All Chapters of Putri Yang Kau Suruh Gugurkan: Chapter 11 - Chapter 20
31 Chapters
11. Pertemuan dan Perpisahan
"Tidak Mas, jangan sentuh saya."Bulir air mata berderai dari sudut mata Arini. Abi yang menyaksikan merasa begitu terluka."Jangan menangis, Arini.""Jangan sentuh saya, Mas.""Tapi Mas rindu sama kamu. Tujuh tahun Mas menanti, apa salah ketika bertemu Mas menginginkannya.""Saya ingin kita berpisah, Mas.""Kamu ingin Naina terluka?""Bukankah ia sudah terluka semenjak dahulu?""Tapi kita bisa memperbaikinya.""Bukan kita, Mas. Tapi kamu saja!""Baik, benar Mas yang salah. Maka itu ijinkan Mas memperbaiki semuanya. Mas ingin membahagiakan kamu dan Naina."Abi terlihat begitu memohon."Bagaimana jika Mama tetap tak merestui, Mas? Bukankah sejak dahulu kamu ingin menjadi anak yang berbakti?""Mas sudah pernah menuruti keinginan, Mama. Sekarang Mas ikhlas menjadi durhaka asalkan bisa bertanggung jawab padamu dan Naina."Arini memejamkan matanya, jujur ia bahagia mendengar ketegasan itu akhirnya keluar dari mulut Abi. Tapi entah kenapa ia masih saja merasa takut.Sebuah kecupan diberikan
Read more
12. Fitnah Adinda
"Silahkan masuk, Mbak.""Aku nggak mau masuk!" sanggah Dinda dengan cepat."Jelaskan di sini saja, Arini. Mbak nggak bisa lama-lama."Wajah Raden Ayu yang biasa begitu ramah, kini seakan memerah menaruh amarah. Arini tak ragu, ia mengatakan statusnya tanpa ditutupi."Saya minta maaf, Mbak. Semua demi Naina.""Apa maksud kamu, Arini?"Dulu, saya pernah cerita sama Mbak, bahwa saya terpaksa meninggalkan suami karena ibu mertua memaksa untuk menggugurkan kandungan saya?"Raden Ayu tampak berpikir."Lalu apa hubungannya dengan Abi?""Mas Abi adalah lelaki yang saya tinggalkan itu, Mbak?"Seketika Raden Ayu dan Dinda tampak terhenyak."Mas Abi?"Kedua mata Dinda kini basah."Tidak mungkin Mas Abi?""Saya tidak bohong, Mbak.""Mbak Ayu, Dinda nggak mau kehilangan Mas Abi, Mbak. Dinda cinta sama Mas Abi."Dua bola mata Adinda sudah berlinangan cairan. Raden Ayu segera memeluk adiknya tersebut. Sedang di hadapan mereka, Arini benar-benar dilema."Jika memang benar yang kamu katakan, apa Abi m
Read more
13. Pengakuan Abi pada Ibunda
Arini mengangguk, menyetujui putri kecilnya mengambil mainan yang diberikan Khalif. Dengan wajah berbinar Naina mengambil benda itu."Terima kasih ya, Om. Aku suka banget."Khalif tersenyum puas."Om senang kalau kamu suka," ucapnya seraya mengusap pucuk kepala gadis kecil di hadapannya."Om mau main sama Naina nggak?""Emang boleh?"Pandangan Khalif tertuju pada Arini. Wanita itu segera menjawab,"Naina, Om Khalif ini ada kesibukan. Nanti kamu main sama Mama aja ya, Nak.""Yaudah deh, aku masuk ke dalam dulu ya, Om."Khalif tampak mengangguk. Ia memerhatikan Naina yang terlihat berjalan kembali ke dalam rumah. Hatinya sakit, mengingat seumur hidup dia tak pernah tidak mendapatkan apa yang dia inginkan. Tapi Arini? Khalif menghela napas berat."Makasih ya Mas untuk hadiahnya. Maaf Arini nggak bisa membalas dengan apapun.""Tidak perlu membalas, saya memberi tanpa mengharap balasan."Arini hanya bergeming."Jika kamu memutuskan untuk kembali pada Abi, maka saya akan mundur. Suatu saat
Read more
14. Takkan Mundur
