All Chapters of Ambisi Sang Penguasa: Chapter 21 - Chapter 30
118 Chapters
Hari Wisuda
"Uang? Untuk apa?" Thalia ingin terkejut tatkala George bilang butuh pinjaman. Namun, itulah George, orang yang selalu bermasalah dalam keuangan. Jadi, sudah tidak kaget lagi. "Aku perlu dana segar untuk bisnis. Jangan takut, aku punya aset sebagai jaminan.""Aset yang kau maksud, bangunan motelmu?""Iya. Hanya itu.""Hmm, tidak! Aku bukan pabrik uang! Kalau mau cari pinjaman, kau bisa ajukan kredit di bank.""Itu maksudku, tolonglah, katakan pada suamimu untuk mencairkan pinjaman untukku. Kau bisa, kan?" bujuk George. "Aku tahu suamimu seorang bankir.""Pasti Luis yang bilang. Huh, berapa yang kau butuhkan?""Satu juta.""Satu juta?!" sontak Thalia."Ayolah, pasti bisa! Minta suamimu untuk tanda tangan, itu saja.""Jumlah itu keterlaluan! Bagaimana jika kau tidak bisa membayar? Belum bunganya.""Tolonglah, aku sedang berusaha mengembangkan bisnis. Aku tidak ingin Luis menyaksikan ayahnya bangkrut. Aku tidak sudi dia menghinaku lagi, Thalia."Thalia masih bergeleng."Bantu aku, Thal.
Read more
Hadiah Kelulusan
"Emma!" Suara itu terdengar menggembirakan di telinga Emma. Luis memanggilnya dengan nada riang. Ia sangat terkejut berkat kehadiran sang kekasih yang mendadak. "Kau tidak bilang kalau kau akan datang!"Emma tersenyum menampakkan gigi, rasanya ingin sekali memeluk Luis. Namun, George menatap sinis ke arah mereka."Kejutan ...," gurau Emma.Luis merasa butuh menghabiskan waktu berdua bersama Emma. Namun, orang tua di antara mereka eksistensinya sangat mengganggu. "Bagaimana cara membuat dia pergi?""Em, ayo, kita bertemu teman-temanmu!" Luis lantas menarik lengan Emma tanpa permisi. Sengaja melakukannya guna menghindari George. Orang tua itu ditinggalkan begitu saja, ia mematung di tempat mengamati putranya pergi dengan gadis yang paling tidak George sukai.Sementara itu, Luis membawa Emma kepada kumpulan teman-temannya yang hari ini wisuda. Andai Emma tidak drop out, ia juga pasti ikut bersuka cita. Luis khawatir akan perasaan Emma, gadis itu pasti terluka. Terlihat dari tatapannya ya
Read more
Rahasia Getir
Emma bangun pagi-pagi buta. Seluruh tubuhnya terasa pegal akibat bermanja-manja semalam. Sial, kalau kondisinya seperti ini bagaimana mau kerja? Belum sampai tempat saja sudah kelelahan. Perasaannya terbelah antara menyesal dan tidak menyesal. Bukan menyesal sebab sesuatu teristimewanya telah lenyap, ia menyesal mengapa tidak dari dulu dilakukan. Ternyata sensasinya lebih baik dari perkiraan kendati menyakitkan. Sakit, tapi menyenangkan. Kesan yang aneh.Emma telah selesai mandi dan berpakaian lengkap ketika Luis membuka mata tak rela. "Kau sudah rapi?""Aku harus bergegas.""Kurasa hari ini kau perlu izin lagi karena sakit," gurau Luis di tempat tidur. Dadanya dibiarkan terumbar, beruntung selimut menutupi sebagian tubuhnya."Cukup bersenang-senangnya. Ada kewajiban yang harus dilaksanakan!""Aku antar kau pulang.""Tempatku jauh, Luis. Kau akan lelah.""Kau juga lelah, Em. Tidak masalah, kita sama-sama lelah. Jangan membantah, anggap saja ini sebagai sedikit tebusan."Emma menghela
Read more
Dinamika Romansa
