Semua Bab SANG MAFIA PENGUASA: Bab 41 - Bab 50
112 Bab
41. Bayang-Bayang yang Menggoda
Wajah Alana terasa panas. Dia terus menyentuh bibirnya, dan merasa malu. Ia benar-benar tak percaya jika Alden akan jadi orang pertama yang menyentuh bibirnya. Perasaannya yang tadi kacau menjadi tidak karuan. Di dalam kamarnya yang gelap, ia menutup wajahnya dengan bantal. Bayangan wajah Alden yang begitu dekat dengannya membuat jantungnya berdetak tidak karuan. Harusnya ia marah dengan pria itu. Tapi kenapa Alden malah membujuknya dengan cara yang tak disangka-sangka. Alden, kau benar-benar keterlaluan! Sementara itu, Alden pergi ke markasnya setelah mengantar Alana pulang. Dia tidak menginap, karena menanti informasi tentang Isabella dari Frey. “Setelah Alana yang berbicara kau baru percaya, Alden? Selama ini kau tidak mau menganggapku,” ucap Jessica yang merasa kesal dengan sikap Alden. Alden menggaruk kepalanya yang tak gatal. Selama ini, ia selalu mengabaikan yang dikatakan oleh Jess
Baca selengkapnya
42. Terlalu Rumit
Plak! “Alden, sialan! Siapa yang kau pikirkan?” Alden terkejut membuka matanya begitu tamparan mengenai pipinya. Dia langsung mendorong Frey yang sedang berhadapannya. “Apa yang kau lakukan di sini? Jangan berani menyentuhku!” ucap Alden sambil melindungi tubuhnya, seolah-olah Frey ingin berbuat jahat padanya. Frey memutar bola matanya dengan malas. Jika bukan Alden di depannya ini, dia pasti akan menoyor kepalanya. Tapi dia merasa bersyukur karena bisa menampar Alden meski dalam keadaan tidak sadar. “Seharusnya aku yang berkata seperti itu. Apa kau sedang bermimpi bermain dengan wanita seksi, hah? Kau sampai ingin menciumku,” sungut Frey dengan wajah kesalnya. Alden berdeham, merapikan posisi duduknya. Dia menggaruk kepalanya yang tak gatal. Mana ia sadar jika orang yang datang kepadanya, ternyata Frey. Tadi ia melihat Alana yang keluar dan datang menggodanya. “Apa kau sedang h
Baca selengkapnya
43. Merindukanmu
Alden baru saja tiba di rumahnya setelah mengantar Alana. Belum sempat dirinya melangkahkan kaki untuk masuk ke rumahnya, suara seseorang memanggilnya. Alden berbalik, mendapati seorang wanita yang kemari ia usir. Ya, Isabella berdiri di hadapannya sekarang dengan senyuman yang terukir di wajahnya. Benar yang dikatakan oleh Jessica, wanita kembali muncul dengan sendiri sebelum Alden melakukan rencana yang sudah diaturnya. Sepertiny Isabella tak bisa lebih lama menunggu, dan mengabaikan Alden. “Apa kau baru pulang?” tanya Isabella. Alden hanya berdeham saja sebagai jawabannya. Dia kembali melangkah masuk, dan diikuti oleh Isabbela. Kepala pelayan di sana ingin menahan Isabella yang ikut dengan Alden. Tapi tatapan Alden membuatnya mundur secara perlahan, dan kembali ke dalam. Alden ingin tahu sejauh mana wanita itu akan bertindak. Isabella tiba-tiba saja kembali ke negaranya, dan membawakan informasi yan
Baca selengkapnya
44. Tergoda
