แชร์

22. After Missing

ผู้เขียน: Kimrana
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2023-10-14 23:20:47
Perasaan senang merasakan tangannya menancapkan pisau di tubuh Yuna menguasai dirinya. Matanya terpejam, sudut bibirnya terangkat bersamaan. Senyum kepuasaan yang begitu keji terlukis nyata diwajahnya yang riang.

Bayangan masa lalu terputar dalam ingatannya.

"Dia itu hanya anak adopsi!" ejek seorang anak perempuan kepada Arika.

Dia adalah Tiara, gadis famous di sekolah menengah pertama tempat Arika sekolah. Orang tuanya adalah orang kaya yang terpandang di kota itu. Dia pun pandai menyanyi dengan suaranya yang sangat bagus. Semua ketenaran melekat kepadanya.

Namun sayangnya dia termasuk anak yang sombong. Dia dan genk nya suka menganggap rendah orang lain dan membully siswa siswi yang tidak mereka sukai. Akan tetapi tidak ada seorangpun yang berani melawan mereka.

"Bukankah begitu Arika?" tanyanya dengan sengaja.

Arika hanya terdiam tak menjawab. Tetap fokus dengan makan siangnya.

Pluuk...Bruuuggg

Makanan di kotak bekalnya berhamburan, menyiprat ke wajahnya. Dengan sengaja mereka melem
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
บทที่ถูกล็อก

บทล่าสุด

  • Janda Tawanan Dokter Reinhard   33. Oppa di Taman Bermain

    Tiba-tiba pikiran Arika mengingat ucapan Rein barusan yang masih menggema di kepala Arika. Sebuah kalimat yang mungkin tidak terkesan ada keanehan :"Itu bukan dia. Pria itu masih hidup setidaknya sekarang. Dan entah apa dia akan melapor atau tidak."Arika seperti menangkap sebuah clue, 'setidaknya sekarang'. Kata-kata itu terlalu ambigu. Terlalu berbahaya dan mengandung makna.Arika menyingkap selimut dan bangkit dari tempat tidur. Jantungnya berdegup keras saat kakinya menyentuh lantai. Ia melangkah cepat menuju pintu, lalu menuruni tangga satu per satu, menuju ruang yang paling tak ingin ia lihat pagi ini—ruang bawah tanah.Langkah Rein terdengar tak jauh di belakang, namun alih-alih cemas, ia terdengar... ringan. Seolah sedang mengamati anak kecil yang penasaran."Masih penasaran?" suaranya lembut, seperti sedang menggodanya.Arika tak menggubris. Dia menuruni tangga ke ruang bawah tanah sementara Rein tetap menanti di atas. Tangan Arika gemetar saat membuka pintu ruang bawah tana

  • Janda Tawanan Dokter Reinhard   32. Tawa Dalam Ketakutan

    Suara hujan tak berhenti. Menit-menit terus berlalu, tapi halaman laporan masih kosong. Jay menatap layar komputer yang redup. Pantulan bayangannya sendiri muncul samar. Ia nyaris tak mengenali dirinya sendiri lagi. "Sejak kapan aku jadi seperti ini?" Tangannya mengepal, rahangnya mengeras. Bukan karena marah—tapi karena tak berdaya. Ia tahu prosedur. Ia tahu cara menyelidiki luka, membaca tanda-tanda kekerasan, mengejar kebenaran. Tapi malam ini, semua ilmunya lumpuh di hadapan satu tatapan mata. Tatapan Arika. Tatapan yang menyimpan seribu jeritan yang tak diucapkan. Tatapan yang dulu mengenalnya, kini nyaris tak bisa menatap balik. Tatapan yang terasa... minta tolong. 🎶 Jika kau merasa sepi… kembalilah ke tempat ku menanti… Lagu For Revenge-Serana mengalun. Dengan lirik yang senada dengan perasaan Jay malam ini. Jay memejamkan mata. "Apa kau bahagia, Ka?" "Apa kau aman…?" Pertanyaan-pertanyaan itu menggema, tak pernah terjawab. Dan sialnya, dia tah

