All Chapters of Pembalasan Dendam Istri Lugu: Chapter 11 - Chapter 20
34 Chapters
BAB 11| DAHLIA HITAM
Tetes hujan yang jatuh memercik membasahi bagian depan heels milik Flora. Dia kini sedang duduk di lantai depan minimarket sambil menatap rintik hujan yang tak kunjung usai. Celotehan beberapa orang yang beradu dengan suara hujan, juga kendaraan yang lewat di jalan raya, menjadi penghibur Flora malam ini.Flora duduk memeluk lutut, tatapannya menerawang menembus jutaan air yang turun serentak. Suasana yang tercipta membuat Flora kembali terlempar pada kenangan-kenangan bahagia, lompat pada saat dia menemukan lingerie merah, lompat lagi saat dia kehilangan peri kecilnya. Rasa kehilangan itu masih basah, Flora masih bisa merasakan perutnya yang nyeri, warna dan aroma darah yang mengalir di kakinya.“Es krimnya mencair, Flora.”Lamunan Flora terpotong kala sebuah suara yang mulai familiar menelusup telinganya. Pelan, namun seakan bisa menyaingi gemuruh hujan. Pandangan Flora beralih pada es krim stroberi berbentuk cone di tangannya, segera menyuapkan lelehan es krim ke mulutnya.“Ah ...
Read more
BAB 12| ROOFTOP, FLORA, DAN LUNA
Malam telah menurunkan tirainya, membungkus kota dalam hamparan langit gelap. Gemerlap lampu tempat hiburan malam mulai unjuk gigi, berlomba menjadi yang paling bersinar, paling megah, untuk menarik orang-orang masuk ke dalamnya. Dari tempatnya berdiri sekarang, Flora dapat melihat hamparan cahaya bagai kunang-kunang terbang. Kendaraan merayap, gedung-gedung pencakar langit yang berdiri gagah, pun kesibukan yang menjadi akar julukan ‘kota yang tak pernah tidur’. Flora seakan dikembalikan pada kejadian saat dia ingin mengakhiri hidupnya. Dia tersenyum, teringat pada Kairo. Entah bagaimana dia akan bertemu pria itu lagi. “Cokelat?” Suara yang datang dari samping kanannya, membuat Flora menoleh. Luna telah berdiri di sampingnya, tersenyum lebar sembari mengulurkan cangkir berisi cokelat dengan uap mengepul. “Terima kasih.” Flora balas tersenyum, menerimanya. “Aku sengaja datang ke sini. Beberapa kali aku melihatmu berdiri di sini selepas pulang kerja.” Luna meminum cokelat panasnya,
Read more
BAB 13| ANAK PANAH PERTAMA
“Oh, kenapa tiba-tiba melihat album kelulusanku?” Sakha yang baru saja mandi, handuk masih tersampir di rambutnya, mengernyit saat menemukan Flora yang sibuk melihat-lihat album kelulusan SMA-nya. “Aku hanya suka fotomu di sini, Mas. Kau terlihat manis sekali dengan potongan rambut seperti ini.” Flora mengangkat album, memperlihatkan foto Sakha dengan gaya rambut emo sembari tertawa geli. “Kamu pasti bercita-cita menjadi penyanyi rock saat itu.” Sakha menyampirkan handuk di kursi, melipat tangan di depan dada dengan wajah tertekuk. “Sepertinya tidak ada yang lebih menyenangkan bagimu selain mentertawakan aibku, ya, Flo. Lihat saja, besok akan kubakar album itu!” Derai tawa Flora semakin santer terdengar. Ia tertawa keras hingga matanya menyipit dan badannya meliuk ke belakang. Sementara Sakha pura-pura semakin kesal karena tingkah istrinya. “Jangan begitu. Cobalah sekali lagi gaya seperti ini. Mau kubelikan ripped jeans dan tank top. Kamu pasti akan cocok sekali memakainya.” Flora
Read more
BAB 14| LUKA YANG SELALU BASAH
