Semua Bab Istri Sumbangan: Bab 31 - Bab 40
43 Bab
31. Menghargai Rumah Tangga
“Cumi goreng buat Ummi.” Raihanah menaruh banyak cumi goreng krispi ke piring Ramlah. Ramlah diam mengamati ketika giliran Fathul. Pria itu menyendok nasinya sendiri lalu mengambil cumi tumis berwarna hitam.“Antum mau tumis kangkung?” tanya Raihanah pada pria yang mulai makan itu. Suasana meja makan yang sangat berbeda. Mereka makan bertiga, tapi ada satu orang yang tergantikan. Dulu suasana di meja makan selalu terasa hangat, sekarang sepi. Sebab Lukman telah tergantikan oleh Fathul.“Boleh.” Fathul mengangkat piringnya.Ramlah tak melihat sorot hangat di mata pria itu untuk Raihanah. Tidak seperti Lukman yang selalu tersenyum dan memandang Raihanah dengan cara yang sangat berharga.Ada banyak perbedaan. Fathul mengambil semuanya sendirian, tak pernah menunggu dilayani oleh Raihanah. Kening Ramlah berkerut ketika anak itu mengangkat semua piring kotor dan mencucinya lalu membersihkan dapur sendirian sementara Raihanah menyiapkan obat untuk Ramlah. Entah itu adalah perbedaan yang
Baca selengkapnya
32. Memastikan Perasaan
Kulit yang kecokelatan. Badan yang berlekuk dan berotot. Perutnya membentuk beberapa kotak, basah, dan ditetesi air dari rambutnya. Raihanah berdiri kaku. Lima detik kemudian, ia mengalihkan pandangan ke arah lain. “Maaf, ana masuk begitu saja.”Melihat wajah yang merona itu, napas Fathul menjadi cepat. Raihanah buru-buru memutar badan sedangkan Fathul cepat-cepat memakai baju. Raihanah tidak berani menoleh meski sudah lima menit berlalu. Ia tak mendengar suara gesekan kain lagi di belakangnya. “Sudah?” tanyanya.“Sudah.” Raihanah terperanjat ketika suara yang dalam itu terdengar begitu dekat di telinganya. Ia menoleh cepat dan tiba-tiba tersandung kaki sendiri. Raihanah pikir dirinya akan terjatuh ketika punggungnya ditopang. Satu tangan Fathul tertahan di udara, sementara tangannya yang lain melekat di punggung Raihanah. Mata Raihanah membulat dengan jantung melompat-lompat. Wajah mereka cukup dekat sampai ia bisa merasakan helaan napas Fathul yang beraroma pasta gigi. Suasana
Baca selengkapnya
33. Sekarang Kamu Istri Saya
Ummi demam. Malam ini badannya sangat panas. Raihanah sampai bolak-balik ke dapur untuk mengambil air hangat. Ummi menolak dibawa ke rumah sakit karena sudah tengah malam. Raihanah memandang pintu kamar Fathul yang tertutup rapat. Menerka-nerka apa pria itu sudah tidur atau belum. Pinggang Ummi belum sembuh. Mungkin demam karena terlalu banyak bergerak kemarin malam saat Meisya datang.Saat membuka kamar, Ummi sudah tertidur. Badannya tidak begitu panas lagi. Raihanah menghela napas lega. Sudah pukul dua pagi. Satu jam lagi waktunya sholat Tahajud. Raihanah keluar sebentar, tak ingin membangunkan Ummi. Ia merebahkan badan di sofa. Hendak istirahat sebentar selagi menunggu waktu Tahajud. Matanya terasa berat dan ia hanya mencoba memejamkan mata sejenak. Sejak pulang dari kantor, Fathul hanya berada di dalam kamar. Sibuk merampungkan materi presentasi untuk besok pagi. Ia keluar kamar untuk mengambil air minum. Namun, langkahnya berhenti saat menemukan kepala Raihanah yang menyembul
Baca selengkapnya
34. Tidur Seranjang
