All Chapters of Mendadak Menikah Dengan Klien Papa: Chapter 21 - Chapter 30
144 Chapters
Rencana Pernikahan
“Sekarang gini deh, Jill … kalau memang kamu enggak niat untuk menikah dengan Pak Kenzo, enggak apa-apa … enggak ada yang maksa juga, kamu bisa pindah ke Panti Asuhan, di sana kamu akan punya banyak teman … kamu juga bebas pacaran sama Rangga, dia bisa menghidupi kamu dengan gaji sebagai photographernya … tinggal kamu nyiapin mental saja hidup susah dan berakhir dicampakkan dia, memangnya kamu pikir dia bisa menahan diri setiap melihat para model-model itu?” Sindiran keras yang dilayangkan Yuda menampar hati Jillian. Lidahnya kelu, tidak mampu melawan. Jillian yang biasanya membangkang kepada daddy kini hanya bisa tertunduk menatap ujung sendal rumahan yang membalut kakinya. Posisinya rentan, lemah, tidak memiliki kekuatan dan ia sendirian. Jillian juga tidak berani menatap Kenzo yang duduk di depannya. Seperti biasa, pria itu tidak banyak bicara dengan pembawaannya yang tenang tapi menghanyutkan. Ya
Read more
Pacaran
Kecupan demi kecupan tertanam di leher Jillian, sesekali Kenzo melibatkan lidahnya lalu mengendus leher Jillian dalam. Tangan Kenzo tidak bergerak ke mana pun, terkepal di kedua sisi tubuh sedang menahan monster yang ada di dalam dirinya keluar dan menyakiti Jillian. Desahan lolos sampai Jillian harus membungkam mulutnya sendiri dengan satu tangan dan tanpa gadis itu sadari—satu tangannya yang lain telah mencengkeram kemeja di dada Kenzo hingga membuat kusut di sana. Lalu, Jillian bisa merasakan bibir Kenzo tersenyum di kulit lehernya. Kenzo menjauhkan wajahnya bersama kekehan singkat. “Kamu suka?” tanya pria itu kemudian. “Apaan sih?” Jillian akhirnya memiliki kemampuan untuk mendorong dada Kenzo membuat pria itu mundur satu langkah memberi jarak sehingga Jillian bisa pergi. “Dasar Om mesum!” Jillian berseru kesal Kenzo tersenyum geli hingga mampu mengguncang pundak lebarnya.
Read more
Menikah
Rangga : Yang, lagi apa?Rangga : Yang, semalaman aku enggak bisa tidur mikirin kamu yang mau nikah hari ini. Rangga : Jahat enggak sih, kalau aku berharap acara kalian nanti gagal. Jillian mengembuskan napas gusar, menengadah menahan air mata yang sedari tadi terbendung. Meski bukan pesta pernikahan impian dengan pria yang ia cintai tapi Jillian tidak ingin merusak riasan yang telah membuatnya sangat cantik hari ini. Tiba-tiba saja kesedihan Jillian bertambah ketika membaca pesan dari Rangga padahal setengah mati Jillian tadi mengalihkan rasa sesaknya dari ingatan tentang Adolf Guzman dan Maharani Putri. Dua orang itu semestinya bertanggung jawab menemani Jillian di momen pernikahan yang sakral ini karena telah membawanya lahir ke dunia. Jillian berusaha membesarkan hati dengan berpikir jika pernikahan ini hanyalah formalitas agar ia bisa menguasai harta daddy yang seharusnya menjadi haknya.
Read more
Cemburu
Selama upacara Agama penyerahan atas dirinya dari wali hakim kepada Kenzo—Jillian sengaja memejamkan mata, bibir bagian bawahnya ia gigit kuat-kuat untuk mengalihkan segala macam rasa yang bergejolak di dalam dada. Hingga akhirnya kata Syah berkumandang dan suara Kenzo terdengar begitu dekat di telinganya. “Buka mata kamu,” pinta Kenzo berbisik. Jillian membuka mata, menatap satu persatu orang yang duduk di depannya. Lalu menoleh ke samping kanan di mana Yuda bertindak sebagai saksi dari pihaknya. Yuda tersenyum lebar, tampak lega. Namun, entah kenapa semenjak kejadian malam itu di kantor polisi—Jillian merasa sorot mata Yuda masih menyimpan kecewa. Ah, sepertinya Yuda terlalu mendalami perannya sebagai wali Jillian. Jillian menurut saja ketika seorang perwakilan dari kantor KUA memintanya untuk berdiri berhadapan dengan Kenzo. Sengaja Jillian menatap lurus ke depan, ke dada Kenzo k
Read more
Salah Tingkah
“Eh, maaf Pak … maaf, duh Jill enggak sengaja … maaf ya.” Susah payah Jillian membungkuk dengan gaunnya yang lebar untuk memungut tongkat yang tidak sengaja terhempas dari tangan Adam Askandar akibat gerakannya yang tidak terkendali. Tadi Jillian terburu-buru ingin segera memergoki sang suami yang mungkin sedang berselingkuh dengan sekertarisnya yang misterius itu. Adam Askandar malah terkekeh. “Terimakasih ya, Jill.” “Kok Terimakasih, ‘kan Jill yang salah … eh tapi, kok …..” Kalimat Jillian menguap bersama tatap lekat kepada pria tua yang seakan mengenal dirinya. “Saya Adam Askandar … pemilik Indo Corp.” Adam Askandar mengulurkan tangannya yang kemudian disambut dengan ragu oleh Jillian. “Suami kamu bekerja untuk saya,” sambung Adam Askandar menjawab pertanyaan yang tampak di wajah Jillian. “Ah ya ….” Jillian baru ingat jika Kenzo adalah CEO Indo Corp. “Kamu buru-