Dengan mata yang basah, Abi membawa sang ibu ke rumah sakit. Sampai di UGD, ibundanya dengan segera dilakukan penanganan awal. Sementara itu, Abi mencoba menelpon sang kakak yang juga bertempat tinggal di Jakarta Pusat.Sesaat ia terlupa akan seorang wanita yang tengah menunggu kabar darinya. Arini."Ibu Syntia mengalami stroke ringan dokter Abi. Tapi tidak mengapa, In Syaa Allah bisa terapi untuk memperbaiki segala gejala yang timbul. Hanya harus diingat, jauhi beliau dari hal-hal yang bisa memicu terjadinya serangan stroke yang sebenarnya. Karena stroke ringan ini adalah lampu kuning, bahwa ada yang lebih berbahaya lagi yang kita takutkan akan terjadi ke depan. Sebab itu harus bisa dijaga dan sebisa mungkin dicegah faktor pemicunya."Dokter spesialis jantung di hadapan Abi bercerita panjang lebar. Abi dan kakak kandungnya mengangguk bersamaan. Mereka lalu memasuki kamar untuk mengetahui keadaan sang ibu."Ma ...."Begitu melihat Abi, sang ibu langsung membuang wajah. Hal itu membuat
Read more
15. Mama atau Istri
Wajah ibunda dokter Abi terlihat kaku, mata dan bibir sebelah kiri lebih jelas terlihat penurunannya. Sementara itu lengan sebelah kanan kaku, tak dapat digerakkan dengan bebas, sedang jemari tampak menegang. Wanita paruh baya itu bahkan tak dapat berbicara jelas. Sungguh jika diperhatikan dengan seksama, rasa iba begitu dalam membelai jiwa.Dalam rasa sakit yang juga harus ia pikul sebab tak dapat makan dan minum dengan normal, namun amarahnya pada sang anak dan menantu belum jua surut.Ia justru menuduh menantu tak diharapkan itu sebagai penyebab penyakit yang kini menimpa tubuhnya.Abi masih menanti di luar kamar, kedua saudara kandung yang sudah berada di ruang rawatan tak mengijinkan adik semata wayang mereka untuk masuk ke dalam. Akhirnya, demi dapat berbicara dengan sang ubu, ia dan istri bersedia menunggu jam berputar meski hanya duduk di kursi tunggu.Jam menunjukkan tepat pukul dua belas siang. Karena bosan menunggu, Naina jadi tertidur di pangkuan sang papa."Mas, Arini s
Read more
16. Perjuangan Berat
Arini tersadar, ia tak mengerti kenapa Anggun hendak memisahkannya dari Naina. Padahal mereka 'kan hanya akan menetap di rumah itu beberapa hari.Dengan segera Arini mengejar langkah Anggun."Sebentar Mbak Anggun."Panggilan Arini tak membuat Anggun menghentikan langkahnya, dia dan Naina kini sampai di depan sebuah kamar. Wanita yang masih memegang jemari Naina itu segera membuka pintu. Tapi Arini berhasil meraih lengannya."Mbak Anggun. Saya memanggil Mbak."Wanita itu akhirnya menoleh, tapi seketika jemari Arini ia sentak kuat. Arini masih mengatur degup jantungnya, ada apa dengan perempuan ini?"Naina biar tidur sama saya saja, Mbak. Dia belum terbiasa tidur sendiri, takutnya nanti malah menangis tengah malam.""Tidak bisa, Mbak. Jika mau menginap di rumah ini, maka Mbak harus bisa ikut peraturan yang saya buat.""Peraturan?""Iya, peraturan dimana jika yang bertamu membawa anak kecil, maka harus bersedia tidur terpisah. Anak kecil harus tidur di kamar yang sudah saya siapkan.""T
Read more
17. Pekerjaan Baru
Dua bola mata Arini basah oleh air mata. Mendapati hal demikian, Abi segera meminta maaf."Maaf Dek, bukan gitu maksud ucapan Mas tadi."Arini tak menggubris, padahal sang suami tak henti mengecup punggung tangannya."Dari awal Arini sudah bilang, Mas ceraikan saja saya. Maka semua tidak akan seperti ini. Tentu Mama juga akan tetap sehat seperti dahulu. Tidak akan mengalami stroke. Semua karena Mas keras kepala, tetap meminta kembali pada Arini!"Wanita itu terus terisak, tangan mendorong tubuh Abi agar menjauh darinya, tapi lelaki itu dengan sekuat tenaga berusaha ingin menenangkan sang istri dalam pelukan."Tenang Arini, tenang."Abi tak lagi mengucap apapun, ia biarkan Arini menumpahkan air matanya tanpa jeda setelah berhasil memeluk wanita itu. Mungkin saat ini, hanya inilah yang bisa dia lakukan dalam meluapkan rasa sakit di dadanya. Beberapa menit, setelah Arini cukup tenang, barulah Abi melerai pelukan."Arini, dengarkan ucapan Mas ini. Mas tidak pernah menyesal dengan apa yan
