Semua Bab Bukan Salesman Biasa: Bab 11 - Bab 20
122 Bab
Mata Hijau
“Gimana maksudnya, Pak?” tanya Ardhan memastikan apa yang baru saja didengarnya.“Anak saya ini menderita silinder dan kebetulan saya tidak suka bentuk kacamatanya jadi saya akan –““Belum tentu besrnya silinder saya dengan anak bapak ini sama,” jelas Ardhan dengan pelan dan sikap tenang meskipun dalam hatinya ia ingin mengamuk.“Ayah ini kenapa suka sekali memaksa, aku tidak mau ganti kacamata,” tolak anak remaja itu seraya berlari pulang menuju rumahnya.“Yasudah kalau begitu Mas, saya permisi pulang dulu,” ujar Pak Romli menahan rasa malu. Ardhan tak menjawab salam yang diucapkan lelaki itu, ia masuk ke dalam dengan emosi yang tertahan.“Jangan datang lagi ya Pak,” gerutunya.“Dhan, sebenarnya ada apa dengan kacamatamu itu. Kenapa Pak Romli sangat ingin memilikinya,” tanya pria paruh baya itu penasaran.“Ayah saja bingung apalagi aku.”Percakapan mereka terputus karena masing-masing masuk ke dalam kamar. Ardhan tak merasa senang ataupun kesal, ia lebih merasa was-was karena bisa sa
Baca selengkapnya
Nasib Kinanti
“Mmm maaf mbak, bukan maksud saya ..” sahut Ardhan bingung.“Memangnya ad yang salah dengan kontak lensa saya Pak? Warnanya jelek ya,” lanjut gadis itu.“Kontak lens?” tanya Ardhan kaget. Pegawai itu mengangguk dengan cepat. “Jadi kamu pakai kontak lensa ya.” Ardhan lalu mencopot kacamatanya, ia menatap pegawai tersebut degan mata kosong dan memang benar tak ada bedanya. Ia kemudian beralih memandang benda misterius yang ada di tangannya.Sepanjang rapat Ardhan tak memakai kacamata tersebut, ia kembali ke tampilan dirinya yang semula. Pak Bobby menyuruh Ardhan untuk menimpali presentasi yang dilakukan oleh atasan mereka. Tiba-tiba saja Ardhan merasa keberanian menghilang, ia sulit merangkai kata-kata. Ia bingung harus berbuat apa.Ardhan sedang dilema antara memakai kacamatanya lagi atau tidak. “Pak Ardhan, ada yang mau dikatakan?”“Kenapa Pak,” tanya Ardhan bingung, terkejut karena namanya tiba disebut. Matanya seketika menoleh ke arah Pak Bobby yang tersenyum lebar. Pria gendut itu
Baca selengkapnya
Tempat Baru
“Maksudnya gimana ya Pak?”“Maksud saya, bagaimana kesan Pak Ardhan setelah bertemu pacar saya,” kata Prama menjelaskan.“Mbak Kinanti orang yang baik Pak, dia lembut. Kalian pasangan yang serasi,” jawab Ardhan, ucapannya berbeda dengan isi hatinya.“Ungkapan Pak Ardhan barusan seperti orang yang sudah akrab dengan Kinanti,” ujar Prama. Ardhan bisa merasakan jika rekan bisnisnya itu sedang cemburu.“Kamu ini apa sih sayang,” ujar Kinanti sembari menepuk pundak kekasihnya.“Yasudah kalau begitu Pak, saya permisi kembali ke perusahaan. Jam makan siangnya sudah hampir habis,” kata Ardhan berpamitan. Ia tak mau urusan percintaan ini mengganggu kerjasama perusahaan mereka. Begitu juga dengan Prama yang langsung kembali ke proyek sedangkan Kinanti pulang naik taksi.Spanjang jalan menuju kantor, Ardhan merasa kasian dengan Kinanti. Lelaki itu tidak habis pikir bagaimana bisa perempuan sebaik dia bisa menjadi kekasih Prama. Namun Ardhan harus segera meninggalkan urusan Kinanti dan Prama kare
Baca selengkapnya
Penyakit Hati