Raihanah mengetuk pelan pintu kamar pria itu. Ini adalah malam yang ia janjikan. Jantungnya seolah hendak melompat dari tempatnya. Rasanya seperti terjun ke sarang harimau sendirian. Pintu di hadapannya perlahan terbuka. Fathul berdiri dengan posturnya yang tinggi, menatap Raihanah intens tepat di bola mata. Raihanah seperti terjebak. Kakinya seolah terpaku di lantai dan tak bisa melarikan diri. “Ummi sudah tidur?” tanya pria itu. Suaranya terlampau dalam.“Sudah.” Dan Raihanah merasa suaranya sendiri seperti cicitan tikus yang kejepit. “Silakan masuk.” Fathul membuka pintu lebar-lebar. Raihanah mesti berjinjit untuk melewati pundak lebar Fathul yang seolah sengaja tidak bergeser untuk memberikan celah bagi wanita itu. Setelah berhasil masuk, ia merasa sedang diikuti. Langkah Fathul pelan, tapi terasa sangat dekat di balik punggungnya. Membuat dadanya berdentum-dentum, luar biasa gugup.“Kita ….”Saat Raihanah berbalik, ia mendapati tubuh Fathul yang teramat dekat. Rasa panik meny
Baca selengkapnya
35. Pendekatan
Pukul 5.30 ketika Raihanah keluar dari kamar, ia berpapasan dengan Fathul yang kebetulan juga sedang membuka pintu kamarnya. Dengan jaket dan kaos serta celana olahraga pendek dan sepatu, pria itu pasti ingin berolahraga.Namun, anehnya Raihanah malah merasa canggung untuk sekadar menyapa. Ada apa dengan dirinya? Ia tiba-tiba mengingat soal semalam. Dalam sekejap pipinya memerah.“Pagi.” Fathul malah menyapa lebih dulu dengan senyuman.“Ya, pagi,” cicit Raihanah, terlihat seperti tikus yang hendak kabur dari kejaran kucing.“Mau jalan-jalan pagi?”Raihanah menoleh kaget. “Hm?”“Jalan-jalan pagi berdua dengan saya.”Ditatap dengan mata penuh harapan itu membuat Raihanah mengalihkan muka dengan salah tingkah. “Ana mesti masak untuk sarapan.”“Kita bisa beli di luar.”“Ummi sendirian di kamar–” Raihanah terdiam, menemukan ide yang sangat brilian. “Bagaimana kalau jalan-jalan bertiga? Ummi cukup lama tidak keluar.”Fathul tampak berpikir. Sinar harapan di matanya agak pudar. “Boleh.”“Kal
Baca selengkapnya
36. Omelan Istri
Setelah mengantar Ummi kembali ke kamar, Raihanah menarik kaki ke kamar Fathul saat mendengar suara berisik dari dalam. Kamar pria itu sangat berantakan. Pakaian, kertas-kertas, dan buku bertebaran. Didapatinya Fathul sedang berdiri dengan kemeja yang kerahnya terangkat dan tidak terkancing sepenuhnya serta rambut yang belum tertata. Pria itu menyorotnya dengan bingung. “Butuh bantuan?”Fathul melirik lantai di sekitarnya dan merasa sedikit malu. Kamarnya sudah seperti kapal pecah. “Saya cari dasi.” “Dasi warna apa?” Raihanah maju, menunduk di antara laci-laci lemari pria itu. “Abu-abu gelap. Mungkin ketinggalan di tempat laundry.”Fathul mendapatkan helaan napas Raihanah lima detik kemudian. “Makanya biar ana yang cuci. Apa sudah antum susun di tempatnya? Dasi harus disatukan dengan dasi juga. Jangan bercampur dengan yang lain.” Wanita itu mulai mencari-cari di tumpukan pakaian yang tidak terbentuk susunannya itu. Fathul terdiam kaku mendengar omelan itu. Raihanah sampai mendeca
Baca selengkapnya
37. Takluk
“Katanya lo telat hari ini–yang mana nggak pernah lo lakuin selama kerja di kantor ini–dan lebih gilanya lo bilang tadi pagi lo nyiapin waktu buat dengerin omelan istri. What the–” Toro melongo hebat ketika melihat ekspresi dingin yang runtuh seperti gurun es yang disinari cahaya matahari itu. Rahang Toro hampir mencapai lantai. “Apa gerangan yang terjadi?” Dipasangnya ekspresi paling serius. Fathul malah cuek. “Apa ada masalah? Belum pernah diomeli istri, ya?” Toro memasang ekspresi jijik. Kenapa ada orang yang terlihat sebangga itu habis diomeli istri? “Ngomel mah tiap hari, tapi perasaan gue nggak pernah senyum-senyum begitu habis diomelin. Lo ada masalah kejiwaan apa gimana? Istrinya Lukman bikin lo pusing tiap hari, ya?”“Dia istriku, bukan lagi istri Lukman.”Toro mengernyit. Seingatnya beberapa bulan yang lalu, saat Toro juga menyebut Raihanah sebagai istri Lukman, Fathul tidak menampakkan respons apa pun. Kenapa pria itu malah mengeraskan wajah sekarang?“Oke, sakarepmu.”