Read more
Ketus
“Jill, tolong ambil keycard di saku kemeja saya,” pinta Kenzo karena kedua tangannya sedang menggendong Jillian. Jillian melepaskan satu tangan dari leher Kenzo, bergerak menyelipkan jemarinya ke dalam jas mencari saku kemeja yang Kenzo maksud. Kemeja Kenzo yang tipis membuat Jillian bisa merasakan otot di dada pria itu. “Kamu kayanya menikmati nyentuh dada saya, ya? Kamu bisa sentuh secara langsung nanti di dalam.” Jillian terkesiap, sudah berapa lama tepatnya ia merayapkan jemari di dada pria itu? Jillian mendongak, memicing menatap sinis ke arah Kenzo setelah mendapat keycard yang dimaksud lalu merentangkan sedikit tangannya untuk menempelkan keycard hingga terdengar bunyi ‘bip’ dan pintu terbuka. Jillian masuk kembali ke suite tempat di mana tadi dirinya dirias dan berganti pakaian dengan gaun pengantin. Tapi suasana kamar itu sekarang lebih rapih dan banyak sekali dekorasi dari bunga-bunga hidup
Read more
Mendamba
“Mau mandi bareng?” Pria itu bertanya lagi pertanyaan yang menurut Jillian menyebalkan. “Enggak, Jill enggak akan mandi.” “Oh … oke.” Kenzo pergi lagi membuka weardrobe lantas memberikan gaun tidur untuk Jillian. “Mau saya pakaikan?” tawar Kenzo. Jillian selalu merasa senyum kecil di sudut bibir Kenzo seperti sedang meledeknya. “Enggak usah!” serunya sambil merebut baju tidur dari tangan Kenzo. “Jangan ke mana-mana sampai saya selesai mandi ya … nanti saya gendong kamu lagi ke tempat tidur.” Kenzo pergi lagi setelah berkata demikian, sosoknya menghilang dibalik pintu kamar mandi yang tertutup. Tidak lama terdengar suara gemercik air dari dalam sana. Hembusan napas panjang keluar dari mulut Jillian, tidak habis pikir kenapa Kenzo bisa setenang itu padahal ia saja sangat gugup. Tapi, kenapa juga harus gugup? Mereka tidak akan benar-benar melak
Read more
Keputusan
“Pak … meeting dengan pak Gunadi dibatalkan, beliau harus terbang ke Kalimantan karena ada masalah dengan perusahaannya di sana.” Dion-sekertaris Kenzo untuk Indo Corp memberi informasi demikian saat mereka sedang dalam perjalanan menuju meeting tersebut. “Jadwal saya berikutnya apa?” “Tidak ada, Pak.” “Kalau begitu antar saya ke GZ Corp.” “Baik, Pak.”Kenzo paling tidak suka jika meeting-nya dibatalkan karena pasti akan berpengaruh pada jadwalnya ke depan. Tapi mungkin ada baiknya, ia jadi bisa mampir ke perusahaan yang lain. “Saya akan di sini sampai jam pulang,” kata Kenzo setelah driver menghentikan mobilnya di depan loby gedung GZ Corp. “Baik, Pak.” Dion menyahut cepat. Pintu mobil dibuka oleh sekuriti dari arah luar, Kenzo turun dan di sambut anggukan penuh hormat di sepanjang loby baik dari sekuriti maupun karyawan GZ Corp. Amira terkejut ketika
Read more
Menuntut Penjelasan
“Mau ke mana, Non?” Bu Nenny bertanya saat melihat Jillian menuruni tangga dengan pakaian rapih lengkap dengan tas dan sepatu. “Mau ngecek rumah, terus ketemu om Yuda.” Jillian mengatakannya tanpa melihat wajah Bu Nenny. “Tuan berpesan agar Non Jillian enggak ke mana-mana, katanya harus belajar karena Senin ujian.” “Oh, jadi dia bisa menghubungi asisten rumah tangga tapi enggak bisa ngehubungin istrinya sendiri.” Jillian menggeram di dalam hati sambil menatap bu Nenny sengit. Tanpa mau menanggapi ucapan wanita paruh baya itu—Jillian pergi begitu saja, menekan tombol lift penuh emosi. Sang asisten rumah tangga tidak berusaha mencegah, tapi menghubungi sang tuan untuk mengabarkan tentang Jillian. Jillian meminta resepsionis mencarikan taksi ketika ia sudah berada di loby. Dalam perjalanan, barulah Jillian menghubungi Yuda. Tidak sabar lagi untuk mencari tau apa
Read more
Strategi
“Ini coklat panas untuk Ibu.” Dion meletakan satu mug coklat panas di atas meja di depan Jillian yang duduk di sofa dengan menaikkan kedua kakinya dan tubuh dibalut selimut. Jillian sudah mandi dan berganti pakaian, mereka juga sempat makan malam ditemani hening. Dan ketika Kenzo meminta Jillian duduk di sofa ruang televisi—tidak alasan untuk Jillian menolak. “Thanks, Yon … kamu boleh pulang,” kata Kenzo. “Baik Pak, saya permisi Bu.” Rasanya Jillian jengah dipanggil ibu oleh dua orang berbeda seharian ini. Padahal umurnya jauh di bawah mereka yang memanggil Jillian seperti itu. Jillian tidak menanggapi, menatap matanya Dion pun tidak. Jillian masih Jillian yang angkuh seperti dulu. Dion pergi setelah mendapat anggukan Kenzo meninggalkan Kenzo yang harus menjelaskan banyak hal kepada Jillian. Jillian menaikkan tatapannya, menghadapkan tubuh pada Kenzo dengan kedua t
Read more
PREV
123456
...
15
DMCA.com Protection Status