Semua Bab Istri Sumbangan: Bab 21 - Bab 30
43 Bab
21. Makan Siang untuk Suami
Untuk kedua kalinya, Raihanah menapaki lantai lobi InstaFood. Tujuannya langsung mengarah ke ruangan yang dikelilingi oleh kaca transparan. Petugas yang sama yang ia temui dulu langsung terkejut sesaat ketika Raihanah masuk. Seperti kata Fathul, mereka sudah tahu kalau Raihanah adalah istri pria itu. Jadi, Raihanah merasa dirinya tidak perlu berhati-hati untuk menghindari gosip. “Pak Fathul ada, Mbak Rachmi?” Raihanah tak pernah melupakan senyum cerahnya yang melunturkan kekesalan Rachmi saat itu juga.Amboi, suaranya merdu kali! Rachmi sampai menahan napas. Pantas saja Pak Fathul kepincut. “Sa-saya telepon dulu, Bu.”Raihanah tersenyum tipis, bergeser dan mempersilakan pengunjung lain yang berada di belakangnya maju. Rantang yang dibungkus kain putih ia jaga dalam pelukannya. “Pak Fathul akan turun sebentar lagi, Bu.” Rachmi jadi canggung. Dia memang menyukai Pak Fathul sejak dulu, berharap dilirik dan menjadi pendamping pria itu, tapi agaknya cukup sulit untuk membenci wanita ya
Baca selengkapnya
22. Wanita Asing di Apartemen
Raihanah mampir ke minimarket di samping gedung apartemen sehabis mengantarkan makan siang. Belanjaannya tidak banyak. Ia cuma membeli beberapa camilan dan biskuit cokelat. Mungkin bagus untuk pelengkap teh sambil mengobrol dengan Fathul. Ia akhirnya sampai di apartemen. Hendak menaruh sepatunya ke rak di samping pintu ketika ia menemukan high heels yang tergeletak di depan pintu. Sepertinya ia tidak pernah melihat sepatu ini sebelumnya. Saat meninggalkan apartemen, benda itu tidak ada. Cepat-cepat Raihanah masuk dan memeriksa setiap ruangan, lalu tahu-tahu menemukan seorang wanita yang sedang berdiri di depan kulkas. Wanita itu menoleh. Rambut hitam panjang bergelombang hasil salonnya dan riasan yang semakin menambah kecantikannya. Raihanah tak lantas menanyakan identitas wanita itu. Karena dia tidak seperti perampok yang hendak menjarah seisi apartemen ini. “Ah, kamu istrinya?” Raihanah bisa mencium kekesalan dari pertanyaan itu. “Anda siapa?” Raihanah bertanya dengan hati-hat
Baca selengkapnya
23. Mantan Pacar
Raihanah membeku sekian lama bahkan ketika Meisya sudah meninggalkan apartemen bermenit-menit yang lalu. Sumbangan katanya? Dirinya adalah sumbangan bagi Fathul? Ia tidak pernah tahu soal itu. Lukman memberikan amanat, bukan sumbangan. Tak sekalipun Lukman pernah menganggapnya sama seperti barang yang tak lagi dia butuhkan ataupun inginkan. Dada Raihanah berdenyut nyeri. Jujur, ia merasa kecewa pada Fathul yang bahkan menceritakan soal dirinya kepada mantan pacarnya. Terlebih mengatakan jika Raihanah tak lebih dari sumbangan. Denyut perih itu ikut menghadirkan amarah yang perlahan menguasai hati Raihanah. Ia menggigit bibir, masih mencoba menelaah alasan dari anggapan buruk Fathul tersebut. Jadi, selama ini Fathul mengaggapnya seperti itu. Makanya dia disuruh diam saja dan tidak melewati batasan apa pun. Desah napas Raihanah mengencang. *** Pukul tujuh malam Fathul sampai di apartemen. Suasana di dalam cukup sepi. Setelah membuka sepatu, ia tak langsung ke kamar seperti biasa.
