All Chapters of Mayat di Balik Plafon: Chapter 31 - Chapter 40
142 Chapters
31. Tengah Malam
Malam hari datang, Adhisti yang kala itu sedang duduk di meja kerja kamarnya dan menghadap laptop juga segelas kopi manis, tiba-tiba mendapat ketukan dari pintu kamarnya. “Siapa?!” teriak Adhisti sambil mendongakkan kepalanya ke arah pintu kamar yang memang sengaja ia kunci itu. “Gue! Buka buruan! Gue mau ambil barang di dalam!” pekik suara Rafa langsung membuat Adhisti ber-ohh panjang. Gadis itu segera bangkit dari kursinya lalu berjalan ke arah pintu. Tak ada satu menit, pintu itu akhirnya terbuka juga. “Udah rapi aja, mau berangkat ke warnet sekarang?” Adhisti bersandar pada pintu tatkala Rafa melangkah masuk dan membuka lemari pakaian milik Adhisti. “Iyalah, ini aja udah telat lima menit gegara gue ketiduran! Tuh si Jono udah ngomel-ngomel di chat!” gerutu Rafa sambil terus mengacak-acak isi lemari Adhisti yang sesungguhnya tak sepenuh itu. “Cari apa sih lo! Jangan diberantakin gitu, dong!” protes Adhisti sembari berjalan ke arah Rafa yang masih tampak terburu itu. “Jaket!
Read more
32. Binatang Malam
Usai bergelut dengan semua pilihan satu dan dua, berikut semua risiko dan keuntungannya, Adhisti akhirnya memutuskan untuk melanggar janjinya pada Rafa. Ia bangkit dari kursi dan meraih sebuah hoodie yang ia sampirkan di tepi ranjang. Tak hanya mengenakan hoodie yang tertutup dengan kaos di dalamnya, Adhisti juga mengenakan celana jeans panjang guna menutupi kaki jenjangnya itu. Saat ia tengah bercermin, tiba-tiba sebuah ide melintas di otaknya. Tangan gadis itu langsung meraih botol semprotan parfum juga sebuah cutter lipat yang ia simpan di laci meja kerjanya. “Kalau aja Rio atau para lelaki hidung belang di luaran sana ngelakuin hal yang macam-macam, liat aja! Gue bakal bikin mata mereka buta pakai parfum ini! Sekalian aja biar gak bisa liat cewek jadi gak kegoda mulu!” bisiknya. Adhisti menutupkan bagian kepala hoodie itu ke kepalanya lalu berjalan ke arah pintu. Dengan berhati-hati, ia melekatkan telinganya ke daun pintu berharap mendengar sesuatu dari luar sana. “Rio udah t
Read more
33. Menjadi Tawanannya
Bruak!! Baru saja pesan yang Adhisti ketikkan pada Abbiyya berhasil terkirim, tiba-tiba Adhisti tersandung sebuah batu hingga membuatnya tersungkur ke tanah. “Sialan!” umpat Adhisti begitu dagunya menyosor dan melekat dengan tanah di tengah malam itu. Rio yang melihat Adhisti terjatuh dan kini sedikit mengaduh malah tersenyum miring. Kepalanya sedikit miring ke kanan sambil menyiulkan nada mengejek atas jatuhnya Adhisti. Adhisti menoleh ke belakang dan menyadari jaraknya dengan Rio yang semakin dekat. Dengan masih terus mengaduh dan meringis, Adhisti bersusah payah untuk bangkit. “Arghh!” pekik Adhisti saat kakinya yang terkilir kini terasa menegang saat ia memaksa untuk berdiri. Awalnya tubuhnya yang telah hendak berdiri kembali runtuh dan memegangi tungkainya. “Kenapa sih, Dhis? Gue cuma mau nganter lo doang! Lo nggak perlu takut kaya gini, dong!” pekik Rio sambil terkekeh dari posisinya. “Gue nggak mau dianter! Lo balik aja! Gak usah urusin gue!” teriak Adhisti lalu mulai se
Read more
34. Medic
