All Chapters of Papa Baru untuk Anakku: Chapter 11 - Chapter 20
141 Chapters
11. Ada Yang Julid
“Mbok Jum??” Lily yang barusan ke luar dari kamar dikejutkan oleh kehadiran ketua pelayan yang sudah berdiri di belakangnya. “Mbok nyariin siapa?”“Eh he.” Wanita paruh baya itu mengusap pelan tengkuknya sambil tersenyum keki. “A-anu. Tuan Keenan. Apa Tuan sudah bangun ya?”“Mungkin. Ranjangnya sudah rapi begitu.” Lily menjawab sekenanya. Jelas penuturan barusan membuat Mbok Jum mengernyit seraya membolakan mulutnya. Memangnya tadi malam sepasang pengantin baru tersebut tidak menghabiskan malam bersama? Itulah yang ada di dalam benaknya. Baru saja hendak bertanya lebih lanjut, suara derap langkah kaki membuat mereka lekas menoleh.“Tuan?”“Sudah jam berapa ini, Mbok? Kenapa telat membawakan teh untukku??” Tatapan Keenan begitu mengintimidasi. Membuat Mbok Jum menunduk karena merasa bersalah.“Maaf, Tuan. Saya pikir tadi malam Tuan dan Nyonya—““Apa??” potong Keenan cepat. “Jangan banyak bicara. Lakukan saja tugas Mbok di sini dengan benar.” Setelahn
Read more
12. Tiga Bulan Saja
Lily memejamkan mata sembari meremas kain yang ada di hadapannya. Belum lagi napas yang mulai terengah-engah. Sayang. Ketakutan wanita cantik itu tampaknya tak beralasan. Terlebih lagi karena dia sekarang baik-baik saja. Bahkan pinggangnya direngkuh erat oleh sebuah lengan kekar yang masih menempel di sana.“B-bang Keenan?” ringisnya dengan bola mata refleks melebar seketika.“Lain kali jangan ceroboh.” Keenan buru-buru berdiri tegak lalu melepas kaitan tangannya dari tubuh Lily.“Makasih ya.” Suaminya itu tak berniat membalas meskipun hanya dengan anggukan kepala. Lily pun bergegas menutup pintu kamarnya.“Huffh!”” Napasnya terembus kasar ketika mengingat kejadian barusan. Kalau saja Keenan tak cepat menahannya, maka sekarang entah tangan, kaki atau bokongnya yang sakit akibat terjatuh ke lantai marmer tadi. Saat ini putranya tengah bersiap-siap di kamar. Sementara Lily sedang was-was menunggui Keenan yang tengah mandi sejak lima menit
Read more
13. Malam Mengerikan
“Eh?” Lily menyipitkan matanya.“Iya,” sahut Farel cepat. “Tadi mama bilang di sana kalau aku sekolahnya cuma tiga bulan, hemm?” Sorot mata polos tersebut tampak menyudutkan Lily. Tahu bahwa putranya sedang menanti jawaban.“Enggak gitu, Sayang. Mama cuma mau mastiin kamu betah atau enggak di sekolah ini. Jadi dicoba dulu selama tiga bulan. Kalau dirasa kamu happy ya ... lanjut.” Farel mengangguk sembari memasukkan segala perlengkapan sekolahnya ke tempat semula. Lantas menyerahkan tangannya untuk digamit sang mama meninggalkan pelataran sekolah. Kini keduanya sudah kembali ke rumah. Perjalanan yang ditempuh tidak terlalu jauh memang. Hanya lima belas menit jika menggunakan kendaraan roda dua.“Minggu depan kamu ‘kan sekolah. Besok mama juga udah balik kerja. Nanti kalau ada waktu kita jengukin kakek dan nenek ya.”“Iya, Ma. Kenapa kita tinggal terpisah? Di sini banyak kamar kosong. Mirip hotel seperti yang pernah kita datangi,” cengir Farel menampa
Read more
14. Sedikit Perhatian Dari Keenan
