All Chapters of Kami Yang Tak Pernah Ada di Hatimu: Chapter 21 - Chapter 30
90 Chapters
21. Kebaya Pengantin Untuk Hana
"Ma, Papa ada nelpon nggak?"Sebuah pertanyaan yang membuat Hana bingung bagaimana menjawab."Em Sayang, maafkan Mama ya. Ponsel Mama ketingalan di rumah."Wajah Syaina seketika berubah."Nanti kalau Papa nelpon gimana, Ma?""Kalau Papa nelpon terus nggak Mama angkat, pasti Papa nggak nunggu kita pulang. Langsung balik ke Jakarta.""Tapi Syaina pengen ketemu Papa.""Iya Sayang, tapi Mama benar-benar lupa. Nggak disengaja. Mama minta maaf, ya.""Yaudah deh, tapi janji nanti pas nyampai rumah isi pulsa terus langsung telpon Papa, ya."Hana mengangguk demi menyenangkan hati putrinya. Memang selama ini ia selalu menolak jika Syaina meminta menelpon sang Papa. Alasannya tak lain, karena tak ingin mengganggu Langit. Jujur, ia berharap lelaki itulah yang terlebih dahulu menelpon, tapi seminggu lamanya terlalui, tak satu kalipun Langit memberi kabar.Palingan juga udah mulai dapat gebetan baru setelah Lina. Huh, dasar lelaki.Hana kembali disibukkan dengan mengurus anak-anak hingga waktu teru
Read more
22. Alhamdulillah, Sah
Degup jantung Hana berpacu kencang. Antata keterkejutan dan rasa keraguan. Ia masih bimbang.Jika tak pikirkan perasaan sang anak, dalam kebimbangan seperti ini, Hana memilih menolak saja. Toh, hatinya masih ragu. Namun, melihat wajah penuh damba sang anak, jahat rasanya jika ia menolak."Ma, mau ya sama Papa?"Entah Syaina paham atau tidak apa yang ia lihat dengan kedua matanya. Tapi permintaan bocah itu untuk mengiyakan, membuat kepala sang ibu pada akhirnya mengangguk perlahan.Mendapati keiyaan sang mantan istri, seketika Langit berucap syukur."Alhamdulillah."Ia reflek menggendong buah hati untuk kemudian mengecup kening dengan kuat. Sementara Hana merasa dadanya sedikit bergemuruh. Tak ia pungkiri jika cinta untuk lelaki itu masihlah mendominasi di dalam hati. Ia hanya takut terluka. Sebab ternyata tak ada yang lebih menyakitkan dalam hidup melainkan perceraian yang terjadi satu tahun silam.Tapi lagi-lagi jika melihat Syaina amat bahagia dalam dekapan sang Papa, seketika rasa
Read more
23. Hangatnya Malam Pertama
Syaina berjalan dan duduk di pangkuan sang ayah."Papa sama Mama habis shalat, ya?"tanyanya penasaran."Iya Sayang. Nanti ketika waktunya shalat isya tiba, Syaina mau nggak ikut shalat bareng Mama dan Papa?" tanya Langit pada sang anak."Mau, Pa.""Alhamdulillah.""Pa, Ma, malam ini Syaina tidur dimana?""Tidur di sini Sayang, mau 'kan?"Syaina seketika mengangguk."Terus Papa tidur dimana?""Di sini juga?""Kita tidur bertiga?"Syaina masih tak percaya."Iya, dulu Syaina 'kan pernah minta Papa tidur di rumah ini. Alhamdulillah, doa Syaina dikabulkan Allah.""Alhamdulillah. Syaina tidur di sebelah mana?" tanyanya lagi masih penasaran."Kamu maunya dimana?""Dekat sama Papa dan Mama.""Berarti Syaina tidurnya di tengah Sayang."Bocah itu mengangguk bahagia. Hana dan Langit tampak tersenyum mendapati kebahagiaan putrinya, akhirnya kini mereka dapat menikmati indahnya kebersamaan.Tepatnya setelah melalui cukup banyak cobaan yang tidak saja menguras letih raga bahkan jiwa terasa berkali-
Read more
24. Tertinggalnya Ponsel Langit