Seketika Abbiyya menghentikan mobilnya dan langsung menoleh ke arah Adhisti dengan raut muka yang terkejut. “Maksud lo?! Tadi lo dikejar Rio? Gimana bisa?” sergah Abbiyya langsung mengubah posisi duduknya menghadap Adhisti. “Kita ke kantor polisi dan visum sekarang okey?! Nggak perlu tunggu kasus mayat itu lagi, kita bisa bawa Rio ke kantor polisi untuk kasus lo ini dulu, setelahnya kita pikir nanti!” pekik Abbiyya. Bukannya setuju atas saran Abbiyya, Adhisti malah tampak segera menoleh pada Abbiyya dan menggeleng kuat. “Jangan! Nanti Bang Rafa bisa tahu!” Adhisti terus menggeleng dan menatap Abbiyya dengan mata berkacanya. “Ya biarin dia tahu, Dhis! Biar dia tahu kalau temennya itu nggak baik buat adiknya!” pekik Abbiyya. “Nggak bisa! Bang Rafa bakal salahin gue, Biy! Dia udah larang gue keluar malam ini supaya Rio nggak macem-macem sama gue! Tapi gue langgar. Bang Rafa nggak bakalan suka itu, Biy!” terang adhsiti. “Ya tapi lihat dong keadaannya sekarang! Kakak mana yang bakal
Read more
35. Menjadi Kuat Sendiri
“Maksud lo apa?” celetuk Adhisti sembari mengerutkan dahinya. Abbiyya tampak menghela napas lalu menurunkan tangannya dari hadapan dagu Adhisti. “Gue bukan orang awam yang bisa nilai perilaku seseorang, Dhis! Sejak gue ketemu lo di apartemen lo dengan semua penolakan dan makian lo itu, gue tahu tepat lo orang seperti apa,” tutur Abbiyya. “Mana mungkin bisa gitu! Mustahil!” tolak Adhisti mengelak sekenanya. “Gue tahu lo orang yang kelewat mandiri alias lo bisa lakuin apa pun sendiri, pembuat onar sejati yang nggak perlu diragukan, nggak punga takut meskipun lo lagi ngomong sama aparat yang bakal nggak lo kenal. Dan sejak gue tahu lo kuat karena Rafa nggak jenguk lo ke sel penjara waktu lo ditahan, gue tahu lo bisa tahan semuanya dengan baik.” “Tapi liat sekarang? Sekarang lo seolah rapuh, Dhis! Lo gampang jatuh! Lo mudah down! Lo beda! Gue nggak liat Adhisti yang pemberani yang gue liat pertama kali. Ya, gue tahu emang nggak selamanya baik menahan perasaan sedih sendirian. Tapi ngg
Read more
36. Memancing Gelagatnya
“Lo mau ke mana Dhis tengah malam begini? Atau Rio datang ke kamar lo jadi lo kabur?” tanya Abbiyya memandangi Adhisti yang saat itu masih menautkan senyuman di wajahnya. “Tadi niatnya gue mau ngelembur di kamar, tapi tiba-tiba Guntur telepon dan kabarin kalau dia udah kirim gaji gue, dan sesuai perjanjian, gue mesti buru ambil uangnya biar rekening gue nggak kedetect banyak uang,” papar Adhisti sambil sedikit meringis. “Percuma tahu, Dhis! Mau diambil cepet atau lambat, historinya selalu ada! Kalau polisi lagi gencar sidak ya lo tetep bakalan kena,” sela Abbiyya. Adhisti sejenak memutar bola matanya dan memandang ke atas. Dahinya sedikit berkerut seolah sedang benar-benar memikirkan apa yang Abbiyya katakan. “Eh, iya juga ya! Duh, si Guntur bego banget, sih bikin aturan!” pekik Adhisti. “Terus sekarang gimana? Lo nggak bisa terus sama gue, abang lo bakalan nyari lo juga ‘kan?” tanya Abbiyya. “Lo mau anter gue ambil uangnya nggak? Sekalian aja gitu, hehe! Setelah itu, yaa, gue m
Read more
37. Setelah Kepergian
“I-iya, Pak Abbiyya! Saya akan mencobanya! Ehm, ada yang bisa saya bantu lagi? Sepertinya malam semakin merenggut cahaya saat ini, saya khawatir akan berbahaya bagi anda untuk kembali terlalu larut!” pekik Rio seolah mengusir Abbiyya. Abbiyya tampak sedikit mengangguk lalu melirik ke dalam unit, rasanya Adhisti telah mengunci kamarnya, dan sekarang ia bisa pergi dari sana. “Baiklah, Pak Rio! Terima kasih atas kerja samanya, mohon maaf mengganggu tengah malam seperti ini. Semoga hari anda menyenangkan dan jaga diri anda sendiri, Pak! Termasuk menahan diri dari kehancuran orang lain!” tutur Abbiyya sambil sedikit tersenyum palsu. “Saya permisi, Pak Rio!” Abbiyya sedikit mengangguk lalu berjalan meninggalkan unit itu saat Rio telah membalas anggukannya. Baru saja tiga langkah Abbiyya jejakkan, Rio langsung masuk ke dalam unitnya dan menutup pintu itu tergesa. “Semoga kali ini Adhisti benar-benar aman!” pekik Abbiyya sambil meraih ponselnya dari saku. Pria itu segera mengetikkan pesa
