All Chapters of Papa Baru untuk Anakku: Chapter 21 - Chapter 30
141 Chapters
21. Baikan Dengan Papa
“Udah, Ma. Aku kenyang.” Farel menggeleng sembari menjauhkan mulutnya dari sendok yang dipegang sang mama.“Oke. Kata papa tadi kamu sakit perut ya?” tanya Lily usai menyudahi sarapannya juga. “Mules atau bagaimana, hemm?”“Sekarang sudah tidak sakit. Aku mau ke kamar saja.”“Nanti mama datang ya, Nak. Mama mau mandi dulu,” gumam Lily sambal membelai lembut puncak kepala putranya.Farel mengangguk. Bocah itu lantas segera pergi meninggalkan ruang makan. Dia menunduk begitu melihat Keenan yang berpapasan dengannya. Kini Lily sudah tiba di kamar. Baru saja membersihkan diri dan duduk tenang di atas sofa. Tak berapa lama Keenan masuk lalu mengambil posisi bersidekap di hadapannya.“Apa dia sudah tidak marah padaku lagi?” tanya pria tampan berhati dingin itu.“Kami masih belum bicara. Tadi aku hanya bisa membujuknya untuk sarapan,” jawab Lily yang kemudian lekas menutup mulutnya yang tengah menguap lebar. “Abang pergi saja. Tidak pa-pa.” Setelahnya Lily lekas m
Read more
22. Wanita Pengacau
Bagaimana ini? Permintaan Farel barusan sangat memberatkan. Lily tidak mungkin membujuk sang suami untuk mengiyakannya bukan?“Maaf ya. Mama benar. Kau tak bisa ikut,” kata Keenan memberikan jawaban.“Kenapa? Aku janji tidak akan mengganggu papa,” rengek Farel manja. “Dulu papa bilang aku masih kecil makanya belum boleh ikut kerja. Sekarang aku sudah besar.” Ada rasa perih yang seketika menjalar di hati Lily usai mendengar kalimat putranya tadi. Terbayang bagaimana banyak caci maki yang dilontarkan pihak keluarga mantan suaminya kala itu. Ternyata Farel bisa mengingat luka tersebut sampai sekarang.“Waktunya tidak tepat. Lain kali saja ya.”“Aku mau sama papa.” Farel masih memohon.Keenan pun menghela napas berat. Lantas berbisik pada Lily. “Apa yang bisa kulakukan agar dia tidak menganggu?”Lily berpikir sejenak kemudian memberikan saran pada Keenan yang langsung disanggupi oleh pria dingin itu. “Kita makan siang di luar saja yuk. Papa masih punya waktu. N
Read more
23. Siapa Nih?
Lily menggeleng pelan. “Ini bukan apa-apa. Hanya memar biasa.”“Baiklah,” jawab Keenan singkat. Tak mau memikirkan hal yang dianggapnya remeh seperti barusan. Dia pun memberikan perintah pada sang sopir untuk mengemudikan mobil ke hadapannya. “Kalian pulanglah.”“Papa gimana?” tanya Farel dengan polosnya.“Sebentar lagi ada mobil lain yang menjemput.” Farel pun lekas menurut dan segera masuk ke dalam mobil. Tak pelak bocah itu mengecup punggung tangan Keenan. Namun, saat Lily hendak melakukan hal yang sama suara nyaring dari arah belakang mengalihkan atensinya. Seorang pria dengan setelan jas formal seperti sang suami berjalan mendekat sambil tersenyum. Tatapannya tertuju pada Lily dengan pandangan yang sangat sulit diartikan. Tak berapa lama kemudian dia mengulum senyum.“Wah, siapa nih? Malah kelihatan bening. Kalau gebetan kayaknya enggak mungkin.”Keenan berdecak pelan. “Bukan urusanmu.” Dia melirik ke arah Lily yang tampak canggung. “Masuklah.”“I-iya.
