All Chapters of Mayat di Balik Plafon: Chapter 11 - Chapter 20
142 Chapters
11. Space Room
Abbiyya tampak sibuk dengan semua berkas yang ada mejanya, semua laporan kasus yang menimpa Adhisti di kamar apartemennya secara seketika membuat mejanya penuh dengan file laporan yang memang ia minta semalam. Tok! Tok! Tok! Seorang petugas tiba-tiba mengetuk ruang kerja Abbiyya dengan pelan, namun mata tajam Abbiyya langsung mengarah ke arah pintu dan mempersilakan pria itu masuk. “Ada kabar apa? Kalian telah membawa laporan yang saya minta semalam?” Abbiyya seorang yang tak menyukai basa-basi selalu menjalankan misinya dengan lantang. Ia akan cenderung terlihat galak dengan semua pertanyaannya yang tanpa pembuka itu. “Sudah, Pak! Berikut adalah laporan yang kami dapatkan dari pengurus apartemen mengenai selentingan berita space room tersebut!” pekik sang petugas lalu menyodorkan sebuah map sambil sedikit membungkuk. Abbiyya segera meraih map itu dan membukanya di tempat. Matanya langsung dengan tajam membaca deretan tulisan itu dengan teknik membaca cepat yang ia kuasai. “Pengu
Read more
12. Mempertaruhkan Lencana
“Apa?! Membebaskannya?! Apa kau sudah kehilangan akal pikiranmu, Abbiyya?!” Anas tampak mengamuk bahkan ia hingga bangkit dari kursi singgasananya. Pria itu menatap tajam Abbiyya yang kini hanya menatap meja kerja Anas. “Baiklah! Saya tahu anda adalah personil terbaik kami dan anda tak akan memberikan ide buruk untuk kasus yang bukan permainan ini. Jadi apa alasan anda, Abbiyya?” tutur Anas tampak berusaha meredam emosinya itu dengan baik. “Saya rasa ada banyak kejanggalan, Pak! Penangkapan Adhisti sebenarnya bukan kunci selesainya masalah ini. Saya merasa dia hanya kambing hitam bagi sang pelaku. Banyak kemungkinan lain yang mungkin bisa kita curigai,” papar Abbiyya kini sedikit mendongak melihat ke arah Anas. “Kemungkinan apa? Kemungkinan yang mana?” Anas kembali mendudukkan dirinya ke kursi kerja miliknya lalu meletakkan kedua tangannya di atas meja tersebut. “Adhisti mengatakan jika apartemen yang ia tinggali itu memiliki space room yang mengarah kepada dengan lantai yang ber
Read more
13. Sisi Lain Abbiyya
“Hey, Abbi!” pekik Ganendra salah satu kawan satu pekerjaan dengan Abbiyya yang tiba-tiba muncul dari pintu ruangan Abbiyya. Dengan cepat Abbiyya menyelipkan foto itu kembali ke salah satu notesnya dan segera menutup lacinya rapat saat Ganendra semakin mendekatinya. “Sembunyiin apaan? Perasaan selalu ngunci rapat laci?” tutur Ganendra lalu duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan meja kerja Abbiyya. “Adalah, bukan urusan lo juga! Kenapa tiba-tiba manggil gitu? Ada info baru? Atau mau diskusi soal kasus yang lagi lo tangani?” tanya Abbiyya. Ganendra dan Abbiyya merupakan kawan satu angkatan saat masa pendidikan, tak heran jika keduanya terlihat sangat akrab dan berbahasa gaul saat saling berbicara satu sama lain di luar tugas mereka. “Bukan! Lagi nggak ada yang mau didiskusikan! Cuma ada yang mau gue tanyain!” pekik Ganendra kini menyandarkan punggungnya ke kursi yang kala itu ia duduki. “Apa?” Abbiyya meraih kulkas mini yang ada di belakang meja kerjanya lalu mengambil dua
Read more
14. Status Tahanan