“Memangnya kenapa Pak?”“Perusahaan itu meniru konsep perusahaan kita bahkan hampir semuanya dicontoh,” lanjut Pak Bobby.Ardhan hanya bisa menuruti perkataan atasannya dan kini dirinya lebih hati-hati dalam memasukkan nama-nama perusahaan ke dalam list. Pekerjaan selesai tepat waktu, ia kembali meneliti nama-nama tersebut sebelum diserahkan kepada asisten Pak Bobby.Waktu pulang tiba, lelaki itu sibuk membereskan meja kerjanya. Setelah itu ia berjalan keluar, Ardhan berpapasan dengan Moritz –teman yang kini jadi musuhnya- Seperti biasa, tensi tinggi tercipta di antara mereka.“Hebat ya sekarang, seorang Ardhan salesman biasa sekarang pakai ruangan bekas wakil manager, besar dan istimewa,” ucapnya menyindir. “Dukunmu itu hebat sekali ya.”“Aku mau pulang bukan mau cari masalah,” ucap Ardhan sembari menutup pintu ruang kerja barunya.“Aku juga tidak mau cari masalah, kebetulan saja aku lewat lorong ini dan bertemu seorang Ardhan. Dukunmu orang mana, bagi-bagi info dong. Aku juga mau pu
Baca selengkapnya
Pertanda dari Kakek
“Si Jingga? Apakah hanya ada satu warna Jingga, Kek?”Pria muda belum sempat mendengarkan jawaban si kakek karena perhatiannya teralihkan oleh keributan di jalan raya. Para supir angkutan bertengkar karena berebut penumpang. Sayangnya ketika ia menoleh ke arah pria tersebut, si pria tua itu sudah tak ada lagi.Ardhan segera turun dari motornya dan berkeliling mencari keberadaan si Kakek. ia bahkan memanggil-manggil nama Kakek tersebut seperti orang gila. Nyatanya sosok misterius itu tak muncul kembali. Ia menyesal karena sempat mengalihkan pandangannya sebentar.Karena tak percaya sosok tua itu pergi dengan cepat, Ardhan mencoba untuk mencari jejaknya. Ia menelusuri setiap jalan namun usahanya tentu saja sia-sia. Lelaki yang putus asa itu akhirnya memilih untuk kembali ke rumahnya.Sepanjang jalan Ardhan memikirkan perkataan Kakek misterius itu hingga ia mengambil kesimpulan jika Prama adalah orang yang perlu ia waspadai karena ia adalah satu-satunya pemilik bola mata Jingga. “Apa yan
Baca selengkapnya
Mood Swings
“Apa ya, saya juga tidak paham Pak,” respon Ardhan yang bingung tiba-tiba rekan bisnisnya mengatakan tentang mimpinya. “Baru kali ini lho Pak, saya mimpi dan itu mengganggu aktivitas karena kepikiran terus,” imbuh lelaki itu. “Tidak usah dipikirkan Pak Prama, mimpi itu bunga tidur,” jawab Ardhan santai. Ia lantas mengajak rekannya itu untuk masuk ke kantor mereka. Setiap kali Prama menjelaskan detail mimpinya, Ardhan selalu mengalihkannya pada hal lain. Seperti saat ini mereka jadi membahas masalah klub bola padahal Prama sama sekali tidak mengerti permainan sepakbola. Keduanya terus mengobrol serius sampai tak terasa sudah sampai di depan kantor sementara mereka. Prama masuk lebih dahulu diikuti Ardhan di belakangnya. Tak ada yang berubah dengan tatanan meja kerja Ardhan, semua masih tampak rapi seperti saat terakhir ditinggalkannya. “Pak Ardhan mau sampai k
Baca selengkapnya
Tugas Baru
“Baik Pak, saya terima file-nya. Terima kasih banyak.”Meskipun merasa kesal dengan perbuatan Prama namun Ardhan harus tetap bersikap ramah dan sopan pada rekan bisnis perusahaannya itu karena ia tak mau kerjasama mereka terputus. Sebenarnya file yang diberi oleh lelaki itu tak diperlukan oleh perusahaan Ardhan tetapi ia tetap membawanya.“Hati-hati di jalan Pak.”Ardhan hanya tersenyum simpul, kakinya bergerak cepat menuju area parkir. Si hijau langsung menyala dalam sekali percobaan, perlahan ia mulai meninggalkan area proyek. Kondisi jalanan tampak lebih ramai dan padat daripada biasanya, sehingga Ardhan sedikit telat sampai di kantor.“Selamat sore Pak Ardhan, pegawai teladan perusahaan kita. Yang lain sudah pulang tetapi Pak Ardhan baru datang sekarang,” ujar Moritz menyambut kedatangan Ardhan di lobby kantornya. Tentu saja apa yang dilakukan oleh lelaki seumuran Ardhan itu menarik perhatian para pegawai yang akan pulang. Mereka mengira jika keduanya akan bertengkar lagi.Ternyat