Lily mendesis pelan usai menegakkan tubuhnya kembali. Langkahnya jadi terseok-seok karena terjatuh barusan. Sayang. Mobil tadi justru semakin mendekat. Bahkan sudah menghadang jalannya.“Kenapa kau malah lari??”Suara dingin dan datar tersebut membuatnya lekas mendongak. “Bang Keenan?”“Kenapa? Kau kira aku siapa, hah? Penculik?” ujar Keenan yang sudah bersidekap sembari menatapnya dengan sinis.“Maaf, aku pikir tadi—““Masuklah. Jangan membuang waktuku lebih banyak lagi,” potong Keenan cepat. Pria itu lantas segera melangkah ke dalam mobil. Sementara sang sopir membukakan pintu yang satunya lagi untuk Lily. Hah. Wanita itu merutuk di dalam hati. Dia lupa bahwa sang suami punya banyak kendaraan mewah. Makanya dia tak mengenali warna dan plat mobil yan baginya belum familiar.“Hari ini aku masuk shift sore. Jadinya pulang tengah malam,” cicit Lily menjelaskan kenapa dia bisa berada di jalanan sekarang. Namun, Keenan hanya diam tanpa merespon perkataannya tadi. Jadilah ia ke
Read more
15. Jangan Menginap
Beruntung Lily mengatakannya dengan suara pelan. Jadi tidak ada yang mendengar. Perempuan itu kini menyipitkan mata untuk melihat sosok sang pemegan saham terbesar di perusahaan roti tempatnya bekerja sekarang. “Gimana? Ganteng ‘kan?” bisik Nina dari belakang. “Namanya Pak Keenan, bukan atasan kita yang kamu bilang kemarin-kemarin. Kalau itu sih aku juga enggak mau. Dih amit-amit ya.” “Oh hiya,” gumam Lily sambil manggut-manggut. Tak pelak menundukkan kepala begitu manajer mereka kembali berbicara pada Keenan. “Sebenarnya yang bekerja di bagian ruangan baking yang ini ada empat orang, Pak. Sama seperti yang di depan tadi, tetapi kebetulan dua orang sedang cuti,” ucap sang manajer. “Lily, Nina. Ini Pak Keenan. Mungkin kalian baru melihat. Beliau adalah orang yang paling berkuasa di sini.” “Malam, Pak!” sapa mereka kompak. Keenan hanya mengangguk sebagai respon. Dia menatap Lily sekilas dengan mata mendelik lalu segera memalingkan wajah. Hah. Sungguh dia tak menyangka jika sang
Read more
16. Istri Simpanan??
Kedua alis Lily saling bertaut usai mendengar suara Keenan barusan. Bukankah tadi suaminya itu sudah melarang? Kenapa malah jadi begini? Sementara Farel memandang sepasang suami istri tersebut secara bergantian.“Kalian boleh pergi, tetapi jangan menginap,” gumam Keenan usai mengakhiri sarapannya.“Eh?” Lily mengangguk samar meskipun hatinya terasa dongkol. “Baiklah. Kalau gitu kita pergi sebentar lagi. Oke?”“Sekarang saja. Aku tunggu di mobil.” Farel pun bersorak girang. Namun, Lily mendesah panjang karena tak bisa protes lagi. Alhasil dia pun lekas kembali ke kamar untuk mengambil tasnya.“Papa tampan sekali. Iya ‘kan, Ma?” gumam Farel yang sekarang duduk di tengah-tengah mereka. Lily dan Keenan saling pandang lalu sama-sama lekas memutus kontak mata keduanya. “Ma?”“I-iya,” jawab Lily singkat.“Oh iya. Mama juga cantik ‘kan?” Kali ini bocah tersebut meminta pengakuan dari sang papa sambung.Keenan mengangguk tanpa menoleh ke arah Lily sama sekali. Setelahny
Read more
17. Omongan Para Tetangga
“Sudah, Ly. Jangan didengerin,” bisik bibinya dengan suara pelan.Lily menggeleng cepat. Telinganya bukan tidak mendengar apa yang disampaikan oleh ibu julid tadi, tetapi dia hanya ingin memastikan sekali lagi. “Bu, siapa maksudnya? Saya?”Ibu tersebut terkekeh. “Eh. Kamu ngaku sendiri ternyata. Padahal saya belum nanyain langsung loh.”“Udah nih. Belanjaannya jadi tiga puluh ribu.” Sang bibi memotong obrolan dengan lekas memberikan sekantong plastik berisi gula, minyak dan bubuk teh ke tangan pembelinya. Dengan begitu, orang yang memancing kemarahan Lily sudah pergi.“Bi, jadi ini alasannya kenapa tadi kalian ngelarang aku kemari? Iya?”Bibi menghela napa panjang lalu duduk menyandarkan punggungnya. “Biasalah, Ly. Namanya juga tetangga. Ada yang gosipin. Kamu kayak baru kenal warga di sini aja. Ada yang mulutnya baik, ada juga kayak Bu Tinah tadi.” Mendengar penuturan barusan Lily seketika merasa bersalah. Selama satu tahun menumpang hidup di sana keluarga pamannya banyak
