BAB 29Karena Kak Daffa bagi-bagi uang, semua mahasiswa jadi sangat care. Di akhir mata kuliah, banyak yang bertanya ini dan itu. Aku mau apa? Mau ke mana? Butuh apa? Ada juga yang sengaja mengajak ngobrol. Bertanya lebih jauh tentang aku dan Kak Daffa.Sebagaimana teman-teman yang lain, Andre pun ikut mendekati, dia bukan mau menawarkan bantuan, tapi mengembalikan uang.“Buat infak masjid aja kalau gak mau, Dre.”“Ya sudah, aku masukin kotak amal, ya.”“He'em.”“Kenapa kakinya?” Dia membetulkan posisi tali ransel yang melingkar di salah satu pundaknya.“Jatuh.”Dia mengangguk saja. “Kamu terlihat banyak berubah setelah menikah. Kak Daffa pasti cocok jadi imam kamu. Semoga samawa selalu, ya. Aku permisi.”Andre balik badan. Pergi meninggalkan kelas. Natasya menyenggol lenganku.“Kenapa?”“Kelihatan patah hati banget gak, sih, tu anak?”“Iyalah. Gue aja yang gak lagi pedekate sama Kak Daffa patah hati,” tukas Mita.“Heh, lo dari dulu kali, pedekatenya.”“Eh, iya, ya.” Dia nyengir. “Tap
Read more