Semua Bab SANG MAFIA PENGUASA: Bab 21 - Bab 30
112 Bab
21. Budak
Wanita itu meringis kesakitan, tetapi tidak ada belas kasihan di mata Alden. Dia telah memasuki dunia yang penuh dengan bahaya, dan dia tahu bahwa tidak ada tempat untuk penyesalan.Anak buah Alden dengan sigap menahan wanita itu, memastikan dia tidak bisa melarikan diri. Mereka menundukkan wanita itu dengan keadaan kacau di depan Alden, menunggu perintah selanjutnya.“Apa yang seharusnya kita lakukan, Tuan?” tanya salah satu dari mereka, suaranya penuh dengan ketegasan.Alden memandang wanita itu dengan dingin. Dia harus membuat keputusan, menimang apa yang akan dilakukan untuk wanita itu bisa membuka mulutnya.“Jadikan saja di budak,” usul Frey dengan santai membuat wanita itu mendelikkan matanya terkejut.Alis Alden terangkat sebelah, seolah usulan Frey itu sangat berguna. Tatapan matanya yang dingin menatap wanita yang menggeleng lemah di hadapannya itu. Dia terlihat sangat memohon untuk tidak menyetujuinya.Tapi, Alden bukanlah pria yang bisa berbaik hati pada musuhnya. Demi bala
Baca selengkapnya
22. Senang Menggodanya
Alden baru saja tiba di apartemen Alana. Dia mengetuk pintu kamar wanita itu, hingga seorang wanita membukakan untuknya. Alana berdiri di sana dengan wajahnya yang sembab, karena mengantuk. Dia hampir saja tidur, tapi suara ketukan pintu membuatnya kembali terbangun. “Alden?” Tanpa menjawab, Alden langsung saja menerobos masuk membuat wanita itu mendelikkan matanya kesal. Dia menghentakkan kakinya, karena waktu tidurnya harus terganggu. “Ada apa? Kenapa kau datang selarut ini?” tanya Alana sembari melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 3 pagi. Alden yang tadinya ingin menanyakan banyak perihal informasi itu, hanya terdiam. Dia lupa dan tak memikirkan orang lain, karena ambisinya ini. “Tidak ada, kau pergi tidur saja. Tapi aku akan menginap di sini,” jawab Alden dengan santai. Alden mengempaskan tubuhnya di atas sofa. Meski apartemen itu cukup besar, tapi hanya ada satu kamar di dalamnya,
Baca selengkapnya
23. Wanita Murahan Ada di Mana-Mana
Alana mendorong Alden, dan bergegas berdiri. Dia berdecak, dan langsung saja keluar dengan wajahnya yang merah merona karena malu. Begitu di luar, dia malah dikejutkan dengan kehadiran Frey. Frey yang hendak mengambil ponsel milik Alden pun sama terkejut. Dia semakin dibuat terkejut dengan Alden yang tiba-tiba muncul dari kamar Alana. “Em… kapan kau ada di sini?” tanya Alana dengan sedikit salah tingkah. Frey yang masih belum paham situasi pun hanya terdiam. Matanya sesekali memandangi Alden dan juga Alana. “Kalian…?” “Cepat, aku sudah lapar!” kata Alden memotong ucapan Frey. Alana yang juga tidak ingin semakin dicerca pertanyaan oleh Frey, segera menyusul Alden yang sudah lebih dulu berjalan ke ruang makan. Frey yang masih terlihat bingung pun menggaruk kepalanya yang tak gatal. “Apakah dia ingin karena semalam menontonnya secara langsung?” gumamnya pelan sembari menyusul kedua orang itu.