Read more
18. Digendong Papa
            Tak hanya Lily yang terkejut dengan kedatangan orang barusan. Para ibu yang tengah menghakiminya tadi pun sama kagetnya. Mereka saling berbisik sembari melirik pria tersebut.“Ada apa ini?” Keenan bertanya demikian sembari melingkarkan tangannya di pundak Lily. Lantas dia menatap satu demi satu orang-orang julid tadi.“Enggak kok. Kami cuma nanya sama Lily,” jawab seorang dari mereka. “Ya wajar sih kami curiga. Lily dan anaknya tiba-tiba aja pergi dari sini. Eh pas ditanya ke paman bibinya malah dibillang dia nikah. Kami ya merasa ada yang aneh.”“Iya. Seharusnya ‘kan ada kabar gitu sejak jauh hari,” tambah yang lain pula.            Lily menunduk seraya meremas ujung bajunya. Takut kalau Keenan berbicara penuh dengan emosi atau malah jadi merendahkan keluarga pamannya. Hingga kemu
Read more
19. Farel Mengamuk
“Hai!” Wanita pengganggu tadi sudah tersenyum kecentilan. Mendekat ke arah Keenan yang sama sekali memandangnya dengan tatapan muak.“Mau apa? Ini sudah malam,” gumam Keenan dengan suara datarnya. Alih-alih menjawab pertanyaan barusan. Sang wanita malah bergelayut manja di lengannya. “Lisna, aku lelah.”“Benarkah? Kalau begitu ayo kita ke kamarmu. Aku akan pijat agar kau jadi lebih rileks. Bagaimana?” rengek wanita bernama Lisna itu.Keenan menggeleng lalu pergi meninggalkannya begitu saja. Namun, siapa sangka jika Lisna malah justru membuntutinya dari arah belakang.“Ayolah, Keenan. Aku hanya ingin memijatmu saja.” Dia masih berusaha dengan menampakkan senyuman paling manis menurutnya. “Kau lupa ya kalau kita bahkan pernah—““Itu hanya kesalahan. Berhentilah untuk mengungkitnya lagi,” potong Keenan yang lekas menyela pembicaraan tersebut. “Pulanglah.” Lisna berdecak sebal lalu menyentakkan kakinya dengan mode manja. Sengaja berbuat ulah agar Keenan mau mengiku
Read more
20. Membujuk Farel
Farel lantas meninggalkan ruang makan begitu saja. Tak pedulikan Mbok Jum yang berusaha mengejarnya dari arah belakang.“Tuan Farel. Ini si Mbok. Tolong bukain pintunya dong.” Tak ada sahutan dari dalam sana. Hanya sesekali isakan tangis dari bocah tersebut. Membuat kepala asisten rumah tangga itu mendesah pelan sambal geleng-geleng kepala. Cukup lama dia berada di depan pintu. Namun, suaranya sama sekali tidak ditanggapi oleh Farel. Sementara Keenan yang baru saja menyudahi sarapannya bangkit dengan cepat. Pun begitu juga dengan Lisna masih tampak tak merasa bersalah dengan kekacauan yang dibuatnya beberapa saat lalu.[“Mundurkan jadwal meeting pagi ini hingga jam makan siang tiba. Aku sedang ada urusan.”] Keenan segera menyudahi titahnya pada seseorang di seberang sana. Menyimpan gawainya ke dalam saku dalam jas lalu melangkah menaiki gundukan anak tangga.“Berhenti mengikutiku!”Lisna mencebik lalu mengangguk seketika. “Oke. Aku akan tunggu
Read more
PREV
123456
...
15
DMCA.com Protection Status