  • Janda Tawanan Dokter Reinhard   31. Tetap Bersih

    Langkah Arika pelan, seakan jiwanya belum kembali ke tubuh. Ia masuk kembali ke ruangan Rein hanya untuk satu hal—mengambil tasnya. Tapi bahkan itu terasa berat. Tangannya sempat bergetar saat meraih pegangan tas, seolah benda itu pun ikut menolak disentuh.Namun sebelum sempat ia berbalik, tangan Rein menyergap pergelangannya. Kencang. Dingin. Seperti jerat.“Mau ke mana lagi kamu?” Suaranya rendah tapi tajam. Tak perlu teriak untuk terasa mengancam.Arika tak menjawab.Rein mendekat, wajahnya hanya sejengkal darinya. “Mau pergi lagi? Atau mengejar Jay?”“Bukan urusanmu,” sahut Arika, datar namun penuh api.Genggaman Rein mengencang. “Apa kamu mau dihukum lagi, huh?”“Hukum saja. Bunuh sekalian. Aku sudah tidak peduli!”Kata-kata itu meledak seperti bara dilempar ke minyak. Tatapan mereka saling mencengkram dalam keheningan yang membakar. Tidak ada yang bicara, tapi amarah, luka, dan kegilaan menari di udara.Lalu—klik.Pintu terbuka.Seorang pria berseragam putih masuk dengan wajah

  • Janda Tawanan Dokter Reinhard   30. Cinta Dalam Diam

    Masih di pagi yang sama, matahari menyusup pelan di antara celah tirai, membasuh kamar dengan cahaya hangat. Rein bersiap ke klinik. Memakai kemeja yang telah disiapkan Arika secara susah payah ditengah luka-lukanya. Dia duduk di sisi ranjang, menatap Arika yang masih berbaring dengan tubuh lemah namun tak lagi menolak. Tangan kekar namun halus itu mengusap kaki Arika dengan lembut. “Kau yakin tidak akan kembali ke klinik hari ini?” tanyanya pelan, seolah hanya memancing. Arika membuka mata, tak menghindar. “Nggak. Aku nggak mau, kalau kamu nggak keberatan.” Rein tersenyum tipis, tak membantah. “Baiklah, bila itu maumu. Tapi aku ingin memberitahu... hari ini Armelia punya jadwal kontrol. Giginya sakit.” Nama itu seketika menyalakan sesuatu dalam diri Arika. Tanpa berpikir panjang, ia bangkit perlahan, mengabaikan perih yang masih terasa di tubuhnya. “Aku akan ke klinik.” Rein han

  • Janda Tawanan Dokter Reinhard   29. Rasa Tak Bernama

    Dalam percumbuan malam itu, tubuh Arika tak lagi terasa seperti miliknya. Tangisnya jatuh, tanpa suara, menetes bersama luka-luka merah yang baru saja tercipta di kulitnya. Sabuk itu menyisakan jejak, bukan hanya pada dagingnya—tapi jauh lebih dalam, di tempat di mana rasa percaya pernah hidup. Namun Dokter Rein tidak berhenti. Bermain nikmat dengan tubuh Arika melalui sentuhan-sentuhannya. Baginya, setiap rintihan Arika adalah Puisi penaklukan. Setiap getar dan jerit bagai pengakuan atas kekuasaan yang ia genggam sepenuhnya. Tak ada ruang untuk pembangkangan dalam dunianya. Bahkan cinta pun, bila pernah ada, telah disalibkan oleh harga dirinya. Dia memuaskan hasratnya kepada tubuh Arika yang tak berdaya dalam kungkungannya. Berkali-kali seolah tak ada ampunan untuk hukumannya. Arika mengerang, bukan lagi sekadar karena sakit, melainkan karena dirinya perlahan memudar di bawah cengkeraman laki-laki itu. Tapi tubuhnya... tu

  • Janda Tawanan Dokter Reinhard   28. Retakan Dari Dalam

    Pagi itu, klinik diselimuti aroma antiseptik dan suara detik jam dinding yang terdengar terlalu nyaring. Arika duduk di meja resepsionis menggantikan sementara suster yang sedang ke kamar mandi. Tubuhnya tampak biasa, tapi pikirannya masih tenggelam dalam sisa-sisa kata Rein malam sebelumnya. Seorang pasien wanita paruh baya menghampirinya, menanyakan soal jadwal pembersihan karang gigi. Arika tersenyum tipis, tapi bibirnya malah melontarkan kalimat yang membuat wanita itu terdiam: “Sudahkah Ibu berpikir kalau rasa sakit kadang perlu untuk tahu di mana titik lemahnya?” Wanita itu menatapnya aneh, mundur setengah langkah. Arika buru-buru membenarkan ucapannya, mencoba menggantinya dengan penjelasan jadwal, tapi keganjilan itu terlanjur menggantung di udara. "Oh...maaf...aku sedang teringat dialog drakor yang aku tonton. Untuk jadwalnya siang ini ya bu." jelasnya

