Semua Bab Silakan Ambil Suamiku : Bab 41 - Bab 50
69 Bab
Part 41
"Terus aku harus bagaimana, Mas?" tanyaku mulai sedikit takut."Mungkin sementara kamu bisa tinggal di rumahku saya. Sekalian nemenin Ibu!" dahiku mengeryit mendengar jawaban dari Arjuna.Ah, kayaknya ini akal-akalan dia saja. Untuk apa menyuruhku untuk tinggal di rumah dia? Ih, dasar omes. Pasti ada sesuatu yang malah justru sedang dia rencanakan."Maaf, Mas. Aku tidak bisa. Insya Allah aku aman di sini, kok. Lagian, di rumah ini juga ada dua orang penjaga!" tolakku secara halus." Ya Sudah. Tapi kalau ada apa-apa langsung hubungi saya. Saya akan siaga dua puluh empat jam untuk kamu!" "Iya, Mas." Aku lekas turun dari mobil Arjuna, melambaikan tangan sembari melengkungkan bibir lalu segera masuk dan mangunci pintu.Entah mengapa, setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Arjuna, tiba-tiba rasa takut mulai menghantui hati. Sedikit ngeri jika Mas Erwin benar-benar muncul dan berbuat macam-macam terhadap diriku.Astaghfiru
Baca selengkapnya
Part 42
"Terima kasih, Rin. Boleh pinjem hairdryer dan sisir? Saya lupa bawa!" aku berjingkat kaget karena tiba-tiba dia sudah berada di depanku dengan pakaian yang sudah terlihat rapi namun rambut masih acak-acakan.Tampan, mempesona, menggoda, itu yang aku lihat dalam diri Arjuna ketika selesai membersihkan diri. Sayang dia galak dan nyebelin. "Bengong lagi?" dia menjentikkan jari tepat di depan wajah.Dasar nggak sopan."Ada, Mas. Aku ambil dulu di kamar. Tapi kamu jangan ikut masuk."Arjuna terkekeh mendengar jawabanku. Ini kali pertamanya melihat si Beruang Kutub tertawa selama kami saling mengenal.Membuka laci, mengambil benda-benda yang dia minta lalu segera menyerahkannya."Makanya jadi cowok rambutnya jangan panjang-panjang. Jadi nggak usah sisiran dan pake hairdrayer juga udah rapi!""Saya suka rambut panjang!" jawabnya singkat."Ya sudah. Aku mau berangkat ke butik. Mas Juna sebaiknya pergi karena
Baca selengkapnya
Part 43
"Argh...!!"Dengan sekuat tenaga menggigit telapak tangannya hingga dia berteriak kesakitan lalu melepas dekapannya. Aku segera berlari masuk ke dalam butik, akan tetapi dia malah mengejarku masuk. Devi menjerit ketakutan mengikutiku masuk ke dalam ruangan dan menguncinya dari dalam, dan segera menghubungi Arjuna meminta dia untuk datang."Pokoknya kamu ke butik aku sekarang juga!" perintahku kepada Arjuna, karena sudah takut luar biasa. Prang!!Prang!!Terdengar suara kegaduhan di toko, membuat semua orang yang bersembunyi bertambah ketakutan. Pun dengan diriku yang sudah gemetaran saking takutnya."Ya Allah, Mas Juna. Mudah-mudahan kamu dan teman-teman kamu segera datang dan membantu kami.""Rini, buka pintunya!!" brak! Brak! Brak!Terdengar suara Mas Erwin menggendor-gedor pintu ruanganku. Aku dan anak-anak tetap diam, ingin melompat dari jendela tapi ruang kerjaku berada di lantai dua. Kini, kami semua hany
Baca selengkapnya
Part 44
