All Chapters of PERMINTAAN GILA KAKAKKU: Chapter 21 - Chapter 30
164 Chapters
PGK 16.a
BAB 16Payah. Baru nganter gitu doang udah mabuk. Kak Daffa gak sekeren oppa Korea yang kalau diajak belanja sabarnya luar biasa.Aku masuk kamar. Melihat semua belanjaan dengan mata berbinar. Wow, aku punya semua yang aku mau. Kalau begini seserahan aja tiap bulan.“Risa … Ris ….” Mama mengetuk pintu.“Ya, Ma.”“Bukannya urus calon suamimu malah langsung tidur.”Aku memutar bola mata. Calon suami bohongan ini. “Iya, Ma.”Meski malas aku keluar kamar. Mengikuti Mama ke dapur. Kak Daffa terlihat lagi tengkurap di karpet depan TV.“Daffa sampai mabuk gitu kamu apain?”“Cuma nemenin belanja.”“Belanja segitu banyak?”“Baru belanja semalaman belum seharian.”“Daffa dari pagi kerja.”“Risa juga kuliah.”“Kuliah cape apanya memang. Sana bikin rebusan jahe!”“Ya.”Aku membuat air rebusan jahe sesuai instruksi Mama. Selama di dapur berdua, Mama ngomel terus.“Kalau butuh tenaga suami, lihat kondisi suami. Bisa apa tidak. Salah-salah nanti kita yang kena marah.”“Kak Daffa kan belum jadi suami
Read more
PGK 16.b
Memang dasar, tuh orang nyebelinnya setengah idup. Tahu mau nikah bohongan. Masih menuntut totalitas. Pake minta Mama ajarin segala. Yang biasanya abis subuh tidur lagi, hari ini gak bisa. Mama gedor-gedor pintu. Suruh kerja ini itu. “Jadwal beres-beres Risa, kan, sore, Mama.” Aku menguap malas. Udah jelas tiap malam tidur larut, masih kudu bangun pagi. “Nanti kamu tinggal di rumah mertua malu-maluin abis subuh tidur lagi. Abis subuh langsung kerja.” “Kan ada ART. Di rumah Kak Daffa, ART-nya banyak.” “Meskipun punya ART perempuan itu harus tahu pekerjaan rumah. Harus unggul di dapur, di kasur, di sumur. Gimana bisa mengatur ART kalau kamu sendiri gak tahu kerjaan.” Aku ambil sapu dan kemoceng. Beres-beres sambil menguap. Ini pekerjaan paling totalitas yang pernah kukerjakan. Aktingnya harus setiap waktu. Semoga cepet nikah dan cepet tiga bulan sajalah. Biar hidupku bebas lagi. *** Sejak hari itu, hidupku benar-benar berubah. Tidak bisa lagi bersantai-santai manja. Pagi, bangun
Read more
PGK17.a
BAB 17“De ....” Suara Kak Mandala di depan pintu kamar.“Ya, Kak.”“Kakak masuk, ya?”“Hm ....”Kak Mandala membuka pintu perlahan. Suara ramainya saudara di luar yang tadi kedap jadi terdengar bersama terbukanya pintu. Sudah dari kemarin kerabat Mama dari Jawa Tengah pada menginap di sini untuk ikut serta menghadiri pernikahan.Kak Mandala sedikit menutup pintu lalu duduk di sisi ranjang. Pria dingin ini menyugar rambut panjangnya sambil melihat-lihat isi kamar.“Lu udah siap jadi istri orang besok?”Aku yang sedang tidur telentang memandangi lampu, mengubah posisi. Mengambil boneka dan menghadap Kak Mandala.“Gak usah serius gitu, Kak. Kan, bohongan.”“Tetep aja kalau udah ijab kabul lo jadi milik orang, Ris. Yang bohongan cuma bagaimana cara kalian menghadapinya.”“Gue siap lahir batin, kok.”Siap entar dapat cuan besar, maksudnya. Kalau aku punya penghasilan, lo bisa nikah tanpa pikirin hidup gue lagi, Kak.“Sa, sorry, ya, kalau gue gak bisa jadi kakak yang bener buat lo. Selama
Read more
PGK 17.b