Baca selengkapnya
Tak Kasat Mata
Jonas sama terkejutnya dengan Ardhan, perkataan Moritz barusan mengisyaratkan jika dirinya siap melakukan kriminal. “Maksud bapak apa, Pak? Apa yang akan Pak Moritz lakukan pada Pak Ardhan?”“Hahaha, tenang saja Jonas. Jangan takut begitu, aku tidak akan melakukan kekerasan padanya,” ucap Moritz. Ardhan tahu siapa temannya itu, ia juga yakin jika Moritz tak akan tega melakukan hal keji padanya. Tetapi melihat dari waut wajahnya ketika berbicara seperti itu, Ardhan yakin ada hal laiin yang akan lelaki itu lakukan.“Aku mundur Pak Moritz, aku tidak mau ikut terlibat masalahmu lagi,” ucap Jonas kemudian pergi meninggalkan Moritz.Lelaki itu tak mencegah kepergian salah satu anak buahnya, ia tetap di sana menunggu Ardhan keluar dari lift. “Tunggulah aku hingga besok pagi,” ejek Ardhan kepada Moritz. Ia lantas pergi keluar dengan santai.Ternyata tak cuma Moritz dan Jonas yang tidak bisa bisa melihat Ardhan, orang-orang yang berada di luar juga tidak menyadari kehadiran lelaki itu. Mereka
Baca selengkapnya
Hampir Celaka
“Ada bu, dia di seberang,” jawab Ardhan sembari menunjuk sosok pria tua baik hati itu.“Jangan bicara ngawur kamu, Dhan. Sudah masuk sana, mandi ganti baju,” usir sang Ibu karena takut anaknya membicarakan sosok yang tak terlihat.“Motormu biar ayah yang urus,” imbuh sang Ayah.Karena anaknya tak kunjung masuk ke dalam, ibu Ardhan sampai mendorongnya. “Sebentar Bu, aku mau berterima kasih pada Kakek itu,” ucap Ardhan. Namun tenaga ibunya sangat kuat hingga dirinya masuk ke dalam kamar.Lelaki itu segera membuka jendela kamarnya, ia masih ingin melihat sosok Kakek misterius itu. Sayangnya kakek itu sudah pergi. “Ardhan, cepat mandi dan ganti baju!” ujar ibunya yang sedikit panik.Ardhan menurut, ia menutup jendelanya kemudian meletakkan tas kerjanya. Membuka baju kerjanya, tangannya menyambar handuk lalu berjalan menuju kamar mandi. Kini lelaki itu sudah merasa lebih segar, dirinya duduk di meja makan. Berhadapan dengan kedua orang tuanya.“Siapa yang tega melakukan itu padamu?” tanya
Baca selengkapnya
Saksi dan Bukti
Ardhan menantikan kalimat Pak Bobby selanjutnya, ia menduga jika atasannya tahu tentang kejadian kemarin sore. Ketika pria didepannya itu buka suara, mendadak telepon di ruangannya berdering.Pak Bobby memberikan kode pada anak buahnya itu untuk menunggu karena ia harus menjawab panggilan tersebut. Ardhan menghela napas lega, ia membenarkan posisi duduknya. Ketegangannya sedikit mencair dan atmosfer di ruangan tersebut menjadi hangat.“Begini Dhan, aku mendapatkan telepeon jika kerja sama kita dengan anak perusahaan Pak Prama ditunda hari ini. Jadi kamu baru akan pindah kerja besok.”“Hari ini saya kerja di mana, Pak? Kantor atau proyek?” tanya Ardhan, ia butuh kepastian akan ditempatkan di mana.“Karena kemarin kamu terlibat masalah dengan Moritz dan Jonas. Saya –““Bukan saya yang mencari masalah Pak, mereka yang ingin mencelakai saya,” ujar Ardhan menggebu-gebu, ia tak ingin atasannya menjadi salah paham. “Jonas mencopot busi dan mencoba menggunting kabel rem motor saya. Hari ini s
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
13
DMCA.com Protection Status