All Chapters of Istri Sumbangan: Chapter 11 - Chapter 20
43 Chapters
11. Kabur dari Pelaminan
Raihanah ditinggalkan sendirian di dalam kamar yang pencahayaannya kurang ini. Ia tidak tahu mengapa Fathul semarah itu. Apakah karena Raihanah menyelonong masuk ke kamarnya atau mungkin … ia tidak ingin Raihanah berlama-lama tinggal di sini?Raihanah sempat panik karena tiba-tiba Fathul membanting pintu kamarnya di tengah pembicaraan mereka. Ia sampai tidak sadar sudah menerobos ke kamar pria itu. Baru sekarang ia merasakan bahwa kamar yang luas ini terasa pengap. Meski siang, tapi tidak banyak cahaya yang menerangi karena gorden tidak dibuka. Matanya tidak sengaja tertambat pada ranjang yang berantakan. Lemari di sampingnya terbuka dan baju-baju di dalamnya acak-acakan. Ia juga melihat meja kerja yang penuh dengan buku. Beberapa berhamburan di lantai serta kertas-kertas laporan yang tergeletak begitu saja. Raihanah menggigit bibir, menahan diri untuk tidak langsung meluncur membereskan kekacauan itu, sebab ini bukan kamarnya. Dia bahkan mengepalkan tangan erat-erat, gemas dengan
Read more
12. Istri Cuma-Cuma
Fathul ingin menghancurkan kepercayaan diri itu. Ia ingin mengikis keangkuhan yang tergambar dari sorot mata itu. Wanita ini bukanlah siapa-siapa. Hanya perempuan yang tak lagi diinginkan Lukman dan diberikan padanya. Ia muak sekali. Utang-utangnya pada keluarga Malik telah lunas ketika dia menikahi Raihanah. Selesai. Bukan berarti wanita ini bisa mengatur dirinya maupun rumahnya seenaknya. Fathul maju dan membangun tembok yang sangat tinggi, melindungi dirinya sendiri dari anggota keluarga Malik yang lagi-lagi mencoba menguasainya. “Sudah saya tekankan di awal, kamu tidak perlu melakukan apa pun. Cukup diam di sini, karena apa pun yang kamu lakukan, saya tidak akan luluh. Saya mengorbankan kehidupan saya untuk menikahimu, harusnya kamu tahu diri.”Ah, andai saja Lukman mendengarnya. Fathul ingin pria itu tahu, seberapa muak dirinya dengan Malik. Raihanah menunduk dan bahunya tampak melemas. Fathul menarik napas untuk menyingkirkan perasaan aneh yang menyertai kemarahannya. “Kar
Read more
13. Wanita Bertangan Hangat
Fathul mengais-ngais kesadarannya agar tetap terjaga. Entah sejak kapan dia tumbang sampai tidak sadarkan diri. Setiap satu tahun sekali, dia pasti akan demam parah. Jika sudah begitu, hanya Toro yang dia hubungi untuk membawakannya obat dan makanan.Sekarang ia tidak perlu melakukan itu, karena saat dia bangun Raihanah sudah berdiri di ambang pintu, bahkan sampai memberinya bubur dan obat. Saat rasa sakit di kepala semakin menghantam, Fathul memejamkan mata rapat-rapat. Telinganya berdenging dan rasanya ia ingin ambruk kembali ke tempat tidur. Namun, Raihanah pasti akan masuk lagi beberapa menit kemudian dan bersikeras ikut campur.Diliriknya nakas yang berada di samping kanannya. Jaraknya cukup jauh. Ia mesti memutari ranjang. Fathul mencoba menjejakkan kaki kembali ke lantai. Kepalanya tiba-tiba tersengat hingga membuatnya kembali duduk. Fathul memijit kening. Meski begitu, ia tetap mencoba bangkit dan bertumpu pada pinggiran ranjang hingga akhirnya bisa meraih mangkuk bubur itu.