Pagi, aku dan keluarga sudah ada di hotel tempat acara. Duduk di salah satu kamar sambil dipercantik oleh MUA pilihan. Dua jam saja, tangan handalnya membuat wajahku flawless. Gaun pengantin modern rancangan desainer ternama tak kalah menyempurnakan penampilanku. Oh, ya, hari ini kepalaku dibalut kerudung. Katanya akan ada guru-gurunya Kak Daffa. Jadi, malu kalau tidak tertutup. Pintu kamar diketuk, team MUA membuka pintu. Pria gagah dengan penampilan bak raja itu berjalan menghampiri. “Kakak mau bicara.” Kak Daffa menarik tanganku ke sudut ruang. “Kenapa?” Aku bertanya sambil merapikan gaun. “Kamu harus mulai mengubah cara bicara. Gak ada gue lo lagi mulai sekarang.” “Oohhh, gampang itu. Gue cantik, enggak?” “Baru juga dikasih tau.” Aku menepuk jidat. Lupa. “Agak anggun, kek. Udah cantik begini gaya masih begitu.” Aku menurunkan tubuh sedikit sambil memegangi gaun, mengangguk anggun ala putri raja. “Siap, Pangeran.” Pria yang tadi bermimik serius ini jadi tersenyum. “Manis
Read more
PGK 18.a
BAB 18Aku menghela napas lega ketika dua laki-laki bersahabat itu muncul dari balik tirai. Mereka kembali pada meja akad.Penghulu memberi wejangan pernikahan lalu tak lama kemudian, ijab kabul pun diikrarkan.“Sah.” Para saksi berucap. Doa dilayangkan. Diamini dua pihak keluarga besar. Mulai sekarang, aku jadi istri orang.Merasa berdosa juga aku. Segininya cari duit sampai mempermainkan pernikahan.Maafin aku, ya, Pa. Ini demi kakak, demi Mama juga.Setelah berdoa, Mama membawaku mendekati meja akad. Kak Daffa menyambut. Mempersilakan duduk. Lantas kami menyelesaikan berkas KUA.MC menginstruksikan berdiri. Serah terima mahar lalu cium tangan dan sun kening. Cium tangannya ini gak masalah. Toh, aku sudah biasa bersentuhan dengan Kak Daffa meski seringnya memukul. Namun, untuk sun kening ini yang pertama kalinya. Lumayan deg-degan juga saat bibir Kak Daffa mendarat di jidat.“Sama bibir enggak?” Dia masih melucu. Sidikit memiringkan wajah.Aku bersemu sambil memukul dadanya pelan.“
Read more
PGK 18.b
Karena minum kopi, mungkin. Sudah lewat jam dua belas malam, kantuk tak juga datang. Aku dan Kak Daffa tiduran di sofa masing-masing sambil nonton TV. Tayangan netflix itu mempertontonkan film barat.“Belum ngantuk, Sa.”“Enggak.”“Mau nonton apa? Nah, ganti!” Dia menyerahkan remote.Aku langsung mencari drama korea.“Orang lain kalau malam pertama jam segini lagi ngapain, ya?” Terlintas saja pertanyaan itu dalam benak.“Ibadah, ngapain lagi.”“Ini udah hampir pagi. Masa masih ibadah.”“Suami istri itu pegangan tangannya saja ibadah. Bisa melunturkan dosa. Ngeres aja pikiran lo.”“Tidur sambil pegangan tangan gitu?”“Peluk, kek, apa kek, namanya pengantin. Beda sama kakek nenek.”Aku tertawa. “Bener ya, kalau udah kakek nenek udah beda, jadi bayangin nikah beneran.” Aku memeluk bantal.“Sut.” Kak Daffa memberi kode. Dia merentangkan tangan. “Sini! Kan, ini suami.”“Hahaha, enggak, deh.”“Nyaman, loh, di sini.”“Males.”“Yah, gak percaya, entar ketagihan.”Aku menjulurkan lidah, melede
Read more
PGK 19.a
BAB 19“Gue mau … ambil bantal!” Dengan tubuh condong, Kak Daffa mengambil bantal putih yang ada di belakangku. Dia lalu berdiri dan pergi.“DAFFA!” Aku teriak. Membuang bantal yang lain ke punggungnya. Kurang asem itu orang, hampir saja jantungku jatuh.Pria berkaus hitam itu balik badan. Berjalan mundur. “Impas!” Dua jarinya menempel pada pelipis lalu mengacung. Seperti sebuah deklarasi kemenangan.“Awas ya, lo. Gue balas!”“Gue tunggu!” seru lelaki yang sudah ada di ruang sebelah itu.Kakak sialan, emang. Jantungku rasanya sudah tak karu-karuan. Awas saja, besok gue balas.Aku mengambil bantal yang tadi dipake lempar Kak Daffa. Memperbaiki posisi lalu tidur nyaman.Rasanya baru beberapa menit mata terpejam, alarm HP sudah bersuara nyaring.Dengan kantuk luar biasa, aku terbangun. Mengambil ponsel yang tergeletak di nakas lalu beranjak membangunkan Kak Daffa.“Kak, bangun, ih! Subuh!”“Lo ajalah.”“Lo kan udah jadi imam gue.”“Gue, gak bisa. Udah sana sendiri!” Bukannya bangun, pria