Luis menempuh tingkat pendidikan baru. Kata orang-orang ini tingkatan prestisius bagi seorang pelajar, memasuki masa-masa kuliah. Belajar di universitas acapkali membuat kebanggan sebagian orang membumbung tinggi. Katanya mahasiswa itu berada di level lain dalam dunia pendidikan, katanya mereka itu golongan pintar dan cerdas, apalagi kalau sampai mendapatkan gelar paling tinggi. Motivasi sesungguhnya di balik keputusan Luis meningkatkan jenjang pendidikannya lebih kepada pride itu sendiri. Kalau cuma ilmu bisnis, ayahnya lulusan SMA bisa membangun bisnis—bermodal cara licik. Harapannya usai lulus, Luis bisa membangun bisnisnya dengan cara bermartabat.Ia bertemu seorang mahasiswa yang bisa dibilang satu frekuensi. Abraham Lincoln, tapi dia bukan mantan presiden negeri Paman Sam. Abra—nama panggilannya, juga bukan sosok humanis. Ibunya terlalu mengidolakan sang bapak bangsa sampai terlalu berharap anaknya bisa sehebat sang legenda. Abra terbilang hebat, kok. Ia anak seorang pengusaha p
Read more
Surat yang Lenyap
Dear Luis,Maaf, aku tidak pernah meneleponmu lagi. Kau pasti menunggu kabarku hampir sebulan terakhir ini. Pesawat telepon di rumah bibiku rusak. Jadi, kita berkomunikasi seperti dulu lagi, ya. Surat-menyurat memang cara efektif, tapi tidak juga, perlu waktu lama untuk menerima balasan darimu. Aku merindukan suaramu, Luis. Aku rindu sekali. Aku sedang berusaha mencari kesempatan untuk bisa meneleponmu. Ada telepon umum di blok tempat tinggalku. Namun, aku selalu tidak sempat. Bibi tidak mengizinkanku keluar malam. Siang hari juga tidak bisa pergi bebas.Lupakan soal kesulitan hidupku, bagaimana kuliahmu? Kuharap kau tidak kehilangan semangat sebab semester masih panjang. Aku bersyukur kau tidak mengalami perundungan lagi seperti waktu SMA. Kondisi hidup mengubah semuanya, syukurlah keadaanmu semakin baik.Lu, tidak banyak yang bisa kuungkapkan. Aku hanya ingin bilang betapa aku sangat merindukan dirimu. Kalau sempat, datanglah kemari. Aku tidak memaksa, tapi sudah lama kita tidak men
Read more
S.O.S
Luis bergegas pergi pada Minggu pagi. George tidak bertanya karena Luis memang terbiasa pergi pada hari dan jam segini. Pergi tanpa pamit, sebetulnya Luis punya rencana. Hari ini ia akan pergi ke kampung halaman Emma untuk menemui sang kekasih di rumah bibinya. Tak kunjung mendapat kabar, Luis akhirnya turun tangan. Apa jangan-jangan Emma sengaja memancing Luis untuk datang.Kendaraan Luis melaju cepat, tidak sabar berjumpa dengan si tersayang. Berkilo-kilo meter kemudian, usai perjalanan tanpa henti, mobil Luis menepi di bahu jalan depan rumah yang dikenalnya. Ia membuka pintu mobil, lalu membanting sengaja saat menutupnya. Tidak sayang barang. Jujur saja, Luis mulai bosan dengan si merah. Ia ingin dibelikan kendaraan baru. Namun, George berdalih cukup pintar. Mobilnya masih layak pakai, tidak ada yang lecet, mesinnya pun terawat. Maka dari itu, Luis merasa perlu melakukan sedikit modifikasi—sengaja merusak mobil—agar keinginannya bisa tercapai.Jalan setapak di pekarangan berumput d
Read more
Mencari Tempat Berlindung
Luis membawa Emma berlindung di sebuah kamar hotel. Baginya ini adalah tempat terbaik, selain keamanan yang sudah dapat dipastikan juga memberi kenyamanan. Emma duduk di sofa dekat jendela, sementara Luis memeriksa kondisinya. Parah, luka goresan di batang hidung, darah kering di ujung bibir, sedikit lebam pada tulang pipi. Lengan dan bagian tubuh belakang Emma banyak terdapat lebam."Apa yang wanita gila itu lakukan padamu, Em?!" Luis merasa marah melihat kondisi Emma yang nampak menyedihkan. Bahkan bobot tubuhnya menyusut. Terakhir mereka bertemu, tubuh Emma memang tidak gemuk, tapi tidak terlalu kurus. Namun, sekarang badannya kurus kering seperti kurang gizi."Jawab, Emma! Selama ini dia menyiksamu?"Emma memalingkan wajah. Tidak perlu dijawab pun, kondisinya telah menjawab pertanyaan Luis. Ia hanya tidak sanggup mengatakan kenyataan pedih tersebut."Pamanmu tahu?""Aku yakin dia tidak tahu." Emma memandang ke luar jendela. Semoga dugaannya benar. Sebab akan terasa lebih menyakitk
Read more
Kesalahan Dari Mana?
