All Chapters of Nona Badut itu Ternyata Istri Mafia: Chapter 31 - Chapter 40
118 Chapters
31. Bisu Tapi (Bisa) Bicara.
"Bisu, Pak," jawab Raline gagap. Axel dan Made saling berpandangan dan saling nyengir setelahnya."Lah, itu barusan lo ngomong?" Axel memicingkan mata. Cara berbicara rada-rada seperti ini mengingatkannya pada seseorang. Menjawab cepat tapi tidak singkron antara kalimat dengan perbuatan. Selalu menunduk dan menggerak-gerakkan bahu tidak nyaman apabila berbohong itu adalah ciri khas Raline! Pupil mata Axel membesar. Satu pemikiran singgah di benaknya tatkala memdang mata sipit yang sengaja digambar warna warni itu. Sepertinya badut ini adalah calon istrinya."Raline Raharjo Soeryo Sumarno!" Axel menunjuk wajah sang badut dengan tatapan tidak percaya. Sepertinya dugaannya benar. Semakin diperhatikan badut yang katanya bisu ini semakin mirip dengan calon istrinya."Alhamdulillahi robbil alamin. Akhirnya lo bisa juga nyebut nama gue lengkap." Raline menadahkan tangan dalam posisi berdoa. Ia terharu. Setelahnya Raline baru menyadari konsekuensinya. Ia bukan hanya ketahuan tidak bisu. Tetap
Read more
32. Cemburu.
"Karena gue membawa rezeki dari hasil keringet gue sendiri. Gue nggak memanipulasi orang. Nggak jadi pelakor musiman juga seperti yang lo bilang. Gue... gue... merasa punya harga diri, Mas. Gue bangga walau gue jadi badut. Terserah orang mau bilang apa. Yang pasti gue bahagia dan bangga. Walau duitnya memang tidak seberapa. Enak ya kalau makan dari uang yang berkah?" Raline tersenyum di antara air matanya.Axel memijat-mijat batang hidungnya. Kebiasaannya kalau tengah berpikir keras. Ia ingin mengatakan sesuatu pada Raline, tanpa menyinggung harga dirinya."Gue paham. Oleh karenanya gue nggak akan menghakimi lo. Karena kebahagiaan tiap orang itu berbeda-beda. Gue hanya mau bilang. Kalo lo udah kelelahan, berhentilah. Gue siap membantu lo dengan cara-cara yang lo inginkan. Gue memang menyetujui permintaan lo untuk menunggu tiga bulan, baru kita menikah. Tapi gue akan senang sekali jikalau pernikahan kita dilaksanakan secepatnya. Jadi lo nggak usah bekerja keras seperti ini. Sejujurnya
Read more
33. Terharu.
Raline mendorong pintu rumah lesu. Ingatan akan kata-kata Axel pada Erick perihal ayahnya yang sakit, membuat Raline sedih. Ingin membantu, ia tidak punya uang. Terus menerus menerima bantuan Axel, ia juga sungkan. Istimewa ia sudah sesumbar bahwa ia akan menolak bantuan dana dari Axel. Tapi apa mau dikata. Terkadang dalam hidup sesekali harus menjilat ludah sendiri juga. "Kamu sudah pulang, Line? Hari ini kantormu memenangkan tender apa sampai perusahaan mengirim bonusmu untuk Ayah?" Pak Adjie yang sedang menonton televisi menoleh ketika putri semata wayangnya pulang bekerja."Tender... tender proyek, Yah." Raline menjawab terbata-bata. Jikalau harus berbohong dadakan ia memang cenderung gelagapan. Soalnya ia kurang mahir mengarang bebas."Ya pasti tender proyeklah. Nama proyeknya apa maksud Ayah? Entah proyek hotel perumahan, hotel, jalan tol atau apa kek." Pak Adjie beringsut dari kursi. "Eh... eh... eh..." Pak Adjie kembali terduduk. Lututnya mendadak sakit saat berdiri."Ayah
