All Chapters of SANG MAFIA PENGUASA: Chapter 31 - Chapter 40
112 Chapters
31. Apa Itu Vivian?
Alden tidak menjawab pertanyaan Frey. Dia megajak Frey keluar untuk berbicara, dan tidak mengganggu Alana yang sedang tertidur. “Ada apa?” tanya Frey yang melihat Alden dengan wajah seriusnya. “Alana menemukan alat penyadap di rumah. Entah dari kapan benda itu ada di sana, dan kurasa sudah sangat lama,” jelas Alden. “Apa? Penyadap? Bagaimana itu bisa ada di sana?” tanya Frey yang seakan tak percaya dengan penjelasan Alden tersebut. Pasalnya, dia tahu bagaiamana seorang Alden. Pria itu sangat teliti dalam melakukan apa pun. Alden bisa tahu jika ada seorang penyusup masuk ke rumahnya. Tapi... apa ini ulah Vivian? “Aku juga tidak tahu,” jawab Alden sembari mengusap wajahnya dengan kasar. Kedua pria itu terdiam, bergelut dengan pikirannya masing-masing. Mereka juga sama-sama mencara jalan keluar dari semua masalah yang sedang menimpa mereka itu. “Besok kau pergi periksa di sana, jan
Read more
32. Berita Baru
Pagi-pagi sekali Frey sudah pergi, sehingga Alana tidak tahu jika pria itu juga menginap di tempatnya. Entah apa yang ada di pikiran kedua orang yang lebih kaya darinya itu sampai mau menginap di tempat kecilnya. Alana telah siap dengan pakaian kerjanya, begitupun dengan Alden. Pria itu benar-benar memindahkan barangnya ke tempat tinggal Alana. Apa yang bisa dikatakan Alana? Ya, semoga saja dirinya tidak diserang oleh fans fanatik pria kejam itu. “Kau akan ke kantormu?” tanya Alden sembari memasang jam di tangan kirinya. “Iya,” jawab Alana singkat yang juga sedang merapikan beberapa berkas yang perlu dia laporkan kepada atasannya. Alden melirik Alana sekilas, dan dia kembali teringat panggilan telepon yang masuk ke ponsel Alana. “Ah, Alana,” panggil Alden yang membuat gadis itu menoleh padanya. “Kusarankan kau berhati-hati. Entah itu perempuan atau pun laki-laki, jangan mudah percaya,” ucap
Read more
33. Terjebak Masalalu
“Apa hasilnya bisa dipulihkan?” Alana sejak tadi sibuk dengan rekan kerjanya. Dia bahkan melewatkan waktu makannya karena terlalu sibuk. “Sedikit lagi selesai, Al,” jawab rekan kerja Alana. Alan kembali duduk di kursinya. Jari-jemarinya menari indah di atas keyboardnya, memeriksa kamera yang dia sengaja dia tinggalkan di rumah Alden tanpa sepengatahuan pemiliknya. Dia bahkan meretas keamanan yang ada di rumah Alden. Namun, sejauh ini dia belum menemukan hal aneh di sana. Terlihat Alden baru saja meninggalkan kediamanya. “Alana, ini sudah selesai,” panggil rekan kerjanya yang membuat fokus Alana berpindah. Gadis itu beranjak dari duduknya, dan mendekat ke arah rekan kerjanya itu. Dia melihat proses berhasil di layar monitor milik rekan kerjanya. “Berikan padaku, aku ingin mendengarnya sendiri,” ucap Alana yang menghentikan tangan temannya yang hendak menyalakan rekaman yang berhasil dipuli
Read more
34. Curiga
Seperti permintaan Alana, Alden kembali membawa gadis itu ke rumahnya. Entah apa yang akan dilakukan oleh Alana di sana, hingga dia terlihat buru-buru. “Itu dia, itu dia!” kata Alana dengan suara yang pelang, nyaris tak terdengar oleh Alden. Andai saja wanita itu tidak menarik lengannya, mungkin Alden tidak akan mempedulikannya karena suarnaya yang terlalu kecil. Alden pun mengikuti arah pandang Alana. “Kenapa dia?” tanya Alden. “Dia pelayan yang suka keluar masuk ke kamarmu. Hari ini, mungkin sudah 5 kali dia pergi ke kamarmu,” jawab Alana masih dengan suaranya yang pelan. Alis Alden bertaut, dia sedikit tak percaya. “Bagaimana kau tahu?” tanya Alden lagi. Alana sontak menatap Alden. Dia lupa memberitahu pria itu jika dirinya sempat meninggalkan kamera tersembunyi semalam di rumah Alden. Alana menggaruk kepalanya yang tak gatal. Dia sudah seperti orang yang sedang ketahuan melakukan kejaha