Read more
24. Bukan Siapa-Siapa
“Permisi,” ucap Lily dengan suara yang sangat pelan.“Hei, saya belum selesai bicara,” kata pria itu. “Kamu yang tadi bersama dengan Keenan ‘kan?”Lily menggeleng cepat. “Bu-bukan. Anda pasti … salah orang.”“Benarkah?” Kedua alis lawan bicaranya itu saling bertaut. “Kayaknya memang kamu. Tunggu dulu biar saya—”“Maaf, Pak. Saya masih banyak kerjaan. Permisi,” potong Lily yang bergegas pergi dari sana.              Wanita itu berjalan setengah berlari dengan sekuat tenaga. Napasnya pun sudah terengah-engah.“Eh, kenapa?” tanya Nina begitu melihatnya kembali ke ruangan.“Enggak. Aku tadi salah masuk toilet pas kebelet,” bohong Lily yang tampak begitu natural.Nina pun tergelak. “Ada ya gitu. Jadi kamu udah lihat apa aja?”
Read more
25. Apa Dia Begitu Spesial?
“Asih, jangan ngomong sembarangan,” tegur Mbok Jum yang malah merasa tak enak hati dengan sikap anggotanya. “Minta maaf kamu!”“Kenapa harus minta maaf, Mbok? Aku salah apa?” Pelayan bernama Asih itu tetap keras hati.Lily yang baru saja menghabiskan tiga suapan nasi ke dalam mulutnya lekas tersenyum simpul. “Udahlah Mbok. Enggak pa-pa. Bi Asih enggak ngerasa bersalah sih wajar. Kelihatannya dia memang biasa ngomong begitu.” Lily sama sekali tak menunjukkan rasa tersinggungnya. Hingga kemudian dia kembali melanjutkan suara, “Cukup tahu saja sebenarnya. Oh ya. Sikap seseorang mencerminkan dari mana dia berasal bukan? Emas jika dilemparkan ke selokan pun nilainya akan tetap berharga, sedangkan bangkai jika diletakkan di taman bunga sekalipun masih dipandang menjijikkan.” Perkataan telak yang ditujukan untuk menyindir Asih memang. Terbukti wanita yang usianya hanya beda beberapa tahun lebih muda darinya itu tengah kelabakan sendiri. Sekaligus merasa tertampar pula. Sementar
Read more
26. Menjemput Farel
Keenan mendengkus kasar lalu berdecak setelahnya. Kesal lantaran temannya tersebut tampak tertarik pada Lily.“Oke,” kata Dimas sambil tersenyum penuh arti. “Aku pamit sekarang. Tolong sampaikan salamku pada Lily ya.” Tatapan tajam Keenan membuatnya justru terkekeh. “Iya iya. Lain kali mungkin kami bisa bertemu lagi.” Usai memastikan kalau Dimas sudah benar-benar pergi, barulah dia bergegas menaiki anak tangga. Menyusul sang istri yang ternyata ada di kamar Farel.TOK TOK TOK!!“Lily! Buka pintunya!” pekik Keenan tak sabaran. Lily yang sudah sangat mengantuk mau tak mau terpaksa mengayunkan langkah menuju sumber suara. Lantas menyembulkan kepala begitu membuka sedikit pintu kamar putranya itu.“Kenapa?” tanyanya dengan suara serak karena mata yang sudah memberat.Alih-alih menjawab pertanyaan barusan, Keenan malah mendorong tubuh sang istri ke dalam. “Apa yang kau lakukan tadi, hah??”“Apa? Aku hanya menjelaskan agar Pak Dimas tidak salah paha
Read more
27. Menikmati Sore
“Suaminya Lily ya?” tanya wanita yang baru saja tiba di depan Keenan dan Farel.“Iya,” jawab Keenan singkat.Wanita tersebut meringis pelan lalu berjalan mendekati mereka. “Kenapa mau sama Lily sih? Kamu dipelet mungkin sama dia.”Keenan berdecak lalu mengeratkan dekapannya pada Farel yang mulai terganggu dengan kedatangan orang itu. Baru saja dia hendak bersuara, Lily dan sang bibi muncul dari arah dalam. Kedua perempuan itu saling menoleh ketika melihat senyum yang dipaksakan oleh tetangga mereka.“Eh, Bu. Saya mau beli beras kemari.”“Iya. Langsung ke warung saja kalau gitu. Sebentar lagi saya menyusul. Lily mau pamit dulu,” jawab bibi dengan cepat.Setelah wanita tadi pergi, barulah Lily mendekati dua pria beda usia tersebut. “Kita pergi yuk, Sayang,” katanya pada Farel. “Salim ke nenek dulu.”Farel menurut lalu tersenyum begitu kepalanya dielus le