Read more
14. Teman Satu Atap
Fathul berakhir dengan disuapi lagi. Baru kali ini ia diberikan perawatan penuh ketika sakit. Rasanya aneh, bahkan di rumah sakit saja perawatannya tidak seintens ini. Dengan telaten Raihanah mengusap bekas kuah sup yang membasahi sekitar bibirnya. Fathul ingin menolak, tapi dia akan terlihat seperti orang yang tidak tahu berterima kasih.“Habis. Bagus.” Wanita itu tersenyum lebar sambil memperlihatkan isi mangkuk yang sudah kosong.Fathul menerima segelas air yang diulurkan Raihanah. Lebih dari rasa sakit yang sejak tadi menerjang kepalanya dan rasa tidak enak di badan, Fathul merasakan hal yang mengganjal. Keberadaan Raihanah yang duduk di pinggir ranjangnya dan menyiapkan obat terasa asing, tapi tidak membahayakan. Tidak pula terasa canggung.Setelah meminum tiga pil, Fathul menarik napas. Menambatkan pandangannya pada Raihanah yang sedang membereskan bungkusan obat.“Kenapa melakukan ini?” Suaranya masih serak dan tenggorokan Fathul terasa sakit setiap kali dia mengeluarkan suar
Read more
15. Dia Istri Saya
Kantor InstaFood cukup minimalis jika dilihat dari luar. Namun, saat Raihanah masuk, ada banyak orang yang berlalu lalang di lobi, entah membawa dokumen, troli makanan, gadget, dan segelas kopi. Hari yang sangat sibuk. Namun, mereka masih sempat menoleh padanya, menatap Raihanah aneh seperti melihat orang asing yang tiba-tiba masuk ke wilayah mereka, membawa rantang pula. Seisi lobi bernuansa Pinjerest, tenang dan estetik. Dipenuhi warna putih dan warna-warna pastel. Ia mendorong pintu kaca yang di atasnya tertulis ‘pusat informasi’ mungkin sama dengan meja resepsionis. Namun, baru kali ini Raihanah menemukan meja resepsionis yang berada dalam ruangan yang dikelilingi dinding kaca sehingga mudah melihatnya dari luar. Di dalam ruangan transparan itu, ada beberapa sofa dan meja juga, seperti ruang tunggu. “Assalamu’alaikum, Mbak.”“Wa’alaikumsalam, ada yang bisa kami bantu, Bu?” Untuk sejenak petugas yang berseragam sangat rapi di balik meja menengok ke luar. “Sudah ada kartu akses
Read more
16. Wanita yang Cerewet
Raihanah baru saja melepas mukenanya ketika terdengar suara pintu yang terbuka. Tubuhnya dengan cepat merespons dan buru-buru keluar kamar. Seperti dugaannya, ia mendapati Fathul yang berjongkok sambil melepas sepatu. Pria itu mengangkat mata sekilas, meliriknya tajam lalu bangkit, menghampiri Raihanah sembari memberikan rantang dan bungkusan. Baru kali ini Raihanah merasa gugup ketika menerima bekas bekal. Sebab besar kemungkinan isi rantang dan bungkusan itu masih utuh. “Oh, ini ringan.”Ia cukup terkejut. Ditatapnya Fathul dengan mulut menganga. Satu pertanyaan muncul di benaknya. Semua makanan ini tidak dibuang, ‘kan? “Sisanya saya simpan dan makan di sore hari.”Raihanah tidak menemukan tanda kebohongan di wajah Fathul. “Ana pikir antum menolak untuk memakannya.”Kedua alis pria itu mengerut. “Kalau berpikir begitu, kenapa memasak untuk saya? Ah, kenapa sampai mengantarkan makanan ke kantor?”Di luar dugaan, Raihanah tersenyum. Bukan senyum canggung yang sedang mencari jawab
Read more
17. Ini Bukan Rumah Tangga
Raihanah mengangguk. Seumur hidupnya Fathul tidak pernah diberikan catatan belanjaan seperti ini, apalagi oleh seorang wanita yang tinggal di rumahnya. “Antum mesti tahu siklus perputaran uang yang antum kasih ke ana. Biaya 500 ribu seminggu itu ana pakai untuk bahan-bahan masakan, buah, dan barang-barang sepele di dapur.”“Kenapa tidak ada kopi dan pel?” Seingatnya, Fathul tidak pernah membeli pel. Layanan jasa cleaning service yang dia panggil selalu membawa alat pembersih sendiri. “Oh, itu ana beli dengan uang sendiri.”Desahan napas Fathul melantun agak keras. “Semua yang dibeli untuk rumah ini pakai uang di ATM saja bahkan untuk kebutuhan kamu, pakai saja.”Ada perasaan yang mengganjal ketika Fathul tahu Raihanah hanya memakai uang di ATM itu untuk bahan masakan. Ia pikir wanita itu akan memakainya untuk membeli apa saja yang dia inginkan. Dia bukan pria pelit yang membiarkan perempuan yang tinggal di rumahnya memakai uang sendiri. “Tapi saldonya banyak. Itu bukan tabungan pr