Read more
35. Kau Ingin Kutiduri?
“Bawa dia pergi makan, Bi!” titah Alden tanpa peduli dengan tatapan penolakan dari Alana. Alden benar-benar memperlihatkan sisi perhatiannya terhadap Alana di hadapan semua pelayan yang ada di rumah. Bisik-bisik itu masih terdengar, dan Alden sengaja membuat hal itu. Ia ingin mengetahui sendiri peringatan yang diberikan oleh kepala pelayannya itu. “Nanti saja, Bi,” tolak Alana saat kepala pelayan itu ingin membantunya untuk berdiri. “Tidak ada penolakan, Alana!” kata Alden dengan penuh penegasan. Meski tatapannya tak tertuju pada Alana, tapi gadis itu bisa merasakan betapa dinginnya sorot mata Alden. Mau tidak mau, Alana pun ikut dengan kepala pelayan menuju ke ruang makan. Tinggallah Alden seorang diri di sana, menghapi para pelayannya. Dari ekor matanya, ia bisa melihat tatapan kebencian seseorang kepada Alana. “Apa matamu itu ingin kucabut, hah?” Suara Alden yang tiba-tiba membentak memb
Read more
36. Bertengkar
“Alden.” “Hei, kau mau kemana?” Tubuh Alana yang ditarik tiba-tiba, terjatuh tepat di atas pangkuan Alden yang sedang duduk dengan santai. Wajah mereka begitu dekat, bahkan deru napasnya bisa dirasakan masing-masing. Alana yang tersadar, langsung cepat bangun dari atas tubuh Alden. Dia mendudukan dirinya di samping pria itu dengan perasaan canggung. Jangan tanya bagaimana wajahnya, sekarang sudah sangat memerah karena malu. Sementara itu, Alden tetap santai seoalah tak terjadi apa-apa. Dia bahkan menyandarkan tubuhnya, dan menutup matanya sejenak. “Kemana mereka? Apa yang kau lakukan padanya?” tanya Alana yang tak bisa menahan rasa penasaran. “Apa kau buru-buru karena ingin tahu hal itu, hem?” Alden balik bertanya tanpa membuka matanya. Dia sedang menenangkan dirinya. Emosi yang beberapa saat lalu menguasai dirinya itu membuatnya sangat lelah. Alana terdiam beberapa saat. Dugaan
Read more
37. Jangan Jatuh Cinta
Alana turun dari mobil tanpa berkata-kata. Hal itu semakin membuat Alden merasa tak enak hati. Gadis yang biasanya cerita dan banyak omong itu, kini diam tak seperti biasanya. Alden tak tahu apa yang terjadi. Jika hanya sekedar bertengkar dengan Jessica, Alana tak mungkin sampai seperti itu. Apa mungkin perutnya terlalu sakit? Terlalu banyak pikiran yang memenuhi otak Alden. Dia pun membiarkan gadis itu sendirian terlebih dulu sampai dirinya merasa tenang. Sementara itu, Alden tak yakin jika obat Alana masih ada. Makanan di dalam kulkasnya saja jarang ada, apalagi ini obat. Akhirnya Alden pergi membelikan obat untuk gadis itu. Alana merasa sediki lega saat tahu Alden tidak mengikutinya. Dia mencari obat di dalam laci, tapi tak ada satu pun sisa obatnya. Ia menghela napas kasar, dan terlalu lelah untuk keluar. Terpaksa ia menahan sedikit rasa sakit di perutnya. Ia pergi membaringkan tubuhny
Read more
38. Misi Baru