"Dari mana saja?" "Cuma keluar cari angin.""Cari angin sampai malam?" Seingat Emma sebelum tidur waktu masih siang, sekitar pukul satu. Luis baru kembali hampir pukul tujuh. Apa mencari anginnya di pantai yang terletak di ujung provinsi?"Bagaimana kondisimu? Sudah membaik?""Lumayan," balas Emma singkat.Luis menghampiri Emma yang duduk di pinggir ranjang, memeluknya sambil berbisik, "Jangan coba-coba pergi dariku lagi. Aku akan menjagamu mulai detik ini. Aku tidak ingin kehilangan dirimu, Em.""Aku tidak akan pergi darimu." Emma membalas pelukan Luis.Malam itu mereka bermalam di hotel untuk sementara. Paginya, Luis memindahakan Emma ke sebuah tempat yang sudah ia minta kemarin. "Kenapa kemari, Lu?" Emma terkejut dengan tempat tujuan mereka."Tentu saja membawamu ke tempat yang aman. Kau mengungsi di sini untuk sementara."Emma menengadah seiring melangkah masuk ke dalam lift. "Ini berlebihan. Berapa banyak uang yang kau habiskan untuk menyewa unit di sini?" Emma terlalu cemas."
Read more
Meninggalkan Emerald
Pulang tepat waktu sesuai kesepakatan. Eh, bukan kesepakatan juga. Ultimatum George terdengar mengancam bagi Luis. Ia harus lulus kuliah agar kebanggaan dirinya bertambah, drop out adalah salah satu ancaman terburuk. Luis menepikan mobil di lahan parkir. Malam ini ada beberapa kendaraan yang terparkir, tampaknya kamar-kamar terisi penuh."Syukurlah," batinnya seraya tersenyum. Luis jarang bersyukur, jika ia melakukannya berarti hal itu sangat mengesankan baginya."Nah, akhirnya kau datang juga. Kukira kau lebih suka hidup bebas daripada memperjuangkan masa depan." Sambutan George terdengar agak sinis, tidak sinkron dengan ekspresi ramahnya."Aku masih cukup waras." Luis menggantikan sang ayah duduk di balik meja. "Hei, Ayah. Kapan rumah kita mulai dibangun?""Hmm ...." George bergumam di sofa kecil. "Mungkin setelah kau lulus kuliah baru bisa dimulai.""Biar kutebak, uangnya belum ada?""Tepat sekali.""Ya ampun, kau membuatku girang jauh-jauh hari. Awas saja jika pada waktu yang dija
Read more
Tempat Berlabuh
Emma membukakan pintu, sudah bisa ditebak siapa yang datang. Satu-satunya orang terdekat yang mengetahui keberadaannya. Namun, ia tidak begitu senang karena jam segini harusnya Luis masih kuliah."Kau tidak kuliah?" tanya Emma, sedetik kemudian ia mengernyit melihat tas-tas besar yang dibawa Luis. "Semua tas ini ... untuk apa?""Hari ini aku bolos. Tas ini isinya barang-barangku, mulai hari ini aku tinggal di sini."Alis Emma menukik. Bisa-bisanya Luis ikut-ikutan kabur. "Ada masalah apa?""Aku tidak bisa tinggal bersama orang yang tidak memihakku. Kau tahu ke mana perginya surat-suratmu?""Entahlah.""Ayahku, itu perbuatan ayahku. Dia menerima surat dari tukang pos kemudian dia membakarnya. Orang tua itu sungguh tidak punya hati!" Luis mencak-mencak."Hmm, masuklah dulu. Tidak baik mengomel di depan pintu. Nanti disangka kita yang ribut." Emma membawakan tas besar yang diletakkan di lantai. Ternyata berat juga. "Apa saja isi tas ini?" Emma membantingnya ke atas sofa."Sepatu dan bara
Read more
PREV
123456
...
12
DMCA.com Protection Status