Read more
34. Kaki Tangan Penjahat.
Tingkah laku Raline membuat Pak Adjie tersenyum pasrah. Jikalau dulu ia sangat kesal apabila putrinya ini bertingkah konyol alih-alih cerdas seperti keinginanya, kini tidak lagi. Seseorang telah memberinya pencerahan dengan beberapa patah kata yang sangat keras namun tidak terbantahkan kebenarannya. Yaitu bahwa putrinya ada di dunia, itu karena perbuatannya. Pun jikalau karakter putrinya tidak seperti yang ia inginkan, itu juga bukan salah putrinya. Putrinya tidak pernah minta dilahirkan. Sebagai orang tua harusnya ia mensyukuri dan menerima apapun keadaan putrinya. Jikalau bukan dirinya sebagai orang tua yang mencintai putrinya, lantas siapa lagi? "Kamu tidak mimpi Raline. Ayah salah, Ibu salah kamu juga salah. Namun yang membuatmu salah adalah Ayah dan Ibu. Kami berdua tidak bisa mendidikmu dengan baik."Hati kami berdua tidak cukup besar menerimamu ada adanya, seperti kamu menerima kami berdua tanpa kata tapi."Beberapa hari lalu Ayah dan Ibu sudah berjanji untuk memperbaiki diri
Read more
35. Mengatur Siasat
"Kamu sudah datang, Sur? Wah, ada biduan baru ya?" Pak Dadang tersenyum ramah pada Raline."Iya, Pak. Biar orkesnya tambah rame. Kenalkan ini Neng Saroh, temannya Entin. Kalau ini Entin dan Wuri. Pak Dadang sudah kenal kan? Warga kampung kita juga," Kang Mansyur memperkenalkan Raline berikut Entin dan Wuri pada Pak Dadang. Raline memang mengganti namanya menjadi Maisaroh, selama bergabung dalam orkes dangdut Swara Nusantara ini. Jati dirinya benar-benar ingin ia sembunyikan."Selamat sore, Pak. Kenalkan, nama saya Maisaroh. Panggil saja saya Saroh." Raline mengulurkan tangan pada Pak Dadang. Memperkenalkan dirinya dengan sopan."Saya, Pak Dadang Sudrajat. Lurah di kampung ini." Pak Dadang merangkapkan kedua tangan di dada. Sebagai isyarat ia menerima perkenalan Raline namun menolak untuk berjabat tangan."Kalau kalian berdua, Bapak sih sudah kenal." Pak Dadang mengalihkan perhatian pada Entin dan Wuri. "Kamu Entin adiknya si Entis bukan?" tanya Pak Dadang pada Entin. "Benar, Pak. Ka
Read more
36. Cium Di mana pun Kau Suka!
"Baik, Kang," jawab Raline dan Entin bersamaan. Setelah Kang Mansyur dan Wuri berlalu, Raline segera mengeluarkan ponselnya."Coba kamu lihat video ini, Tin." Raline memutar video pertemuan antara Pak Dadang dengan beberapa pemuda tadi. Setelahnya ia menyerahkan ponsel pada Entin."Apaan ini, Non?" Walau heran, Entin menerima juga ponsel yang disodorkan Raline."Lihat aja, Tin. Ntar lo pasti mengerti tanpa gue perlu capek-capek menjelaskan. Sana lihat."Bingung, Entin menonton juga video di mana para pemerannya adalah orang-orang yang ia kenal. Air mukanya berubah seketika setelah mendengar dialog para pemerannya. Satu pengertian masuk dalam benaknya. Pak Dadang ternyata tidak seperti yang dirinya dan banyak orang pikirkan. Pak Dadang ini jahat!"Pantas saja Pak Dadang cepat sekali menjadi kaya. Begitu juga para bapak-bapak muda di kampung ini. Rupanya seperti ini pekerjaan mereka." Entin menatap ponsel dengan tatapan tidak percaya. Jika tidak melihat dengan mata dan kepalanya sendir
Read more
37. Pertunjukan Cinta.
"Kenapa lo diem? Katanya lo mau nyium gue?" Axel menaikkan satu alisnya. Ia ingin tahu sampai di mana keberanian calon istrinya ini."Itu... anu..." Raline kesulitan bicara. Membayangkan ia harus mencium mafia galak seperti Axel menciutkan nyalinya."Bodoh amat gue. Niat mau ngancem tapi ancemannya rugi di gue," keluh Raline bingung sendiri. Ia mondar mandir di halaman, tapi tidak berani mendekati Axel."Heh, ditanya malah ngedumel sendiri. Punya mulut kagak?" Axel menghampiri Raline yang tidak berani mendekatinya."Punya dong. Ini apaan?" Raline menyilangkan jari telunjuk di bibirnya sambil minggir-minggir. Ia keder ditodong secara langsung begini."Nah ada 'kan? Ayo cium. Lo tahu arti peribahasa bagaikan menjilat air ludah sendiri bukan? Berani berbuat harus berani bertanggung jawab. Itu namanya orang yang punya integritas. Jangan cuma ngebacot doang," tantang Axel lagi.Mampus gue!"Gimana gue mau nyium lo kalo gaya lo kayak tuan tanah lagi nagih upeti begitu?" Raline kian gelisah.