“Mia?” Wanita yang tengah mengenakan kardigan hitam longgar dengan rambut panjang tergerai yang menutupi sebagian wajahnya itu, menoleh saat Flora memanggil pelan namanya. Kakinya bergerak sedikit memutar, bersamaan dengan pandangannya yang beralih ke samping. Kantong plastik putih yang berada di tangan wanita itu bergemerisik terkena embusan angin malam. Dalam temaram karena pencahayaan yang kurang memadai, Flora bisa melihat Mia mengerutkan kening, seperti sedang mengingat-ingat apa pernah bertemu dengannya sebelumnya. Flora menegakkan punggung yang awalnya bersandar pada dinding bangunan, melangkah mendekat sembari tersenyum tipis. “Benar Mia Amarita?” tanya Flora sekali lagi, tepat setelah berdiri berhadapan dengan wanita itu. Dari jarak sedekat ini, Flora bisa melihat dengan jelas suram yang membayang di wajah Mia, juga sepasang mata yang menatapnya bingung dan sangsi. Gurat wajahnya sudah berbeda dari foto yang Flora lihat di album kelulusan, menjadi jauh lebih dewasa, namun
Read more
BAB 15| TIPS KENCAN BERBAHAYA
Debar jantung Luna semakin tidak keruan. Bergeming di ambang pintu menjadi satu-satunya pilihan yang terlintas di benaknya. Tumpukan laporan yang dia bawa sedikit miring, sebagai akibat dari tangannya yang mendadak goyah.Tatapan itu ... Luna baru pertama kali mendapatkannya dari orang-orang kantor. Seolah dia adalah pendosa yang pantas dihakimi, seolah dia tak ubahnya manusia rendahan. Orang-orang itu terdiam dengan cara yang memuakkan di mata Luna, seakan hidup mereka tidak memiliki cela dan lebih baik dari orang lain.Tidak ingin membiarkan keheningan janggal terus membelenggunya, Luna memaksakan senyumnya kembali, sebelum melangkah mendekat.“Hei, ada apa ini? Ada sesuatu yang aku lewatkan?” Mati-matian Luna menjaga intonasi suaranya tetap normal dan ceria, sementara tangannya meletakkan laporan ke meja.Para karyawan kembali saling tatap, terlihat ragu dan canggung. Jelas ada sesuatu yang mereka sembunyikan dan tidak tahu bagaimana cara mengatakannya pada Luna.“Itu ... eh, aku m
Read more
BAB 16| JARING KETERGANTUNGAN
“Tu-tunggu sebentar.”Meskipun mencoba berhenti berjalan, Flora tetap tidak bisa melakukannya karena punggungnya didorong dari belakang dengan laporan tebal oleh Abraham, mengingat pria itu tidak suka bersentuhan. Sampai di ambang pintu ruang CEO, Flora seperti dilemparkan begitu saja hingga spontan mengumpat pelan.Ia segera berbalik dan berjalan mendekat sebelum Abraham menutup pintu ruangannya. “Tadi saya hanya bercanda. Maksud saya mengucapkan kata-kata puitis .... Kau seperti belerang di dasar—”Brak!Pintu dibanting tepat di depan wajah Flora. Abraham juga menutup tirai kaca setelah melirik tajam pada Flora.“Dasar tidak berperasaan.” Flora mendengus kasar, lantas mengusap wajah. Bagaimanapun, dia harus membuat kencan itu tidak pernah berhasil. Sekali Abraham memiliki pasangan, maka rencana balas dendamnya akan berantakan.Merasa pintu kokoh itu tidak akan terbuka hingga beberapa saat ke depan, Flora memutuskan beranjak dari sana. Kepalanya menjadi sedikit pening karena memikirk
Read more
BAB 17| BENCANA DI BUTIK
Flora mengucapkan terima kasih kepada supir taksi sebelum dia turun. Rumah dua lantai bergaya klasik yang didominasi warna putih dan abu-abu gelap di depan sana adalah tujuan kedatangan Flora. Tanpa adanya gerbang, ia bisa langsung menuju pintu utama, menekan bel.Paper bag di tangan Flora sedikit bergemerisik saat terkena sapuan angin. Butuh hingga dua puluh detik hingga pintu dibuka dari dalam. Abraham dalam balutan kaus putih dan celana panjang hitam muncul dengan kerutan di dahinya.“Ada apa kamu kemari?” tanyanya.Sungguh sambutan yang ramah. Flora memasang senyum cerah. “Agenda Bapak untuk satu bulan ke depan sudah saya persiapkan, termasuk agenda prioritas. Tapi saya masih perlu mendiskusikan beberapa hal, terutama terkait dengan rapat direksi minggu depan. Selain itu ....” Flora mengangkat paper bag-nya. “Tadi saya memasak rendang. Kesukaan Bapak, bukan?”Abraham menatap menyelidik pada Flora. “Agenda bisa kamu kirimkan file-nya pada saya, kenapa sampai harus repot-repot datan