“Ternyata kau wanita murahan juga, cih!” Alana memandang datar wanita yang tiba-tiba saja memanggilnya itu. Dia tak merespon, dan kembali fokus pada makanannya. Melihat Alana yang mengabaikan kedatangan wanita yang tak diundang itu, membuat pria yang datang bersama Alana itu juga turut bergeming. Dia hanya menatap sekilas wanita itu, dan juga Alana. Wanita itu berdiri di depan Alana dengan senyum sinisnya. Dia melipat kedua tangannya di dada. “Hei, berhati-hatilah pada wanita seperti ini. Asal kau tahu, kau bukan pria satu-satunya bagi dia,” ucap wanita itu sebelum akhirnya pergi meninggalkan Alana dan teman prianya. Pria itu memandang tak suka. Dia berdecih, “Siapa wanita itu?” tanyanya. “Jessica, rekan kerja Alden,” jawab Alana dengan singkat. “Apa dia sudah gila? Bagaimana mungkin aku disuruh berhati-hati pada adikku sendiri,” kata pria itu merasa tak senang. Alana terkekeh m
Baca selengkapnya
45. Aku Sudah Melihat Semuanya
Alana membuka matanya perlahan. Dia meringis, memegang kepalanya yang terasa pening. Melihat sekitarnya yang berbeda, dia terperanjat kaget dan langsung bangun dari tidurnya. Dia memandangi sekelilingnya, dan mencoba mengingat kemana dirinya pergi tadi. Saat tahu di rumah Alden, dia menghela napas lega. Dia mengambil ponselnya, dan seketika itu matanya membulat. “Apa ini? Kenapa sudah malam saja, apa yang kulakukan dari tadi?” tanyanya pada dirinya sendiri. Tak ingin ambil pusing, Alana turun dari tempat tidur. Dia kembali terdiam, melihat pahanya yang terekspos. Refleks tangannya menyentuh pakaian yang digunakan. Dia baru sadar jika bajunya telah berganti. Perasaannya sedikit kacau, mencoba mengingat apa yang sudah terjadi tadi. Tapi, sialnya kepalanya sakit dan tak bisa mengingat apa pun. “Oke, coba kau ingat pelan-pelan, Alana,” gumamnya. Dia mondar-mandiri di kamar Alden dengan mengguna
Baca selengkapnya
46. Kau Tidak Dibutuhkan!
Alden memanggil Alana yang tak kunjung keluar dari kamarnya. Pria itu dengan setia menunggu seorang gadis yang sejak tadi bersemayam di dalam kamar mandinya. “Kamu masih lama, Alana? Apa kau baik-baik saja di dalam sana?” panggil Alden sekali lagi disaat merasa tak ada jawaban. Alden hendak menerobos masuk, tapi Alana lebih dulu membuka pintu kamar mandi. Netra kedua orang itu bertemu. “Aku mandi sebentar,” jawab Alana dengan nada suara yang pelan dan terdengar malu-malu. Alden cepat menyadarkan dirinya. Dia mengangguk, dan mengajak Alana untuk turun makan malam. Meski masih terasa canggung, Alana tetap mengikuti Alden. Sangat berbeda sekali dengan pria itu, Alden tampak tenang seolah tak terjadi apa-apa pada mereka. “Kenapa sepi sekali?” tanya Alana yang menyadari tak ada pelayan di sana. Biasanya rumah megah bak istana itu diramaikan oleh para pelayan yang sibuk memberishkan tiap sudut ru
Baca selengkapnya
47. Pria dan Wanita Misterius
Begitu tiba di apartemen Alana, kedua orang itu sama-sama terdiam ketika melihat ada seorang pria yang berdiri di depan pintu kamar Alana. Alden reflek menarik Alana agar berdiri di belakangnya. “Siapa kamu?” tanya Alden dengan nada suara yang dingin. Pria yang sedang memainkan ponselnya itu menoleh. Dia melihat Alden, Alana yang berada di belakang Alden. “Oh, maaf. Aku salah kamar,” ucap pria itu sebelum akhirnya berlalu pergi melewati Alden dan Alana. Alden menatap tajam kepergian pria itu hingga dia tak terlihat lagi. Sementara Alana hanya diam, tak berkata apa-apa. “Dia mencurigakan sekali,” kata Alden sembari menghela napasnya. “Tidak apa-apa. Mungkin dia memang salah kamar,” sahut Alana yang kini masuk lebih dulu ke dalam kamarnya. Alden masih bergeming. Dia tak bisa menerima alasan yang diucapkan pria itu, karena dia sendiri melihat bagaimana pria itu menunggu di depan kamar Alana.