Baca selengkapnya
24. Permintaan Maaf
Raihanah tidak datang mengantarkan makan siang. Fathul duduk termenung di kursi kerjanya sambil meratapi layar ponsel. Menunggu kabar atau apa pun itu. Lalu ia menyadari sesuatu. Kontak Raihanah tidak pernah ada dalam ponselnya. Fathul memejamkan mata menyadari kekonyolannya. Baru pukul tiga sore dan ia sudah memikirkan untuk kembali ke apartemen. “Sumbangan ….” Fathul menghela napas. Wanita itu mungkin marah setelah mendengarkan perkataan Meisya dan tak lagi mau memasak atau memperhatikannya. Ini bisa jadi kesempatan untuk menjauh dari Raihanah, tapi Fathul malah merasa janggal. Deru napasnya semakin cepat dan pikirannya terus tertumbuk di apartemen hingga laptop yang menyala dan dokumen-dokumen penting di atas meja tidak lagi menarik. Dalam sekali hentakan, Fathul mendorong kursi dan dengan cepat membereskan tasnya sebelum dia semakin ragu. Semua anggota timnya menengok heran pada sang manajer yang hobi lembur itu. “Saya pulang dulu, ada urusan di rumah. Untuk list kerjaan yan
Baca selengkapnya
25. Jadilah Imamku
Pria itu menatapnya intens dengan kaki panjang yang menjulur ke lantai. Lalu menarik napas panjang sebelum menghampiri Raihanah. “Kita ke laundry dulu.” “Iya.” Raihanah membiarkan Fathul masuk ke kamar pria itu, memberikan dirinya waktu untuk bernapas dengan benar. Lima menit kemudian Fathul keluar dengan menenteng satu kantongan hitam berisi pakaian. Berjalan lebih dulu, tapi langkahnya lebih lambat dari biasanya. Fathul menaruh kantongan hitam itu di kursi belakang, yang bisa Raihanah lirik lewat kaca spion tengah. Saat mobil melaju pelan membelah Jakarta yang langitnya mulai menguning, Raihanah tak sengaja melirik cincin yang tersemat di jari Fathul. Tak sekali pun benda itu meninggalkan jari Fathul. Mungkin karena tak punya waktu melepasnya atau Fathul memang tak memperhatikan keberadaan cincin itu atau justru ada alasan yang lain. “Kenapa?” Sepertinya pria itu tahu arah pandangan Raihanah.“Antum tidak melepas cincinnya.”Fathul mengangkat tangan kanannya. “Buat apa?”‘Kare
Baca selengkapnya
26. Mengekang Seumur Hidup
Raihanah ingat perempuan itu mengaku sebagai mantan pacar Fathul. Mereka mengobrol tanpa canggung. Sepertinya mereka memutuskan hubungan secara baik-baik. Meisya memperlihatkan layar ponselnya kepada Fathul dan pria itu secara otomatis mendekatkan kepala. Raihanah tidak lantas mundur dan menunggu percakapan mereka berakhir. “Kak Fathul?” Fathul mengangkat wajah dan terkejut menatapnya. Matanya sempat melirik Meisya sekilas. “Iya?”“Televisinya mau dibawa sendiri atau diantarkan oleh pemiliknya?”Meisya yang berdiri di samping pria itu tidak menyembunyikan raut tidak sukanya. Dari matanya seolah bertanya dengan sinis mengapa Raihanah bisa ada di sini juga. Jika Fathul juga menyukai Meisya, maka Raihanah tidak akan mengganggu. Setidaknya dia akan pergi setelah amanat Lukman sudah dia laksakaan dan membiarkan Fathul bersamanya. Namun, untuk saat ini Raihanah tidak ingin mengalah dulu. “Ukurannya berapa?” “21 inch.”“Kenapa kecil?” “Oh, antum butuh yang lebih besar?”Fathul menjauh
Baca selengkapnya
27. Tergoda
Fathul tak berkata apa pun setelah sampai di apartemen. Ia langsung masuk ke kamarnya dan tak lagi keluar hingga malam, bahkan ketika seluruh perabotan sampai. Meski begitu, Raihanah tetap memasak makan malam dan menunggu pria itu keluar. Pukul sembilan terlewat satu jam yang lalu. Makanan yang tersaji di atas meja menjadi dingin. Namun, Fathul tidak kunjung keluar. Dan Raihanah tak mampu menebak isi pikiran pria itu. Bunyi bel pintu membuat Raihanah heran. Tak ada lagi perabotan yang mesti diantar serta tamu yang kemungkinan akan datang di jam segini. Saat ia memandang monitor, hanya ada punggung seorang perempuan yang sepertinya tampak familiar. Ia terpaksa membuka pintu. Saat wanita itu berbalik, Raihanah menghela napas. Meisya lagi. Kali ini pakaiannya berganti. Bukan dengan setelan kantor yang tertutup, tapi dengan gaun hitam sebatas paha dengan bahu yang terbuka. “Dia pasti ada di dalam. Well, saya nggak mau dianggap nggak sopan lagi dengan masuk tanpa mengetuk.”“Mau ap