"Dada aku sakit, Mas. Sesek banget," kataku seraya menekan dada menahan sakit yang sebenarnya sudah mulai berkurang."Aku panggil dokter dulu. Kamu sabar ya, Rin." Dia berjalan menjauh dariku, membuka pintu kamar rawat inap dan tidak lama kemudian kembali bersama seorang perempuan beralmamater putih."Saya periksa dulu, ya, Mbak?" Dokter mulai memeriksa keadaanku, mengecek tekanan darah serta detak jantung. "Insya Allah Mbak Rini baik-baik saja, hanya perlu banyak-banyak istirahat dan tidak boleh stres," terangnya kemudian.Arjuna terlihat menghela napas lega. Mata elang lelaki bertubuh tinggi besar itu tidak pernah lepas dari wajahku, terus memindai dengan mimik aneh, membuat diri ini sedikit takut kalau dia mencurigai aku sedang bersandiwara."kamu kenapa, Mas? Kok ekspresinya aneh begitu?" tanyaku seraya balik menatap wajah Arjuna."Enggak, Rin. Apa kamu benar-benar baik-baik saja?" dia balik bertanya."Iya, Mas. Aku
Baca selengkapnya
Part 45
Hari ini, pihak rumah sakit sudah mengizinkan aku pulang ke rumah karena keadaanku sudah semakin membaik dan sesak di dada sudah tidak lagi aku rasakan.Arjuna dan Tante Dewi sudah datang pagi-pagi sekali ingin menjemputku sebab Om Risman dan Mbak Neti sedang ada urusan sendiri.Aku juga bingung. Entah mengapa kedua orang kepercayaanku malah tidak mau datang menjemput disaat aku berada di rumah sakit.Tapi sudahlah. Jangan pernah berharap lebih kepada manusia, karena manusia itu tempatnya khilaf juga dosa. Berharaplah selalu kepada Allah, seban hanya Dia Dzat yang tidak akan pernah membuat hamba-Nya kecewa.Mobil yang Arjuna kemudikan menepi di halaman rumah. Aku lihat Mbak Neti sedang sibuk di dalam rumah, dan perempuan berusia empat puluh tahun itu segera menghambur memelukku ketika melihat diri ini keluar dari dalam mobil."Ya Allah, Mbak Andar. Saya sudah khawatir banget sama keadaan Mbak Andar. Tadinya mau ke rumah sakit tapi kata Ma
Baca selengkapnya
Part 46
"Aku tidak bermaksud seperti itu, Mas," ucapanku pelan seraya terus menatap mobil Arjuna hingga menghilang dari pandangan.Segera mengambil ponsel dari dalam tas, mencoba mengirim pesan kepada Arjuna agar tidak ada salah paham diantara kita, namun, sepertinya nomerku telah diblokir olehnya. Biarlah. Nanti setelah masa idahku selesai aku akan datang ke rumah Tante Dewi dan menjelaskan semuanya.Memesan taksi online. Aku segera pulang ke rumah untuk mengistirahatkan badan serta pikiran. Baru selesai masalahku dengan Mas Hakam, sekarang malah mendapat masalah baru dengan Arjuna. Apakah Tuhan tidak bisa membiarkan sekali saja aku merasa bahagia?Astaghfirullahal'adzim...Kenapa malah menyalahkan Tuhan. Segala yang terjadi memang sudah digariskan dan sudah tercatat di lauhul mahfudz. Aku juga yakin skenario Allah lebih indah alurnya dan sebagai manusia hanya bisa memerankan dengan sebaik-baiknya hingga menemukan kebahagiaan pada akhirnya."Sud
Baca selengkapnya
Part 47
Ting!Sebuah notifikasi pesan masuk ke gawaiku. Dari Dahlia teman SMA-ku dulu. Ia memintaku untuk datang menemuinya di sebuah restoran. Aku segera menyambar kunci mobil dan melajukan kendaraan roda empatku menuju tempat yang dijanjikan. Sekalian cari suasana lain, siapa tahu bisa melupakan lara yang tengah bertahta."Assalamualaikum, Dahlia. Apa kabar?" sapaku sembari menyalami tangan perempuan berhijab panjang menjuntai itu dan bercipika-cipiki."Waalaikumussalam, Rin. Alhamdulillah aku sehat. Ya Allah, kamu cantik banget pake jilbab. Nggak nyangka Andarini yang selalu berpenampilan seperti preman sudah insaf dan hijrah!" Dia terkekeh.Aku mengerutkan bibir manja."Aku denger katanya kamu sudah bercerai sama Hakam ya, Rin?" "Sudah lama.""Sabar ya, Rin. Semoga Allah segera mengirimkan jodoh yang terbaik untuk kamu.""Aamiin."Kami bercengkrama panjang lebar membicarakan masa-masa sekolah dulu hin
