di unit dia sendiri?!” sergah Adhisti. “Duduk dulu! Ganendra, anda duduk!” titah Abbiyya pada Adhisti dan Ganendra sambil mempersilakan dengan tangan kanannya. “Lo bener-bener udah cek semua sudut ‘kan, Gan? Mungkin nggak kalau ada yang terlewat atau pemeriksaan kalian kurang tepat?” tanya Abbiyya sambil menoleh ke arah Ganendra. “Semua sudah dilakukan sesuai prosedur, Pak Abbiyya! Dan kami tak menemukan tanda-tanda apapun yang menunjukkan lokasi itu sebagai tempat pembunuhan, Pak! Dan itu artinya, korban dihabisi di lokasi lain, Pak! Karena tak mungkin jika mengingat keadaan korban yang terpotong-potong lokasi tak meninggalkan jejak luminol sedikit pun!” terang Ganendra. “Baiklah, terima kasih atas laporan dan pemeriksaan yang telah kalian lakukan. Anda bi
Read more
29. Pesan Terakhir
“Ya siapa tahu mereka belum punya uang buat panggil penghulu jadi nyicil lainnya dulu? ‘Kan sekarang banyak orang ngawur, Biy!” celetuk Adhisti “Ngaco lo! Nyicil kok nyicil anak! Gini aja, deh! Kita cari sesuatu yang bisa bawa kita ke pacar dia. Habis itu biar gue bikin surat panggilan buat bawa dia ke kantor polisi!” pekik Abbiyya. “Ahh!” celetuk Adhisti tiba-tiba nyaris menubruk bahu Abbiyya. “Coba lo cek tengah atau belakang buku itu! Pasti si Mawar ada nulis password media sosial dia! Ntar tinggal gue login di ponsel gue!” pekik Adhisti. Lalu Abbiyya pun segera melaksanakan apa yang Adhisti tuturkan. Dan saat membuka halaman terakhir, benar saja ada sederet nama-nama akun beserta semua passwordnya. “Pinter juga lo, Dhis! Buruan login, deh!” pekik Abbiyya. Adhisti segera mengambil alih buku tersebut dan sedikit menyingkir dari sisi sofa agar Abbiyya bisa leluasa memeriksa sofa lagi tatkala ia masih sibuk masuk ke akun media sosial milik Mawar. Beberapa menit setelahnya, tampa
Read more
30. Izin Memilikinya
Adhisti melangkahkan lagi kakinya ke dalam unit apartemen Rio saat kedua pria itu sedang duduk bersama di ruang tamu mereka sambil meneguk kopi mereka. “Bang Rafa nggak jaga warnet?” tanya Adhisti sambil sedikit menunjuk ke arah Rafa yang bari saja menyeruput kopi dari cangkir beningnya. “Gue shift malam hari ini, Chaay! Gimana sama temen lo? Emang dia kenapa, sih?” sahut Rafa lalu menepuk bahu sofa sebagai kode agar sang adik duduk di sana. Adhisti berjalan menuju sofa tersebut sambil menarik napas panjang. Sebuah drama akan segera ia karang setelah ini. Itu sudah pasti. “Dia kecelakaan di jalan, Bang! Waktu bilang ke gue katanya keserempet motor, pas gue sampe lokasi ternyata udah di bawa ke rumah sakit! Ya udah gue susulin ke rumah sakit ‘kan, gue pikir ada yang bocor atau apa gitu, eh ternyata cuma lecet aja. Habis lukanya dibersihin ya gue anter balik, deh!” pekik Adhisti. “Ohh, siapa sih emangnya?” tanya Rio. “Gue jelasin juga Bang Rio nggak bakal paham. Udahlah gitu aja,
Read more
PREV
123456
...
15
DMCA.com Protection Status