Keesokan harinya, tepatnya pukul 9 pagi, Abbiyya tampak berjalan mendekati sel tahanan Adhisti namun sedikit berbelok ke arah meja penjagaan. Pria itu memberikan selembar surat lampiran dan tak lama usai membacanya, sang petugas langsung berjalan ke arah sel Adhisti dengan satu gebok kunci. Suara gembok yang gemeletak langsung membuat Adhisti tersadar dari lamunannya yang sedikit membawanya pada alam bawah sadar alias ketiduran. Ia segera mendongakkan kepalanya dan mengedip-kedipkan matanya untuk mengetahui siapa yang baru saja membuat suara berisik hingga mengganggu waktu istirahat paginya itu. “Nona Chaaya Adhisti Pramagya, hari ini status anda diturunkan menjadi tahanan kota. Anda diperbolehkan kembali ke kediaman anda!” pekik sang petugas yang membukakan pintu sel. Wajah Adhisti yang kala itu sedang memfokuskan cahaya, kini malah semakin berkerut saat mendengar penuturan sang petugas. Adhisti segera bangkit lalu menghampiri petugas itu di ambang pintu jeruji yang selama dua mal
Read more
15. Perintah Bukan Tawaran
“Tunggu! Sejak kapan lo pakai bahasa gue?! Shit! Lo siapa, sih?! Jangan bilang dari awal emang lo udah ngincer gue ya?! Mau apa lo?!” sergah Adhisti kini tampak lebih panik daripada sebelumnya. “Heh, Adhisti! Ngaco lo! Lo pikir gue beneran mau culik lo?! Ngapain juga gue culik lo, heh?! Aneh!” umpat Abbiyya kini turut menatap Adhisti kesal. “Ya terus?!” “Gue cuma mau keadilan buat kasus ini! Gue ngerasa lo nggak salah! Dan lo pantes untuk dapat kesempatan kedua buat buktiin kalau lo bukan pelakunya! Dan karena itu gue jaminkan lencana gue untuk bisa bebasin lo! Dan sekarang, lo malah nuduh gue jadi penculik? Gak tahu diri lo ya!” Abbiyya memutar posisi duduknya hingga menghadap ke arah depan kemudi. Adhisti cukup tercekat dengan penjelasan yang Abbiyya berikan. Ia cukup terkejut saat mengetahui fakta bahwa Abbiyya ternyata masih memiliki sedikit kepercayaan pada dirinya jika bukan ia yang menjadi dalang kasus mayat di balik plafon itu. “Kenapa lo mau percaya sama gue? Kita baru k
Read more
16. Kembali ke Neraka
“Iya, Rio! Gue nemuin banyak kejanggalan tentang dia, tentang semua sikapnya selama gue menangani kasus ini. Lo bisa baca semuanya di situ,” tutur Abbiyya sembari menyodorkan berkas itu ke tangan Adhisti.Dengan cukup cepat, Adhisti segera mengambil benda itu dari tangan Abbiyya dan membukanya dengan sedikit sarkas. Sepanjang ia membaca, matanya sedikit memicing, lalu kembali membulat, dan tak lupa kerutan di dahi.“Gue tahu ini bukan alasan yang kuat, makanya gue nggak bawa berkas ini untuk dilaporkan ke kantor polisi. Ini cuma praduga gue, bukan bukti. Dan cuma lo yang bisa bawa bukti itu! Lo yang bisa cari tahu, Dhis!” bujuk Abbiyya masih terus memandangi Adhisti yang masih fokus membaca.“Tapi gimana kalau bukan dia pelakunya dan kita cuma habis-habisin waktu kita?” tanya Adhisti kini membalas tatapan mata Abbiyya.“Kita akan menyelidiki semuanya, Dhis! Semua kemungkinan adanya nama lain. Tapi tanpa melupakan Rio. Gue juga belum menemukan apa motivasi Rio dan gimana dia bisa kenal
Read more
17. Manusia Binatang
Adhisti masuk ke dalam unit apartemen 702 usai bersama sang kakak memastikan Abbiyya telah pergi dari sana. Baru saja dua langkah kaki Adhisti memijak lantai unit milik Rio itu, sang pemilik tiba-tiba muncul dari arah dalam. “Lho, Adhis?!” pekik Rio tampak terkejut dengan kehadiran Adhisti di sana. Rafa yang awalnya merangkul Adhisti, kini langsung melepas rangkulannya. “Lo di sini? Lo udah bebas, Dhis?” lanjut Rio kini semakin berjalan mendekati Adhisti. Seperti yang diketahui, rasa kesal Adhisti atas Rio kembali muncul. Gadis itu kini telah memberikan tatapan tajam pada sang lawan bicara. “Lo buta, Bang? Nggak bisa liat? Udah tahu gue ada di sini malah masih tanya?! Gimana sih lo!” omel Adhisti sembari memutar bola matanya malas. “Dhis! Nggak boleh gitu, ah! Orang dia tanya baik-baik!” sergah Rafandra sontak menyikut lengan kiri Adhisti. “Bodo amat! Siapa suruh tanya hal yang nggak penting! Tanpa dia tanya pun semestinya dia udah bisa tahu! Makanya kalau punya mata sama otak it
