All Chapters of AKU BUKAN ANAK AYAH!: Chapter 21 - Chapter 30
59 Chapters
Tersadar
Untuk pertama kalinya aku merasa senang bertemu dengan Gatra, sungguh. Hanya perkara ia menyediakan eskrim yang tidak pernah kucicipi. Semua orang bisa menyebutku anak kecil karena terbuai dengan pemberian yang tak seberapa. Tetapi, aku tidak dibesarkan dalam keluarga bahagia. Seumur hidup aku mengalami perundungan yang berasal dari ibuku sendiri.“Kenapa?” Gatra bertanya kenapa wajahku yang awalnya tampak baik menjadi kusut kembali.Aku membuang muka dan menarik mangkuk berisi eskrim yang baru saja diambilnya sesendok besar. Kalau dia mau memberi, seharusnya Gatra bertanya dulu padaku.“Tidak ada!” Aku mulai merasakan eskrim yang tampak lezat di dalam mangkok tersebut dengan ujung sendok. Lezat adalah satu kata yang muncul langsung di otakku.“Wah, ini pertama kalinya aku melihat kamu berekspresi begitu!” Gatra rupanya tidak menikmati eskrim atau membaca koran seperti yang dilakukannya waktu itu.Aku kesal jadin
Read more
Cara Melarikan Diri (2)
Aku sempat terbuai dengan kebaikan yang diperlihatkan oleh Oma dan Gatra. Walau Alina dengan terang-terangan memperlihatkan ketidasukaannya padaku, masih bisa kupahami. Karena aku adalah tamu tak dikenal yang berkunjung ke dalam rumahnya. Ia pasti telah sadar kalau yang dilakukan oleh suaminya salah.Namun, soal pernikahan sama sekali tidak kusangka-sangka. Padahal aku ingin membicarakan ulang soal kontrak yang kutandatangani dengan cara terpaksa. Mungkin saja setelah kejadian geger otak ringan yang kualami, pikiran Gatra akan berganti.Aku tidak mau jadi ibu dari anaknya.Namun, pesta pernikahan yang dibicarakan Gatra barusan telah mengubah semua. Yang ada di dalam pikiranku adalah rasa sedih, kekecewaan yang teramat dalam, dan kemarahan yang membakar diriku sendiri setelahnya.Tidak ada lagi waktu untuk terlena. Aku harus segera melarikan diri.“Aku mau tidur tidak usah ditemani!” Aku menghentikan Muni di depan pintu.Ia terkej
Read more
Diawasi
Intensitas pertemuanku dengan Pak Prana di luar kamar mendadak lebih banyak dibandingkan sebelumnya. Biasanya Pak Prana hanya akan kutemui ketika pergi ke pintu depan saja, tetapi setelah ia memergokiku di pintu belakang, tidak ada tempat di mana kami tidak bertemu.Aku jadi seperti dihantui dan itu terasa sangat mengesalkan. Namun, aku juga tidak bisa marah padanya. Pak Prana bekerja dan salah satu pekerjaannya adalah mengawasiku.“Nona, apa Anda baik-baik saja? Anda terlihat kesal sepanjang hari ini!” Muni yang juga bertugas mengawasiku sembari memberikan apa yang aku inginkan bertanya keheranan.Aku tertawa kecil. “Apa aku terlihat begitu?”“Ya, Anda terus membuat kerutan di dahi. Dan biasanya Anda suka berjalan-jalan, tapi hari ini Anda sedikit sekali keluar.”Aku ingat pada Pak Prana yang beberapa menit lalu berdiri di lorong entah sengaja atau tidak. “Aku cuma lelah! Apa itu pengaruh obat?” tany
Read more
Apakah Oma Tahu?