Read more
28. Sopir Cantik
Ucapan tadi terjeda lantaran sang sopir meringis setelahnya. “…, Perut saya mules lagi. Sepertinya salah makan.”Lily yang langsung tanggap segera memutar pandangannya ke berbagai arah. Kedua matanya menyipit saat melihat klinik bersalin di seberang café. “Pak, badan Bapak lemes itu. Kita ke sana ya.”“Eh, enggak usah Nyonya. Saya masih kuat kok. Cuma enggak bisa nyetir aja. Takut salah fokus,” tolak pria seusia pamannya tersebut.Keenan pun berdecak. “Jangan membantah. Turutin kata-kata Lily.”“I-iya, Tuan. Maaf kalau merepotkan.”              Lily sibuk memapah sang sopir. Sementara Keenan menggendong Farel agar perjalanan mereka bisa cepat menuju klinik bersalin yang dimaksud Lily tadi. Setidaknya ada pertolongan pertama yang didapatkan oleh pria tersebut.“Kasihan kakek itu ya, Ma,” gumam
Read more
29. Apa-Apaan Ini??
“Oh. Hemm … dari teman. Sudah lama sekali,” jawab Lily sembari mengulum senyum. Setelahnya tidak ada lagi pembicaraan karena Lily kembali fokus ke jalan raya sana. Hingga beberapa menit kemudian mereka tiba di tempat tujuan. Beruntung hujan berangsur reda. “Makasih ya, Nyonya. Maaf sudah merepotkan,” kata Pak Sopir yang merasa sungkan. “Sama-sama, Pak. Namanya juga musibah ya kita mana tahu,” balas Lily yang segera menyerahkan kunci mobil pada pria paruh baya tersebut. Farel yang tampak kelelahan karena satu harian bermain segera pamit undur diri menuju kamarnya. Meninggalkan sang mama dan papa yang masih berada di ambang pintu utama. “Bang!” panggil Lily saat suami dinginnya itu berjalan menuju anak tangga. Keenan pun menoleh tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Menunggu apa yang hendak diucapkan oleh wanita tersebut. “Apa ada yang mau masak untuk nanti malam.” “Terserah. Yang penting jangan terlalu banyak minyak dan santan.” “Kalau sup iga bagaimana?” tanya Lily menawarkan.
Read more
30. Perkara Alergi
PRANG!! Keenan melemparkan piring makannya ke lantai. Sontak aksinya barusan membuat semua orang ketakutan.“Bang.” Lily hendak bertanya. Namun, dia kembali mengatupkan bibir ketika melihat sorot mata tajamnya suami. Sementara Farel sudah bangkit dari duduknya usai mendengar pecahan piring tersebut. Bocah itu segera memandang awas sang papa sambung yang kelihatan sangat menyeramkan.“Mbok Jum!! Kemari!!” pekik Keenan dengan suara tegasnya. Tak butuh waktu lama hingga kepala pelayan yang dielukan namanya tadi muncul di depan mata. “I-iya, Tuan.”Keenan meneguk habis sisa air minumnya lalu berujar dengan lantang, “Siapa yang menyiapkan makan malam ini??”“Aku, Bang. Aku yang masak sendiri,” ucap Lily cepat. “Kenapa?”“Mama,” rengek Farel yang sudah gemetaran. Anak usia empat tahunan itu memeluk pinggang mamanya. Suaranya bergetar hendak menangis.“Sayang, jangan takut ya.” Lily memberi kode pada Keenan agar menjaga sikapnya. Lantas segera menyuruh
Read more
PREV
123456
...
15
DMCA.com Protection Status