Read more
18. Pertahanan Diri
“Permisi! Selamat pagi!” pekik suara seseorang dari arah luar unit apartemen Rio. Adhisti yang menyadari keberadaan orang lain di sana, segera melempar pakaian yang sedari tadi ia dekap untuk membatasi dirinya dari Rio juga mendorong cowok itu saat lengah. “Sialan!” umpat Rio saat tubuhnya kini terantuk dinding dan kehilangan Adhisti dari dekapannya. Adhisti yang mampu menggunakan waktu dengan baik, segera berlari ke arah pintu keluar dan mendapati Abbiyya berdiri dengan sebuah paperbag di tangannya sambil sedikit celingukan. “Biy!” pekik Adhisti langsung menghamburkan tubuhnya ke badan kekar Abbiyya lalu memeluknya erat. Abbiyya yang saat itu amat terkejut dengan tingkah Adhisti hanya bisa membiarkan gadis itu memeluknya tanpa membalas sedikit pun. Tangan Abbiyya masih mengawang sementara raut mukanya dipenuhi rasa bingung. “Dhis, lo kenapa? Hey, semua baik-baik aja ‘kan?” lirih Abbiyya lalu akhirnya sedikit menepuk pundak Adhisti. “Pergi! Ayo pergi dari sini!” Adhisti langsung
Read more
19. Rencana Penyelidikan Pertama
Abbiyya dan Adhisti kini duduk di salah satu set kursi dan meja salah satu tempat makan berbahan dasar daging tersebut. “Jadi apa rencana lo?” tanya Abbiyya saat mereka bersua telah lama beridam diri menunggu menu pesanan mereka datang. Adhisti menyeret pandangannya dari ponsel yang sedari tadi ia cekal ke arah Abbiyya. “Hmm, kenapa? Bentar, bentar! Dikit lagi filmnya ke upload! Gue bisa nggak makan kalau gue telat dikit!” tutur Adhisti sambil membentangkan telapak tangannya tepat di depan wajah Abbiyya saat pria itu hendak mengatakan sesuatu. “Jadi lo dari tadi ngurusin film gelap lo itu?! Kurang ajar nih anak! Lo nggak ada takut-takutnya gitu sama gue?! Gue bisa laporin lo ke polisi, lho!” pekik Abbiyya. “Abbiyya, tugas lo itu kasus mayat di balik plafon kamar gue. Bukan kasus pelanggaran hak cipta dan hak dagang! Udah deh! Diem aja!” sergah Adhisti. “Heh, berhenti gak! Gue cuma nunggu waktu aja buat laporin lo! Lo berhenti atau gue lapor sekarang!” sergah Abbiyya. “Hih bawel
Read more
20. Unit Apartemen 804
Keesokan paginya saat sarapan bersama, Adhisti tampak telah berpakaian rapi dengan sebuah paperbag yang ia letakkan di sebelah kursi makannya. “Mau ke mana, Chaay? Kenapa pagi-pagi udah rapi gitu? Perasaan lo selalu di rumah terus. jangan keseringan main di luar, Chaay! Lo masih dalam status tahanan kota!” pekik Rafa lalu menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. “Iya, Bang! Gue inget. Tapi gue nggak bisa terus di sini, gue butuh wi-fi, Bang! Lo tahu ‘kan gue nggak pernah keluar kamar karena wi-fi lancar jaya. Nah kalau gini, ‘kan gue mesti cari tempat lain,” dusta Adhisti. “Oh, iya! Gue lupa soal itu!” pekik Rafa. “Dipindah aja, Raf! Paket wi-fi lo di unit 706 suruh sambungin ke sini aja, daripada di sana malah dipake sama tetangga. Di sini pasti sinyalnya kecil banget!” sahut Rio kini ikut buka suara. “Eh, iya juga! Gini aja deh, Chaay! Selepas gue jaga warnet nanti, gue ke kantor mereka buat minta pindah ke sini. Jadi lo nggak perlu keluar-keluar segala!” Rafa bangkit dari kursiny
Read more
PREV
123456
...
15
DMCA.com Protection Status