Oma memaksa Ayu untuk duduk di sampingnya. Hingga Alina bisa melihat dan menyaksikan betapa berbeda perlakukan Oma padanya dan Ayu. Aku tahu kalau ibu dari ayahku itu sengaja melakukannya.“Kamu nggak punya makanan yang bisa menyebabkan alergi, kan, Nak?” tanya Oma.Pertanyaan untuk menyindir Alina, istriku. Yah, sebab Alina hampir menolak semua makanan yang dihidangkan Oma dulu saat berkunjung pertama kali setelah lamaran. Ia hanya menyantap salad yang sengaja dibuatkan setelah mengatakan kalau ia tak bisa memakan apapun.Kulihat Ayu mengeleng. Ia jelas tidak tahu kalau reaksinya akan membuat Alina, istriku semakin marah. Aku ingin melihat sampai mana Alina bertahan di ruang makan jika terus dipanas-panasi.“Aku mendapatkan tiket ke dufan dari Erlan. Kamu sudah pernah ke sana?”Alina melotot padaku, protes. Namun, aku bersikap seolah-olah tidak melihat itu semua dan fokus dengan reaksi Ayu.“Dufan? Apa itu?&rdq
Read more
Duffan
“Kenapa pakai gaun?” Aku bertanya pada Muni. Sebab Ayu jelas tidak tahu apa-apa tentang fashion. Ia hanya dengan pasrah mengenakan apa yang Muni, pelayannya siapkan.“Tuan dan Nona mau pergi berkencan, kan?” Muni menelengkan kepalanya.Seharusnya aku memberi liburan ke tempat wisata yang dekat dulu kepada para pegawai, bukannya mengirim mereka ke Labuan Bajo atau luar negeri sebagai hadiah. Padahal aku telah mengatakan akan pergi ke Dufan pada Muni.“Ini Dufan. Tempat itu taman bermain air. Yah, tidak semuanya air. Tapi, gaun bukan pilihan yang tepat!”Muni melonggo sebentar dan kemudian mengeluarkan ponselnya. Ia mengetikkan sesuatu, berkonsentrasi selama beberapa detik dan menepuk dahinya cukup keras.“Muni?” Ayu tampak khawatir pada pelayannya itu.“Ganti pakaiannya!” Aku kembali mengeluarkan perintah dengan maksud yang sama.Muni mengangkat tangannya, memberi hormat dan m
Read more
Ampun, Ayah
Bawa dia ke Istana Boneka! Ingat, Gatra! Karena itulah aku termenung di depan peta area saat ini. Aku sedang memperhitungkan rute yang akan diambil untuk bisa sampai ke tempat yang telah diwanti-wanti oleh Erlan kemarin saat pulang.“Kenapa?” tanyaku pada Ayu saat merasa ia sedikit gelisah.“Kita di sini ngapain?” tanya Ayu binggung. Ia melirik pada orang-orang yang bahkan tidak singgah di depan peta.Aku menoleh pada hal-hal yang dipandangi Ayu dan menyadari kalau terlalu banyak berpikir. Kulirik peta untuk terakhir kalinya sebelum kemudian membimbing Ayu mengikuti orang-orang. Kamu melewati atraksi menegangkan.“Kamu mau naik itu?” tanyaku padanya.Ia memandang para pemain yang ada di atas wahana terlempar ke atas dan ke bawah. Teriakan mereka sangat berisik dan kulihat Ayu mengelengkan kepalanya. “Nggak!”“Kalau itu?” tanyaku pada komedi putar yang tampak nyaman.
Read more
Duffan
Apa seharusnya aku menarik juga gadis itu kemari? Aku bertanya pada diri sendiri saat telah sampai dikios minuman. Lalu aku menoleh ke belakang dan menemukan kalau Ayu masih duduk di sana. Aku merasa lega karena hal itu. Kemudian ikut dalam antrian kios minuman ini. Sambil mengantri kucek kembali ponsel untuk melihat pesan yang masuk. Nada dering ponsel telah aku matikan saat akan berangkat tadi, seperti yang disuruh Erlan.Aku sampai tak lama di depan sekali dan segera memesan jus buah untuk kami. Setelah menerima pesanan dan membayar, aku berbalik ke belakang. Dan Ayu tidak ada di tempat aku meninggalkannya.“Ayu! AYU!” panggilku.Bisa saja ia tertarik dengan atraksi lain sehingga meninggalkan tempat duduknya. Bisa juga ia ditarik oleh orang-orang jahat untuk dibawa pergi. Bagaimana pun Ayu terlihat seperti gadis cantik yang kaya dengan pakaiannya yang sekarang.Sesampainya di tempat Ayu terakhir kulihat, kuedarkan pandangan ke segala arah. Aku meminta diriku sendiri untuk tenang.