Baca selengkapnya
38. Cerita di Sepertiga Malam
Raihanah bangun di sepertiga malam dan mendapati ada lengan yang melingkar di perutnya. Untuk waktu yang lama ia terdiam kaku. Mengingat dirinya sedang di posisi apa sebelum tidur. Seingatnya Fathul menautkan jari jemari mereka seperti kemarin malam lalu mengobrol sejenak kemudian tertidur. Jantung Raihanah hampir mencelos keluar. Ia bekap mulutnya agar tak mengeluarkan suara apa pun. Perlahan dengan tangan gemetar, Raihanah mencoba melepaskan belitan Fathul. Mengangkat lengan yang berat itu dengan hati-hati. Fathul bergerak. Spontan Raihanah berhenti. Setelah memastikan Fathul tidak bergerak lagi, ia meletakkan tangan pria itu sambil berusaha tidak membuat suara apa pun.Ia mengambil wudhu lalu menggelar sajadah di samping ranjang. Menunaikan Tahajud dan mendoakan agar Fathul diberikan hidayah dan keberanian untuk menggapai iman. “Ya Malik, Ya Quddus, hamba memohonkan hidayah dan petunjuk untuk suami hamba.” Diliriknya Fathul yang tengah tertidur dengan lelap. “Dia bukan pria yang
Baca selengkapnya
39. Menemukan Rumahku
Untuk pertama kalinya setelah memutuskan tinggal di apartemen ini, akhirnya Raihanah bisa berdiri sebagai makmum. Di depannya Fathul mengangkat tangan sebagai permulaan sholat mereka. Punggung pria itu tampak tegang. Suaranya bergetar ketika memulai bacaan Al-Fatihah. Dalam tundukan kepalanya, Raihanah sempat terpaku mendengar lantunan ayat yang indah, merdu dengan tajwid yang benar dan pelafalan yang jelas.Fathul sudah sangat lama tidak melakukannya. Rasanya seperti berada dalam kegelapan. Namun, tak menyesakkan sama sekali. Pikirannya tenang dan tak tercampur dengan apa pun. Aliran darahnya bagai air yang mengalir pelan. Ini adalah gelap yang menenangkan. Seusai doa diaminkan, pria itu berbalik. Memperlihatkan wajahnya yang sendu dengan sorot mata yang kebingungan. Napasnya terhela dengan berat. Ia menatap Raihanah seolah meminta pendapat soal caranya mengimami. Raihanah meraih tangan Fathul dan mengecupnya, menempelkannya di kening cukup lama dan mendoakan dalam hati semoga Fat
Baca selengkapnya
40. Menerima Seutuhnya
“Akhirnya aku menemukan rumahku.” Raihanah tertegun, dia uraikan pelukan mereka untuk mencari tahu maksud perkataan pria itu. Yang ia tangkap pertama kali adalah tatapan hangat nan intens yang Fathul lemparkan padanya. “Aku tidak tahu, tapi kamu seolah selalu bisa mengerti semua isi hatiku dengan baik. Apa rahasianya, hm?” Raihanah tak mampu mengantisipasi serangan perasaan yang tiba-tiba menyelimuti hatinya. Harusnya ia tak melangkah sejauh ini. Mestinya dia tidak memberikan harapan sebesar itu pada Fathul. Jari pria itu mengusap pipinya. Entah kapan kening mereka tiba-tiba menyatu hingga ia bisa merasakan embusan napas Fathul di wajahnya. “Apakah aku diizinkan?” Raihanah memejamkan mata, merasakan pergolakan batin yang hebat dalam dirinya. Sekarang dia adalah istri Fathul, istri yang sah secara agama dan negara. Saat pria itu menyentuhnya, Raihanah merasa baik-baik saja. Ia merasa tak keberatan. Maka Raihanah mengangguk pelan. Membiarkan kala Fathul membuka mukenanya hingga h
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status