Sebuah suara berderak terdengar dari balik pintu ruang istirahat. Arika langsung berdiri. “Dokter Rein?” tanyanya, meski hatinya berharap bukan. Tapi yang muncul bukan Rein—melainkan salah satu suster senior, Bu Edna. “Oh, kau di sini, sayang,” ucapnya ramah, membawa nampan kecil berisi teh hangat. “Kau pasti lelah. Hari pertama pasti selalu begitu.” Arika memaksakan senyum. “Iya… masih menyesuaikan.” Bu Edna menaruh teh di meja, lalu duduk di hadapannya. Matanya menatap lekat, tapi bukan dengan rasa ingin tahu—lebih seperti… rasa iba yang terselubung. “Dulu, aku juga pernah melihat mata seperti matamu,” katanya pelan. “Mata… seperti apa maksudnya?” Arika nyaris berbisik. “Mata yang sedang mencari dirinya sendiri... di tempat yang tak memberi jawaban.” Seketika ruangan terasa dingin. Arika hendak bertanya lebih lanjut, tapi Dokter Rein muncul di amba
Last Updated : 2025-05-08 Read more