Read more
18. Tawaran Untuk Abi
Dalam keterkejutan, Arini melangkah masuk lebih jauh ke dalam ruang Ketua Yayasan."Silahkan duduk."Tak bicara, Arini masih diselimuti rasa tak percaya. Tidak mungkin ada manusia di dunia ini yang sangat mirip kecuali jika dua manusia itu adalah saudara kembar. Benarkah Mas Khalif memiliki kembaran?Arini menyingkirkan rasa penasarannya tatkala lelaki di hadapan mengajukan pertanyaan."Benar anda yang ingin mengisi tempat kosong sebagai guru di Yayasan ini?""Benar Pak?""Siapa nama anda?""Arini, Pak.""Oke, saya sudah memantau kinerja anda seharian ini. Dan buat saya tidak ada masalah. Kamu bisa melanjutkan pekerjaanmu, dengan satu syarat, melengkapi data kepengajaran. Nanti kamu bisa minta formnya pada Mbak Ulya.""Baik, Pak.""Mengenai gaji, tiga bulan pertama masa training, gajimu lima ratus ribu perbulan. Setelah itu jika kamu dinyatakan lulus training, gajimu akan setara dengan karyawan lain yaitu satu juta perbulan."Arini menarik napas lega. Uang segitu walau tak seberapa, t
Read more
19. Penyesalan Ibunda Dokter Abi
Sudah sedari tadi ibunda dokter Abi berusaha membangunkan perawat khusus yang bertugas menjaganya malam ini. Aneh, kemarin malam wanita itu bisa bergadang sampai subuh, tapi malam ini belum sampai jam sepuluh dia sudah tertidur tak sadarkan diri.Dengan susah payah akhirnya ibunda dokter Abi meraih air di atas nakas dengan usahanya sendiri. Tenggorokan teramat kering dirasa. Tapi dengan kekakuan tubuhnya, ia begitu kesulitan untuk meraih benda yang diinginkannya tersebut. Berharap sampai pada gelas yang ia maksud, namun melesat. Gelas itu justru terjatuh ke lantai. Pecah, bagai hatinya yang tak lagi berwujud semenjak kepergian anak tercinta.Suara pecahan itu membuat, sang perawat tersentak kaget. Ia segera membersihkan pecahan kaca berikut menanyakan apa yang dibutuhkan wanita paruh baya di hadapan.Ibunda dokter Abi menangis, dengan bibir dan mata sebelah kiri yang menurun. Ia bahkan kesulitan untuk sekadar mengeluarkan air matanya.Satu kata terucap kemudian, 'Ya Allah, kenapa ka
Read more
20. Cemburunya Abi
Arini sudah selesai menyiapkan sarapan, termasuk menyiapkan lauk untuk makan siang hari itu. Tepat pukul lima lewat tiga puluh menit, dia membangunkan Naina untuk melaksanakan shalat subuh. Sedang Abi baru saja tiba di rumah sehabis melaksanakan shalat subuh di mesjid terdekat.Arini menatap suaminya ragu-ragu. Ia ingin meminta tolong agar mengurus Naina masuk ke sekolah, tapi sedikit enggan."Ada yang mau kamu sampaikan, Arini?" tanya Abi sembari mendekati meja makan, dan duduk di salah satu kursi."Ini tentang Naina, Mas.""Naina kenapa?"Abi mencubit ikan lele yang digoreng Arini dengan dibumbui tepung. Lelaki itu tampak berselera."Arini nggak boleh membawa Naina kembali ke tempat bekerja. Mas bisa nggak ngurusin Naina masuk sekolah hari ini?"Abi tampak menarik napas. Ia merasa begitu bersalah pada sang istri. Bukankah urusan mencari rejeki, cukup menjadi tanggung jawabnya saja sebagai suami. Tapi, yang terjadi pada mereka, Arini bahkan harus ikut mencari kerja untuk mencukupi k
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status