Read more
18. Bahasa Cinta
Raihanah memakai gamis hitam dan hijab yang serasi dengan gamisnya. Ketika ia mengangkat ujung gamisnya untuk menghindari air menggenang di lantai pasar, celana lebar yang dipasangkan dengan kaos kaki terlihat. Di lorong panjang itu, terdapat banyak ikan yang disusun di dalam akuarium atau dalam keranjang berisi air. Orang-orang bebas memilih, mau yang masih hidup atau yang sudah mati. Raihanah tampak antusias, seperti pelanggan tetap yang sudah lama tidak berkunjung. Ia beberapa kali menunduk sambil memperhatikan deretan ikan dan hewan-hewan laut itu, kali ini tanpa mengangkat ujung gamis, membiarkan kain itu terkena lantai yang becek dan basah. Fathul sampai gemas karena ujung gamisnya sudah basah. Untung saja berwarna hitam sehingga nodanya tidak terlihat. Ingin sekali dia mengangkat ujung baju wanita itu. “Ana mau masak tumis cumi sambal hitam, udang balado, dan ikan bandeng bakar. Antum suka?”Dari kemarin-kemarin, wanita ini selalu membicarakan soal makananan yang Fathul suk
Read more
19. Pintu yang Terbuka
“Sudah merasa nyaman?”Fathul menghentikan suapannya dan mengalihkan perhatian pada Raihanah yang sedang menuangkan air ke gelas pria itu. “Ana masak diam-diam dan memberikan memo untuk antum selama lima hari ini, supaya antum bisa punya ruang lebih.”Lagi-lagi Fathul hanya mampu mengangguk tanpa tahu harus menjawab apa. Ia bahkan sempat berpikir untuk meminta maaf, sebab dirinya seperti orang yang tidak tahu berterima kasih.“Antum tidak perlu merasa berutang. Ana suka melakukan semua itu.”“Suka?” Tanpa sadar Fathul menaikkan sebelah alis. “Ana suka masak dan lebih suka lagi jika ada orang yang makan masakan ana.”Fathul menatap wanita itu lekat-lekat. Matanya berbinar antusias dan senyumnya amat cerah. “Antum boleh bilang mau makan apa, ana akan berusaha masakin.” Lagi-lagi Fathul terbius. Wanita itu memandangnya dengan senyum manis yang menyenangkan. Gigi-gigi putihnya yang rapi terlihat manis. Bolehkah dia begini? Bolehkah dia merasa nyaman akan kehadiran wanita asing ini?
Read more
20. Menikah dengan Ipar?
Fathul membuka pintu lobi instaFood dan mendapati suasana berbeda dari biasanya. Interior lobi masih sama, serba putih, rapi, dan bersih. Hanya saja terasa lebih sejuk atau mungkin perasaannya yang menjadi lebih ringan. Pekerjaan super banyak dan jadwal yang padat tidak membuat mood-nya buruk. Apa karena sarapan yang lengkap dan jus yang dia minum pagi ini? Atau karena selama dua hari di akhir minggu ia punya jadwal berbeda dari biasanya? Selama dua hari, akhir minggunya dipenuhi dengan belanja dan mengisi stok kulkas, membersihkan rumah dan menemukan kegiatan-kegiatan yang menarik. Merawat rumah ternyata tidak seburuk itu. “Eh, baru datang?” Toro sudah menunggu di depan ruangannya yang terkunci. Pria yang sudah beristri itu bersedekap dan memicing heran. “Tumben telat.”“Masih ada waktu sepuluh menit.” Fathul melirik arloji di pergelangan kiri sambil membuka pintu ruangannya. “Biasanya lu datang 30 menit lebih awal, bahkan datang lebih pagi daripada satpam.” Toro mengekori Fathul
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status