Read more
38. Moment Absurd.
"Non dan Akang mafia jadi pulang tidak? Saya teh takut kalau aksi Non dan Akang dipergoki warga. Apa Non Raline mau dikawinkan paksa oleh warga?" Entin terpaksa menghentikan adegan ala-ala film dewasa mantan nona mudanya dan pacar mafianya. Nama baik keluarganya tentu saja harus ia jaga."Ya ja--jadi dong, Tin." Raline menjawab pertanyaan Entin tergagap. Gelombang besar baru saja melemparkannya ke daratan. Ia masih linglung karena masih terbawa arus panasnya api asmara."Kalau jadi, ayo sana pulang, Non. Jangan main cium-ciuman di sini. Bahaya," tegur Entin lagi."Ayo, calon istri, kita pulang." Axel yang lebih dulu tersadar merangkul bahu Raline menuju mobil. Detik berikutnya mereka telah melaju ke jalan raya.***"Kenapa lo tadi mencium bibir gue? Gue bukan nggak suka lo melakukannya. Gue hanya ingin tahu aja alasannya." Kendaran baru berjalan sekitar enam menit. Namun Axel sudah tidak tahan ingin mengetahui jawabannya."Karena gue penasaran." Raline menjawab sesuai dengan kenyataan
Read more
39. Mulai Dicari.
Waktu telah menunjukkan pukul 18.05 WIB tatkala Raline tiba di rumah Bang Ali. Waktunya untuk menyetor uang sewa sekaligus mengembalikan kostum. Di halaman rumah Bang Ali telah ramai oleh rekan-rekannya sesama pencari nafkah jalanan. Pengamen, badut hingga para penjual rokok dan minuman selalu tumpah ruah pada jam-jam seperti ini.Raline dan Randy duduk berselonjor di teras rumah. Mereka sengaja menunggu hingga giliran terakhir agar bisa berbicara secara pribadi dengan Bang Ali. Raline ingin mulai membayar cicilan pertamanya untuk mengganti kostum yang ia hilangkan tempo hari."Rand, kalau Kakak membayar dengan uang segini, kira-kira Bang Ali marah nggak ya?" Raline memperlihatkan lima lembar uang sepuluh ribuan di tangannya.Randy yang tengah duduk melamun tidak menjawab. Kepalanya menengadah menatap langit bersaput awan kelabu dengan air muka nelangsa."Heh, Randy. Lo kenapa? Bengong aja dari tadi." Raline menyenggol bahu Randy dengan bahunya sendiri. Semenjak bekerja di rumahnya k
Read more
40. Cemburu.
"Nggak tahu sih gue. Tadi ada anak pengamen yang nganterin. Katanya dia dihadang dua orang laki-laki yang nemuin itu kostum. Mereka nanya, kostum itu milik siapa? Terus anak pengamen itu bilang, punya gue yang biasa disewa si badut sedih. Terus dibalikin."Dua orang laki-laki? Jangan-jangan yang menemukan kostum itu adalah anak buah Pak Fandy alias ayah Randy! Sepertinya mereka ingin mencari orang yang menolong Axel waktu itu. Ia harus hati-hati mulai sekarang. "Syukurlah kalau begitu, Bang. Berarti gue nggak perlu pusing-pusing lagi memikirkan uang ganti kostum." Raline pura-pura tersenyum senang, padahal hatinya ketar-ketir. Ia juga takut membahayakan Randy. Karena anak-anak pengamen itu menyebut bahwa kostum itu disewa oleh si badut sedih. Jahat sekali rasanya kalau ia mengorbankan Randy yang tidak tahu apa-apa."Emang lo nggak perlu ganti. Tapi gue ada satu permintaan. Semoga lo mau mengabulkan permintaan gue." Bang Ali kini menatap Raline harap-harap cemas."Permintaan apa tuh,
Read more
PREV
123456
...
12
DMCA.com Protection Status