Langit mencari keberadaan Rezky di tempat biasa sesuai yang disebutkan lelaki itu tadi di telpon. Lima menit ia mengedarkan pandang namun tak jua ketemu. Akhirnya sebuah tepukan di pundak membuat lelaki itu berbalik dan mendapati Rezky ada di sana."Bikin kaget aja."Rezky hanya tersenyum."Kita duduk di sana yuk.""Tapi aku nggak bisa lama lo, siang ini ada jam operasi.""Oke nggak lama, sebentar aja."Mereka duduk di sebuah bangku yang di sekelilingnya sudah begitu ramai oleh pengunjung."Ada apa?""Aku cuma mau ngasih undangan pernikahan dari Salsa. Masih ingat nggak?"Langit mencoba mengingat."Adik leting kita satu angkatan. Itu lo, yang bantuin kita nyari materi pas lagi nyusun skripsi.""Oh iya, aku ingat. Dia di kota ini?""Iya. Kemarin dia ngajak ketemuan, ternyata mau ngasih undangan pernikahan. Terus dia ingat banget sama kamu, jadi sengaja ngasih undangan juga supaya kamu bisa hadir."Langit meraih undangan di tangan Rezky."Oh ya yang ini orangnya, ingat banget aku sama d
Read more
25. Blokir Nomor Tanpa Ijin
Perasaan Hana sedikit tak tenang, tapi ia coba redamkan dengan menyibukkan diri pada hal-hal lain."Ma, udah nelpon Papa belum?" tanya Syaina ketika bocah itu menghampiri sang ibu."Handphone Papa ketinggalan di rumah temannya, Nak.""Yah, kok bisa ketinggalan gitu?""Ya namanya juga lupa Sayang, nggak ada yang bisa halau."Syaina memasang wajah malas."Yuk makan siang dulu ya, Nak.""Nggak mau. Pengen ngomong sama Papa dulu.""Gini deh, sekarang kita makan dulu. Habis itu kita coba telpon Papa lagi, siapa tahu Papa udah balik untuk ambil ponselnya."Syaina bergeming sejenak."Yaudah deh."Akhirnya bocah itu mau menyantap makan siangnya. Sementara di Jakarta, Langit yang baru berjalan sepuluh menit tersadar jika ponselnya tak ada di saku celana. Secepat kilat ia memutar setir untuk kembali ke rumah Lina. Lelaki itu yakin jika tadi tak sengaja neningalkan benda tersebut di atas bangku taman rumah Reno.*"Jadi tadi Hana sempat video call?" tanya Langit sedikit cemas."Iya, Mas. Aku bil
Read more
26. Bertemu Seseorang di Pernikahan Rezky
Berada sedekat itu dengan Langit ternyata membuat efek berbeda dalam tubuh Hana. Degup jantungnya menyentak tak biasa tersebab ingatan akan sesuatu yang pernah terjadi empat tahun silam kembali membekas dalam jiwa.Flash back "Aku mau mandi, bisa kamu bantu siapkan air panas."Hal yang aneh, ditengah malam buta Langit pulang dan memintanya menyiapkan air panas untuk mandi. Meski penasaran, Hana menuruti permintaan suaminya kala itu. Tapi ada sesuatu yang aneh, tubuh sang lelaki penuh keringat. Napasnya pun terengah-engah dengan wajah memerah seperti sedang menahan sesuatu.Usai mandi sekitar lima belas menit, dengan hanya memakai handuk Langit keluar dan naik ke ranjang."Aku tidak mampu lagi menahannya."Hanya itu yang diucapkan sang lelaki, lalu ia merenggut kesucian Hana dengan cara yang menurut wanita itu benar-benar seperti tak sadarkan diri.Tak lama dari malam itu, berita kehamilan Hana pun tersebar. Ibu dan ayah mertua sangat bahagia, tapi tidak dengan Langit. Ia terus memasa
Read more
27. Istana Lama Rasa Baru
"Kita tetanggaan walau nggak pernah saling tegur sapa," jawab Kalila. Hana hanya tersenyum.Dia tahu Kalila, semenjak kecil sudah mengenal. Tapi memang wanita itu jarang keluar rumah, pun tidak pernah bergaul dengan remaja komplek. Dia hanya berteman dengan sahabat-sahabatnya saja teman sekolahan. Berbeda dengan Dafa yang lebih berbaur dengan lingkungan. Hana bahkan tak pernah berbicara dengan Kalila jika bukan suatu hal yang penting."Mbak Kalila ini adiknya Mas Dafa, Mas."Langit tampak mengingat-ingat nama yang disebutkan istrinya itu."Yang kemarin ketemu di pestanya Salsa?" tanya lelaki itu memastikan.Hana mengangguk."Jadi Mas sempat datang juga ke pestanya Salsa?" Kalila kembali melempar pertanyaan."Iya, tapi kita datang udah agak sorean.""Pantesan nggak ketemu, padahal aku juga datang ke acara itu," ucap Kalila lagi."Wah, kenapa jadi kebetulan begini ya?"Langit jadi tak habis pikir bisa sekebetulan itu takdir tertulis."Oya, di sini menginap dimana?"Sang lelaki kembali