Read more
38. Perdamaian dengan Iblis
Adhisti hanya terdiam mendengar semua pengakuan Rafa itu. Terkadang ia bingung dengan gelagat sang kakak. Terkadang ia tampak bisa memberikan kasih sayang yang istimewa, tapi terkadang sikapnya sangat ketus dan kasar. Rafa berbalik usai mengambil pakaian yang ia inginkan. Pria itu berjalan ke arah Adhisti sambil usai menarik napas saat melihat sang adik hanya menunduk. “Hey, sorri! Gue terlalu kasar, ya?” bisik Rafa kini berjongkok di depan Adhisti dan mengusap kepala Adhisti kembut. “Sorri ya, Chaay! Bukan gue mau biarin lo sendiri, tapi kerjaan gue juga lagi banyak. Gue bingung kalau semua mesti gue yang lakuin, jadi lo bisa ‘kan obatin lebam lo itu sendiri?” tutur Rafa kali ini dengan sedikit lembut. “Bisa, Bang! Maaf ya selama ini gue selalu ngerepotin lo,” lirih Adhisti tanpa menatap Rafa. Tangan Rafa kini beralih memegang dagu Adhisti dan sedikit mengangkatnya untuk memandang dirinya sendiri. “Hey, lo adik gue jangan bilang gitu. Gini aja, mau gue ambilin es batunya? Lo ti
Read more
39. Menjemputnya
Dengan mata nyalangnya, Adhisti berusaha menjauhkan diri dari Rio dan sedikit mendorongnya. Plak!! “Kurang ajar lo!!” pekik Adhisti lalu langsung berbalik usai memberikan tamparan kencang pada Rio itu. Namun saat ia berbalik, matanya langsung membulat ketika melihat seorang pria berdiri di depan pintu unit. “Maaf, saya menganggu ya?” tutur pria itu sambil sedikit mendelik dan melirik ke arah Rio yang saat itu sedang memegangi pipinya. “Abbiyya,” lirih Adhisti sembari langsung menoleh ke arah Rio lalu berjalan ke arah Abbiyya. “Kenapa? Kenapa lo ke sini? Bukannya–” tutur Adhsiti tiba-tiba terpotong saat Rio yang berusaha tampak tegap dan tak lagi memegangi pipinya datang lalu menyela. “Pak Abbiyya datang untuk jemput lo, Dhis! Lo bakal jalanin pemeriksaan bertahap mulai hari ini. Gue kemarin mau ngomongin ini ke lo tapi lo keburu tidur,” terang Rio menjelaskan. Saat Rio mengatakan mengenai pemeriksaan bertahap, Adhisti langsung teringat dengan pesan yang Abbiyya kirimkan semala
Read more
40. Pemeriksaan Bertahap
“Gue udah pernah jelasin masalah itu ‘kan? Lalu kenapa lo masih bingung? Kenapa kasih mempertanyakan alasan gue bebasin lo?” sergah Abbiyya sedikit ketus sembari menjalankan kembali mobilnya. “Ehkm, iya sih! Tapi masa sih lo bakal mempertaruhkan lencana lo setiap ada tahanan yang lo rasa nggak bersalah tapi ditahan? Itu ‘kan alasan lo bebasin gue dan jaminkan lencana lo?” Adhisti kembali menatap Abbiyya sambil menyandarkan kepalanya kesadaran seat mobil “Gue punya banyak pertimbangan saat ambil keputusan ini. Gue nggak bakal sembarangan jaminkan lencana gue. Anggap aja lo beruntung! Jadi nggak usah lagi diributkan masalah kenapa gue bebasin lo dengan lencana gue!” omel Abbiyya kini terdengar sangat muak dengan pembahasan itu. Adhisti hanya membalas dengan ohh panjang lalu merebahkan tubuhnya ke sandaran seat dengan benar dan menoleh ke sisi kiri memandangi puluhan motor yang berada di jalanan itu. Keduanya sampai di kantor polisi dan dengan segera Abbiyya mengajak Adhisti untuk me
Read more
PREV
123456
...
15
DMCA.com Protection Status