  • Janda Tawanan Dokter Reinhard   27. Suara Dalam Kepala

    Sebuah suara berderak terdengar dari balik pintu ruang istirahat. Arika langsung berdiri. “Dokter Rein?” tanyanya, meski hatinya berharap bukan. Tapi yang muncul bukan Rein—melainkan salah satu suster senior, Bu Edna. “Oh, kau di sini, sayang,” ucapnya ramah, membawa nampan kecil berisi teh hangat. “Kau pasti lelah. Hari pertama pasti selalu begitu.” Arika memaksakan senyum. “Iya… masih menyesuaikan.” Bu Edna menaruh teh di meja, lalu duduk di hadapannya. Matanya menatap lekat, tapi bukan dengan rasa ingin tahu—lebih seperti… rasa iba yang terselubung. “Dulu, aku juga pernah melihat mata seperti matamu,” katanya pelan. “Mata… seperti apa maksudnya?” Arika nyaris berbisik. “Mata yang sedang mencari dirinya sendiri... di tempat yang tak memberi jawaban.” Seketika ruangan terasa dingin. Arika hendak bertanya lebih lanjut, tapi Dokter Rein muncul di amba

  • Janda Tawanan Dokter Reinhard   26. Diantara Dua Kesadaran

    Arika terbangun dengan napas memburu. Keringat dingin membasahi leher dan dahinya. Matanya terbuka lebar menatap langit-langit kamar yang temaram. Dunia nyata terasa jauh, seolah ia masih tersangkut di dalam mimpi—mimpi yang tidak jelas, tapi menyisakan rasa sakit dan sesak.Ada suara... samar dan terputus-putus. Tawa anak-anak. Isakan. Teriakan. Lalu sunyi.Ia duduk perlahan. Tangannya gemetar. Dan saat matanya jatuh pada telapak tangannya sendiri, ia membeku.Kotor.Tangannya seperti habis mencengkeram tanah, atau debu... atau sesuatu yang lebih pekat. Tapi ia tidak ingat apa pun. Tidak ada luka, tidak ada rasa sakit—hanya kotoran samar yang lengket di sela-sela jarinya.Dengan langkah panik, Arika menuju kamar mandi. Lampu putih menyala terang dan memantulkan wajahnya di cermin.Dunia di sekelilingnya tampak nyata, tapi rasanya seperti lapisan tipis yang bisa sobek kapan saja. Udara pun terasa terlalu sunyi, terlalu bersih—tidak seperti di dalam mimpi itu.“Apa yang terjadi padaku…

  • Janda Tawanan Dokter Reinhard   25. Bayangan Samar

    Arika masih terus menggerutu dalam hati saat kakinya melangkah keluar rumah ibunya. Langit tampak kelabu, dan udara sore terasa lebih berat dari biasanya. Ia menyalakan mesin mobil dengan tangan sedikit gemetar—entah karena emosi atau karena perasaan tidak tenang yang masih membekas.Sepanjang perjalanan pulang, pikirannya terus dipenuhi satu pertanyaan yang tak bisa ia abaikan: Apakah aku benar-benar sakit? Apakah aku punya gangguan mental?Ia tak sadar mobilnya berhenti di lampu merah. Sebuah klakson dari belakang membuyarkan lamunannya. Ia langsung menginjak gas saat lampu menyala hijau.Setibanya di rumah, pintu depan tidak dikunci. Arika masuk dengan langkah pelan, berharap Rein tidak terlalu memperhatikan raut wajahnya yang masih penuh dengan kemarahan yang ditahan.Di ruang tengah, Rein tengah memeriksa berkas-berkas—seperti biasa, ia sering membawa pekerjaan rumah dari klinik.Arika tidak berkata apa-apa. Ia melewati Rein begitu saja dan duduk di dapur sambil menuang air putih

สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status