Read more
Cara Melarikan Diri (3)
Aku mendengar kalau namaku dipanggil dua kali. Segera aku menoleh ke asal suara dan langsung terpana saat melihat bahwa ada Ayu di sana, di antara tiga lelaki yang tidak kukenal.“Hei ... kalian!” Aku memanggil ketiga orang itu, tetapi ketiganya sama sekali tidak berhenti.Mereka mendorong Ayu untuk bergerak terus. Aku memaki di dalam hati dan berusaha mengejar ketiga orang yang jaraknya sudah lumayan jauh. Napasku sesak saat mereka semua berhasil kususul.“BERHENTI!” Aku menarik pergelangan tangan Ayu.Namun, pria yang mendorrongnya dari belakang menendangku sekuat tenaga hingga terjengkang. Orang-orang yang berlalu lalang berhenti begitu melihatku jatuh. Dan pria itu yang sama sekali tidak pernah kulihat memaki.“Dasar Sial! Seharusnya kamu membiarkan saja kami!” katanya padaku.Dia mungkin gila. Atau IQ-nya jongkok memang jongkok. Karena tidak ada satu manusia pun yang akan membiarkan saja seseorang dal
Read more
Cara Teraman
“Bawa dia ke kamarnya!” Gatra langsung meminta pelayanku Muni untuk membawaku ke kamar.Muni menatap kami cukup lama sebelum kemudian membimbingku masuk ke dalam. Ruangan-ruangan yang kulewati terasa lebih besar dibandingkan sebelumnya. Bahkan lorong-lorong menuju kamar terasa tak ada ujungnya.“Nona ... Anda baik-baik saja?” tanya Muni terdengar khawatir.Aku menoleh padanya dengan mata berkaca-kaca. “Menurutmu aku tampak seperti apa, Muni?”Kami berhenti di lorong. Muni memastikan tidak ada siapapun di lorong sebelum kemudian menunduk dan berbisik padaku. “Anda sangat cantik Nona! Siapapun yang melihat Anda pasti jatuh cinta!”Dulu aku pasti akan dengan mudah percaya. Seperti saat ibuku mengatakan betapa ia mencintaiku saat perasaannya baik. Atau saat ayahku pulang membawakan aku eskrim dan berkata bahwa aku adalah putri cantik yang paling disayanginya.Kini semua itu sama sekali tidak berarti apa-apa. Aku malah bingung kenapa orang-orang itu selalu saja mengatakan sebuah omong koso
Read more
Aku Setuju
“Dia bilang apa?” tanyaku pada Muni.Sudah lewat makan malam dan seharusnya aku berada di kamarku sekarang, tetapi pelayan itu menghentikan aku di aula dan berkata kalau ada pesan dari Ayu untukku.“Nona Ayu bilang dia mau bicara sama Bapak!”Aku memang meminta Ayu untuk berpikir ulang. Aku telah mengatakan padanya hal-hal yang bisa dimiliki. Hal-hal yang akan terjadi padanya kalau menolak tawaranku dalam pernikahan kontrak ini.Aku memang tidak akan menuntut Ayu atas uang yang telah terlanjur aku keluarkan untuknya. Bagaimana memang caranya untuk membayar uang sebesar 150 juta itu?“Di mana dia?”“Di kamarnya, Pak!” jawab Muni.Aku mengangguk dan mengibaskan tangan pada Muni, memberi kode kalau aku akan pergi ke kamar Ayu sendiri. Muni menunduk dan pamit untuk pergi ke dapur.Kebanyakan pekerja di dalam rumah telah kembali ke kamarnya di belakang dekat dapur. Ada juga yang tidur dengan keluarga di pavilliun kecil di belakang rumah. Jadi, rumah terasa sepi dan kosong pada malam hari.
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status