Baca selengkapnya
28. Ingin Memilikinya
Kaki Raihanah terpaku ke lantai. Indranya berhenti berfungsi saat kedua kaki panjang itu maju semakin dekat. Mata tajam Fathul menerobos ke dalam matanya, menatapnya intens seperti terpana akan sesuatu. Dan Raihanah tak mampu mundur. Entah mengapa. Ia malah memejamkan mata saat aroma pria itu tercium dengan jelas. Wangi bunga yang ringan serta kopi yang menenangkan. Raihanah merasakan perasaan aneh yang melingkupinya. “Harusnya kamu menjauhi saya,” bisik pria itu. Suaranya menjadi berat dan semakin dalam. Pejaman mata Raihanah mengerat. Ia ingin melarikan diri. “Kenapa kamu malah ingin saya bebas dari belenggu ini? Raihanah, Hanah. Saya membenci suami–mantan suami kamu dan saya memang tidak pernah berniat memaafkan dia, tapi dengan adanya kamu ….”Pria itu berhenti. Membuat Raihanah membuka matanya dan menemukan raut wajah yang begitu rumit dari perpaduan Asia dan Timur Tengah itu. Kedua alisnya berkerut-kerut seolah memikirkan sesuatu yang sulit. Fathul tidak pernah terpikir un
Baca selengkapnya
29. Lelaki Hangat
Pagi-pagi sekali Fathul sudah datang. Ummi kembali tertidur setelah minum obat. Pria itu memakai kemeja rapi tanpa dasi dengan dua kancing atas yang terbuka dan lengan yang digulung hingga siku. Rambutnya tertata rapi seperti biasanya. Ini bahkan belum jam enam. Pasti sangat berat untuk Fathul mengizinkan Ummi tinggal di apartemen. “Terima kasih sudah mengizinkan ana membawa Ummi.”“Saya juga pernah tinggal di rumahnya. Sekalian balas budi.” Meski terlihat segar setelah mandi, tapi Raihanah bisa melihat lingkaran hitam yang menyelimuti kelopak mata pria itu. Sepertinya Fathul tidak tidur semalaman. Pria itu tampak lelah meski berdiri dengan postur tegak.“Hati antum sangat hangat.” Raihanah menghadiahkan seulas senyum yang tulus. Lagi-lagi Fathul lupa mengendalikan perasaannya. Wanita ini tahu cara memasuki perasaannya dengan benar. “Ummi bukan orang yang jahat.” Raihanah menengok sekilas ke ranjang Ummi. “Fathul pun begitu. Kalian sama-sama orang baik.” Senyum itu membius Fathu
Baca selengkapnya
30. Saling Terpana
Raihanah mendorong kursi roda Ummi ke parkiran lalu mengetuk kaca jendela mobil Fathul. Pria itu keluar dengan pandangan menunduk dan abai kemudian hendak membantu Ummi. Namun, Ummi dengan cepat berusaha berdiri dan bersusah payah naik ke mobil. Raihanah buru-buru memegangi lengannya sambil melirik reaksi Fathul sekilas.Fathul tampak biasa saja, tak ada sedikit pun kekecewaan di mata pria itu. Ia mengembalikan kursi roda ke lobi rumah sakit lalu kembali dua menit kemudian.Mobil meluncur tanpa sepatah kata pun dari mereka bertiga. Suasana hening seolah ketiganya tengah mengobrol dengan pikiran masing-masing. Mobil sampai dengan cepat.“Kita sudah sampai, Ummi.” Raihanah menyentuh lembut punggung tangan Ummi yang mulai berkeriput. Wanita ini tak lagi sesehat saat Lukman masih hidup dulu.Mata Ummi mendongak jauh hingga ke ujung gedung apartemen, menghela napas panjang dan tak menyembunyikan rasa keberatannya sedikit pun. Raihanah khawatir Fathul akan tersinggung.Fathul membawa koper
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status