Read more
BAB 18| KESEMPURNAAN KUADRAT
“Atas nama Nona Flora Ilona, ya? Mari saya antar.”Seorang pegawai restoran bersuara ramah dan sopan membimbing Flora menuju meja yang sudah dia reservasi diam-diam, bersamaan ketika dia diminta mereservasi meja untuk kencan Abraham. Bagaimanapun, Flora tidak akan bisa bernapas tenang jika belum melihat sendiri bagaimana kencan pria itu berjalan.Meskipun berhasil memaksa Abraham untuk memakai pakaian pantai dengan memanfaatkan keterbatasan waktu yang ada, bilang jika pengacara seperti Lysee pasti sangat menghargai ketepatan waktu sehingga tidak mungkin pria itu berganti pakaian dulu, Flora tetap harus memastikan kencan itu gagal.Flora mempercepat langkahnya, membuat pegawai restoran mengimbanginya. Sebentar lagi Abraham pasti akan segera tiba di sini, bisa gawat kalau dia memergoki Flora sedang mengikutinya. Dalam hati Flora bersyukur taksi yang dia tumpangi sejak berpisah dengan Abraham di butik, memiliki supir yang bisa diandalkan. Dia tiba di restoran lebih dulu dari pria itu.Pa
Read more
BAB 19| PEMBOHONG ULUNG
Tangan Flora terangkat untuk menurunkan topi saat Abraham tiba-tiba mengarahkan pandangannya pada satu lukisan di dekatnya. Dalam sekejap, jantungnya seperti akan lepas dari tempatnya. Beruntung, sepertinya pria itu hanya mengamati secara acak, karena genap tiga detik dia kembali menatap lukisan balerina yang tergantung di depannya.Meskipun tahu tidak memiliki kesempatan untuk mengusik kencan Abraham dan Lysee, Flora tetap mengikuti mereka yang kini melanjutkan sesi kencan ke pameran di sebuah galeri seni. Sama sekali tidak ada tanda-tanda kencan ini akan gagal karena baik Abraham maupun Lysee menampilkan sikap yang baik dan menunjukkan antusiasme terhadap hubungan lebih lanjut.Ah, bahkan saat mereka berdiri berdampingan, membicarakan lukisan yang menarik perhatian, kata-kata saja tidak cukup untuk menggambarkan betapa serasinya mereka. Flora berani bersumpah jika dia belum pernah melihat kecocokan yang mengagumkan seperti itu.Tiba-tiba Flora termenung, menatap kosong lukisan abstr
Read more
BAB 20| SILENT NEMESIS
“Luna, sepertinya Javier buang air besar.”Suara Sakha yang menyiaratkan sedikit kebingungan itu membuat Luna mengangkat wajah dari ponsel. Ia melirik putranya yang sedang digendong pria itu, lantas menghela napas berlebihan.“Kamu, kan, bisa membersihkan dan mengganti popoknya. Sudah kubilang aku sedang tidak enak badan. Sekali-kali apa susahnya berperan sebagai ayah yang baik, aku sudah mengurusnya setiap hari.” Alis Luna berkerut lelah, memberengut.Merasa hanya itu satu-satunya pilihan yang tersisa—daripada terjadi perdebatan—Sakha mengembuskan napas pelan, berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan putranya.Luna hanya meliriknya malas, lantas kembali memusatkan tatapannya pada layar ponsel yang menampilkan laman tentang daftar tas terbaru dari salah satu brand ternama, menilai kiranya mana yang akan dia beli bulan ini. Meskipun dia tidak tahu bagaimana menghadapi rekan kerjanya nanti karena insiden foto perundungan itu, penampilan Luna tidak boleh ikut terpengaruh. Dia harus
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status