Read more
PGK 19.b
Sepuluh menit pas, aku keluar kamar mandi dengan piama handuk. Rambut digulung handuk putih. Sebelum dandan, aku mengeringkan rambut dengan hair dryer.“Jangan terlalu kering, biarkan agak basah!”Apa lelaki ini tidak bosan terus memerintahku untuk begitu dan begini?“Memangnya kenapa, sih?”“Biar orang tahu kita itu habis malam pertamaan.”“Itu cara udik!”Kak Daffa merebut hair dryer. Lalu duduk di ujung ranjang—tepat di belakangku. Dia kemudian membantuku mengeringkan rambut.Kak Daffa terus menyemprot helaian-helaian hitam kemerahan ini dengan angin hangat. Sesekali jarinya menyisir lembut. Setelah hampir lima menitan, dia tetiba diam. Lantas membuang hair dryer di atas kasur.“Ngapain juga gue bantuin lo!” Dia bertolak pinggang. “Udah cepat ganti baju, tidak perlu dikeringkan lagi!” Kak Daffa kemudian pergi.Aneh. Dia yang mulai dia yang mengakhiri.Celana jeans tiga perempat dan tunik lengan panjang membungkus cantik tubuhku. Rambut setengah basah kubiarkan tergerai. Jepitan ram
Read more
PGK 20.a
BAB 20“Nyaman, ‘kan?” Kak Daffa mengerling. Kalau bukan karena uang, aku balas kau di sini, Kak.Aku mengangguk kecil dan tersenyum manis lalu menyandarkan kepala pada dadanya. Berasa anak kecil yang sedang dininabobokan.Kak Daffa membawaku masuk kamar. Tentulah ini kamar dia. Aku menempelkan wajah semakin melekat dengan dadanya lantas kugigit sedapatnya.“AW! Risa!” Kak Daffa memekik dan membuangku.Beruntung aku memegang pundaknya erat. Jadi, aman. Aku tidak lantas terjatuh.“Gimana, enak?”“Gila ni anak.” Pria berkaus hitam itu menepis tangan lalu merendahkan kerah pakaiannya. Ada jejak gigi seperti “o” tepat di dada berototnya.“Risa ….” Dia memandangku dengan tatapan penuh dendam.“Itu tanda cinta, Beb.” Aku menjulurkan lidah.Kak Daffa sedikit ternganga dan mengangguk. “Oke … tanda cinta?”“He’em.”“Kakak balas di tempat yang sama … hm?”“No. ….” Aku menggeleng.Kak Daffa maju. Aku mundur. Bahaya! Bisa jadi korban dada gue.Pria beriris tajam itu terus melangkah. Bibirnya meny
Read more
PGK 20.b
Aku ternganga saat semua kado sudah terbuka. Kalau diuangkan, nominal ini semua mungkin ratusan juta.Ck,ck,ck! Baru sehari nikah gue udah sekaya ini. Ya, ampun. Ini baru yang namanya “nikmat Tuhanmu yang mana yang kamu dustakan?”Aku tengok kanan-kiri. Mencari letak lemari? Tidak ada bentuk lemari pakaian di sini. Aku membuka semua pintu. Ternyata kamar ini memiliki walk in closet—ruang untuk penyimpanan pakaian. Ruangan ini berbentuk segi empat. Setiap sisinya diisi lemari dengan berbagai susunan. Pakaian Kak Daffa tidak setengahnya mengisi lemari. Di tengah ruang, ada sofa bulat serupa donat berwarna abu.Aku mulai memasukkan barang-barang. Menyusun secantik mungkin. Dua jam berlalu, pekerjaan ini tidak beres juga.Magrib Kak Daffa masuk kamar. “Belum juga selesai?” Dia melipat tangan di dada. Bersandar pada pintu.“Lihat sendiri! Masih banyak.”“Kan, kakak bilang, kalau repot minta bantu asisten.”“Gak apa-apa aku bisa sendiri, kok.Kak Daffa mendekat. Duduk di sofa donat. “Sudah
Read more
PREV
123456
...
17
DMCA.com Protection Status