Derap langkah Alden terdengar tegas. Dia muncul dengan pakaiannya yang serba hitam bergabung bersama timnya yang sudah menunggu. Di sana sudah ada Frey yang juga menunggunya. Isyarata dari tatapan matanya, diterima baik oleh Frey.Tim mereka kemudian berpencar menjadi dua kelompok. Mereka sudah merencanakan setiap detail dengan cermat. Satu per satu, mobil-mobil hitam mereka keluar dari markas menuju ke tempat yang sudah mereka tandai sebagai lokasi target.Alden duduk di bagian belakang mobil, memeriksa senjata dan peralatan yang ada di dalam tas hitamnya. Frey, yang duduk di sampingnya, tampak tenang meskipun atmosfir di sekitar mereka begitu tegang."Kau yakin rencana ini akan berhasil?" tanya Frey tanpa menoleh pada Alden.Alden menatapnya sejenak sebelum menjawab, "Kita sudah mempersiapkannya dengan baik. Yang penting, kita harus tetap waspada."Frey mengangguk mengerti. Mereka berdua telah bekerja bersama cukup lama untuk memahami dinamika tim. Kepercayaa
Read more
39. Seorang Pembunuh
Brak! Sebuah map di terima oleh Alden. Pria itu mendongakkan kepalanya saat melihat tatapan dingin dari wanita yang selama ini berkerja sama dengannya. Alden mengerutkan dahinya. Wanita itu tiba-tiba saja bertingkah aneh saat ke kantornya. Sebelum bertanya, Alden membuka map yang berisi beberapa lembar foto seorang wanita dan beberapa orang lainnya yang berpakaia serba hitam. Wajahnya tak begitu terlihat, karena menggunakan masker. Tetapi wanita itu, jelas ditahu oleh Alden. Dia baru saja bertemu dengannya semalam, dan dia memang tak memberitahukan Alana tentang ini. Lalu, kenapa ini? “Apa kau mengenal wanita itu, Alden?” tanya Alana. Nada suara wanita itu benar-benar terdengar berbeda dari biasanya. Alden sedikit tidak mengerti. “Ada apa dengannya?” Alden bertanya balik. “Aku bertanya padamu, Alden! Apa hubunganmu dengannya?” Nada suara Alana hampir meninggi. “Kenap
Read more
40. Rahasia Kegelapan
Tanpa menunggu waktu yang berlalu, Alden pergi menemui Alana ke apartemennya. Dia langsung masuk begitu saja, karena mengetahui kunci kamar wanita itu. Namun, disaat ia tiba, tak ada seorang pun di dalam apartemen itu. Berulang-ulang ia memanggil nama Alana dan tak ada seorang pun yang menyahut. Alden merasa frustrasi. Ditambah teleponnya sejak tadi tak diangkat oleh Alana. Ia duduk di sofa, dengan perasaan berkecamuk. “Di mana kamu Alana?” gumamnya. Alden menyugar rambutnya ke belakang. Ia mencoba berpikir, kemana Alana akan pergi. Tapi, sebagiamanapun usahanya untuk memikirkan hal itu, ia sama sekali tidak tahu. Ia tidak tahu apa yang disukai wanita itu. Kemana tujuan favoritnya, ia benar-benar tidak tahu dan tidak peduli. Namun, disituasi sekarnag, ia malah kebingungan sendiri mencarinya. Rasanya berbeda karena wanita itu selalu bersamanya akhir-akhir ini. Cukup lama Alden berdiam diri d
Read more
PREV
123456
...
12
DMCA.com Protection Status