Read more
28. Kenikmatan Yang Sempat Tertunda
Hana hendak bangkit, tapi jemari sang suami yang memegang bahunya membuat wanita itu tak dapat bergerak. Netra Langit tertuju pada bola mata di hadapannya yang menatap tak berkedip. Jemari yang tadi hanya berfungsi untuk menahan kini digerakkan untuk mendorong. Diawal memang terasa tertahan oleh penolakan sang istri, tapi ketika Langit berhasil menyentuh bagian teranum milik sang istri. Perlawanan yang dilakukan Hana perlahan terelai.Inilah malam pertama sesungguhnya. Yang dilakukan Langit atas kesadaran penuh. Semakin lama, Hana pun semakin larut dalam penyatuan cinta mereka. Tasbih dan doa terucap dengan harapan sunnah yang mereka lakukan akan menghasilkan putra dan putri yang shalih serta shalihah.Bagi Langit, malam ini, ia seperti baru pertama kali menyentuh seorang wanita. Sebusuk-busuknya ia, Langit tidak pernah menyentuh wanita yang bukan mahramnya. Pada Hana lah ia melepas keperjakaan, meski dahulu dilakukannya dalam keadaan mabuk.Dan malam inilah ia sempurna merasakan men
Read more
29. Sebuah Dugaan
Langit masih ingin memantau, tapi panggilan dari ruangan poli anak membuatnya tak dapat mengelak. Banyak pasien yang sudah mengantri untuk diobati, akhirnya lelaki itu memilih untuk kembali menjalankan tugasnya, dan berjanji akan menemui Dafa selepas dinas nanti.Jam terus bergulir, kini tepat menunjukkan pukul dua belas siang hari. Setelah selesai memeriksa pasien terakhir, Langit segera keluar ruangan dan berjalan menuju ruang bersalin.Ia langsung berjalan ke bed lima, tempat dimana tadi melihat Dafa masuk. Dua netra lelaki itu membelalak, ranjang bersalin sudah kosong."Kemana perginya pasien di bed ini?" tanya Langit pada perawat jaga."Baru keluar sekitar setengah jam yang lalu, Dok."Langit hanya bisa menghela napas. Dia mencoba mengecek ke parkiran, siapa tahu masih ditemukan di tempat tersebut. Namun ia tak mendapatkan apapun di sana. Bahkan Langit juga sudah mengecek ke luar halaman, tak jua mendapati Dafa dimanapun.Meski masih memendam penasaran, ia terpaksa menyimpan rasa
Read more
30. Godaan Sang Pebinor
Mereka duduk di taman, pada satu bangku panjang. Hana, Syaina dan Dafa."Ma, es krimku udah habis. Aku boleh main plosotan nggak?""Boleh, Nak. Tapi hati-hati, ya."Syaina mengangguk dan berlari ke arah permainan. Sementara masih di tempat duduk, Hana yang sedikit risih setelah kepergian putri kecilnya, menggeser posisi lebih menjauh dari Dafa."Katanya tadi ada hal penting yang mau diomongin, ayo Mas sampaikan aja terus."Dafa terkekeh perlahan."Cuma mau bilang, Mama titip salam rindu untukmu."Dua netra milik Hana membulat."Itu hal pentingnya, Mas?""Iya. Ini justru lebih penting dari lain hal."Hana tersenyum."Bu Maryam apa kabarnya, Mas?""Mama sehat, diusianya yang sudah tua. Masih suka ngumpul-ngumpul seperti anak muda.""Alhamdulillah."Hana menarik napas dalam, teringat pada kedua orang tuanya yang tak lain adalah sahabat karib orang tua Dafa."Jika kedua orang tuaku masih hidup, mereka pasti seperti Bu Maryam.""Iya benar. Tapi usia manusia itu rahasia Allah, tak ada yang
Read more
PREV
123456
...
9
DMCA.com Protection Status