Baca selengkapnya
Part 48
[Waalaikumussalam. Maaf, Dahlia. Untuk saat ini aku belum berpikir untuk kembali menjalin hubungan dengan siapa pun. Masih ingin sendiri dulu πŸ™πŸ™] Balasku.[Tidak apa-apa, Rin. Aku maklum dan faham. Tapi besok jangan lupa main ke rumah mama aku ya. Soalnya lusa aku pulang ke Semarang. Masih kangen sama kamu, Rin][Oke. Insya Allah][πŸ‘πŸ‘]Aku kembali meletakkan gawai di atas meja. Melongok ke jalan raya berharap Arjuna datang untuk menepati janjinya malam ini. "Mbak Andar, sudah malam lho. Jangan duduk di teras sendirian. Nanti Mbak Andar masuk angin," ucap Mbak Neti pelan serta hati-hati. Mungkin takut menyinggung perasaanku sebab dia tahu kalau sebenarnya aku sedang menunggu kedatangan Arjuna.Menengok jam yang tertera di pojok layar gawai, aku segera beranjak sari kursi teras dan menutup pintu. Kecewa karena ternyata Arjuna hanya memberi harapan palsu.***Taksi daring yang aku tumpangi berhenti di depan se
Baca selengkapnya
Part 49
Come on, Rini. Bangun dari tidur kamu. Jangan terus memimpikan laki-laki yang sudah jelas-jelas sebentar lagi akan menjadi milik orang lain. Kamu harus bangkit meski harus kembali tertatih. Jalan kamu masih panjang. Tataplah lurus ke depan tanpa menoleh lagi ke belakang."Ehem!!" Aku terkesiap ketik mendengar wanita yang duduk di sebelahku berdeham. Pasti dia mengira kalau aku sedang memindai putranya karena kekaguman."Jangan diliatin terus, bukan mahram!" godanya seraya menatapaku kemudian beralih menatap wajah Bang Azhar yang sudah terlihat salah tingkah."Emm...sini Tante, piringnya biar Rini cuci." Mengalihkan perhatian dengan mengambil piring kotor yang ada di depannya dan membawanya ke belakang."Nggak usah repot-repot nyuci piring, Dek. Biar saya saja nanti." Aku menoleh mendengar suara berat Bang Azhar."Nggak apa-apa, Bang. Saya sudah biasa," dustaku, padahal selama ini hampir tidak pernah terjun secara langsung k
Baca selengkapnya
Part 50
"Bagaimana, Dek?" Dia menatapku sekilas dengan senyum penuh harap."Saya belum bisa putuskan sekarang, Bang. Maaf!" "Ya sudah. Tidak apa-apa. Dahlia sudah banyak cerita sama saya tentang siapa kamu dan entah mengapa saya langsung tertarik ingin mengenal lebih dekat sama kamu, Dek."Aku menarik kedua ujung bibir yang terasa kaku. Bingung harus menjawab apa. Intinya belum siap menjalani biduk rumah tangga kembali, apalagi dengan orang yang sama sekali tidak aku kenal. Yah, walaupun kelihatannya dia laki-laki baik serta soleh, kita kan tidak tahu seberapa dalam hati seseorang. "Sudah sampai, Dek. Kamu hati-hati ya?" Aku melongo ketika mobil Bang Azhar sudah terparkir di depan butik. Ternyata sepanjang perjalanan aku malah melamun sampai-sampai tidak menyadari kalau perputaran keempat roda mobil milik lelaki asing itu sudah berhenti."Oh, iya, Bang. Terima kasih. Abang mau mampir dulu apa langsung jalan?" Berbasa-basi."Langsung ja
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status