Baca selengkapnya
48. Satu Hari
“Alana.” Sontak Alana yang baru saja hendak beranjak dari duduk, terkejut saat seseorang membuka pintu ruang kerjanya dengan tiba-tiba. Dia memegang dadanya yang berdebar tak karuan karena kaget. “Apa? Kenapa kau datang tiba-tiba begini? Mengangetkanku saja,” sungut Alana kesal. Frey menggaruk kepalanya yang tak gatal. “Maaf, Alana. Aku tidak sengaja. Tapi, apa tidak ada Alden datang kemari?” tanyanya. “Tadi ada, dan sekarang sudah tidak ada,” sahut Alana dengan santai sambil berjalan melewati Frey yang masih melongo mendengar jawabannya. “Apa kau tahu dia kemana?” tanya Frey lagi sembari mengikuti Alana yang berjalan menuju dapur. “Aku memintanya ke dermaga. Memangnya dia tidak memberitahumu, ya?” Alana mengambil botol minum di dalam kulkas, dan menuangkannya ke dalam gelas. “Aku tahu, tapi saat aku ke sana dia tidak ada,” ucap Frey. Alana meletakkan kembali gelas yang airnya s
Baca selengkapnya
49. Aku Akan Menidurimu!
Alana baru saja bangun dari tidurnya. Dia menarik napas dalam-dalam, dan mengembuskannya secara perlahan. Sudah tengah hari, dan dia baru bangun. Sambil meregangkan ototnya, Alana keluar dari kamar hendak mengambil air. Begitu dia keluar, ternyata Alden sudah berada di sana dengan laptop yang di hadapannya. Pria itu meliriknya sekilas, dan kembali fokus pada laptopnya. Alana juga tak menggubrisnya, dan langsung kembali ke tujuannya. Setelah minum, barulah dia kembali ke tempat Alden berada. “Kenapa kau tidak ke kantor saja?” tanya Alana sebab dia tahu sekarang bukanlah hari libur, dan Alden malah terlihat bersantai di kediamannya. “Aku hanya malas saja,” jawab Alden dengan singkat. Alana mendengus, dia tahu jika Alden adalah CEOnya. Tapi bisakah seorang pemimpin berleha-leha seperti ini? Rasanya Cuma Alden seorang yang bisa begini. “Ngomong-ngomog, sejak kapan kau ada di sini? Kenapa kau s
Baca selengkapnya
50. Temukan Dia dengan Segera!
“Jangan bersuara!” Alden tak melepas tangannya dari mulut Alana hingga suara orang yang berbicara dari pintu kamar Alana tak terdengar lagi. Dia membuka tangannya, membuat gadis itu meraup udara sebisanya. “Kenapa?” tanya Alana dengan sedikit berbisik. Alden memutar bola matanya dengan malas. Padahal keduanya mendengar dengan jelas pembicaraan orang itu, tapi Alana masih saja bertanya. “Sepertinya tempatmu ini sudah tidak aman,” kata Alden. Alana masih saja melongo menatap Alden yang tengah serius. Dia menggaruk kepalanya yang tak gatal. “Bukankah itu suara kak Zane?” gumam Alana pelan. “Tapi sama siapa dia bicara?” “Apa katamu?” tanya Alden yang mendengar gumaman tak jelas dari Alana. “Hah? Tidak ada,” jawab Alana yang langsung menggelengkan kepalanya. “Kita belum bisa memastikan sesuatu di tempatmu ini. Jadi, kalau ada yang ganjal, kau harus segera menghubungi aku.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
12
DMCA.com Protection Status