Baca selengkapnya
24. Aku Menang!
Suasana di dalam ruang rapat itu benar-benar tegang. Tidak ada satu pun orang yang berani bersuara, bahkan untuk menghela napas saja mereka seperti dicekik. Alden muncul benar-benar membuat semua orang panik. Tak terkecuali sekretaris wanita itu, tapi dia tetap dengan berani memperlihatkan dirinya jika sedang menganggumi sosok Alden. Brak! Alden menggebrak meja dengan map yang ada di tangannya. Sorot matanya yang tajam, menatap semua orang yang ada di dalam ruang rapat tersebut. “Selama ini apa yang kalian lakukan, hah? Bukannya untung, tapi kalian malah membuat perusahaanku hancur!” kata Alden marah. Frey yang ikut rapat pun ikut terdiam, sambil memeriksa keanehan dalam laporan yang diberikan para petinggi perusahaannya itu. Dia menganggukkan kepalanya, dan sesekali menatap Alden yang tengah marah. “Apa kalian sungguh menguji kesabaranku, hah!” “Jawab aku, sialan!” Alden di lua
Baca selengkapnya
25. Gitar Spanyol
“Sekretarismu itu sangat menyebalkan! Kenapa juga kau harus memilih wanita seperti itu,” ucap Alana begitu dia mengikuti Alden masuk ke ruangannya. “Ah, aku baru tahu ternyata kau menyukai modelan wanita seperti itu, ya?” Dari masuk ruangan Alana tak berhenti bicara, membuat Alden merasa pening. Dia menghela napasnya, sambil memijat pelipisnya. “Apa kau ke sini untuk membalas dendam?” tanya Alden dengan ketus. Alana tertawa mendengarnya, “Kau peka sekali. Tentu saja iya,” jawabnya. Sekali lagi Alden mengembuskan napas kasar. Harusnya ia tidak menganggu wanita gila ini, dan sekarang ia malah dikerjai balik. Mana bisa ia bekerja dengan suara berisik dari wanita itu. “Alana, apa kau tidak punya pekerjaan?” tanya Alden dengan memasang wajahnya yang super sabar, tapi ingin sekali meneriaki wanita itu untuk tetap diam. “Tidak ada. Pekerjaanku kan bersamamu, tentu saja aku akan menunggumu menyeles
Baca selengkapnya
26. Mantan Istrimu Penghancur!
“Sembarangan sekali kau berbicara!” Alana tertawa keras mendengar jawaban yang keluar dari mulut Alden. Moodnya hari ini benar-benar sangat baik karena Alden. Sementara itu Alden hanya diam saja, sudah malas berkata apa-apa. Sudut bibirnya saja yang sedikit tertaik saat melihat Alana. Tak lama setelah mereka selesai makan, seorang wanita datang menghampiri Alden. Wanita itu datang dengan bajunya super ketat, dan langsung duduk di samping Alden tanpa permisi. “Semalam kau meninggalkanku begitu saja,” ucap wanita itu dengan nada suaranya yang terdengar manja. Alden menghela napasnya, “Aku ada urusan penting,” jawabnya singkat. Wanita itu mengerutkan bibirnya. Dia sama sekali tidak memperhatikan Alana yang ada di antara mereka berdua. “Uhmm, permainamu sungguh luar biasa. Bagaimana lagi aku bisa tidur denganmu?” Degh! Alana yang hendak bicara, terdiam dengan tiba-tiba s
Baca selengkapnya
27. Berbagi Ranjang
“Yak! Apa yang kau lakukan di sini?” Alden bangun dengan malas menatap seorang wanita yang baru saja berteriak padanya itu. Dia tidak berkata apa-apa dan malah menatap bungkusan di tangan wanita itu. “Apa yang kau bawa?” tanya Alden dengan santai. Wanita yang baru saja pulang itu benar-benar dibuat terkejut dengan kehadiran sosok Alden di rumahnya. Dia mengerjapkan matanya beberapa kali, berharap salah lihat. Tapi sosok Alden sungguh nyata di depannya. Pria itu bahkan mengambil makanan yang ada di tangannya. Ia menggaruk kepalanya yang tak gatal menyaksikan Alden yang tampak kacau. “Kau ini kenapa?” tanyanya sekali lagi pada Alden. “Tidak ada,” sahut Alden santai. Setelah lama berikir, Alden memutuskan untuk pulang ke apartemen Alana. Saat tiba di sana, sang pemiliki rumah ternyata belum kembali. Dia pun tertidur di sana, tanpa sang pemilik rumahnya ada. Alana mengernyit bingung
Baca selengkapnya
28. Penguntit
“Astaga masakanku!” Alana berlari kencang ke dapurnya, dan segera mematikan api kompor. Dia menatap sendu makanan yang telah dibuatnya dengan susah payah itu, dan kini menjadi sia-sia. “Aish, ini semua karena kau, Alden! Kenapa kau ajak aku bicara, dan sekarang lihatlah makanan ini, heh,” kesal Alana. Alden menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ia yang tidak melakukan apa pun malah menjadi sasaran omelan Alana. Padahal wanita itu sendiri yang meninggalkan masakan di atas kompor tanpa memberitahunya. “Bagaimana ini, tidak ada makanan lagi. Aku malas!” seru Alana yang kesal sembari mencuci pancai yang terbakar itu. “Tinggal pesan, beres!” sahut Alden dengan santai. “Aish, diamlah!” Alana menyahut kesal dengan tatapan matanya yang tajam.Alden mengendikkan bahunya acuh, dan meninggalkan gadis itu sendirian di dapur. Kini dia duduk di ruang tamu, mengamati dengan tenang. Ada sedikit senyum di wajahnya, seola
Baca selengkapnya
29. Temuan di Rumah Alden
Alden dan Alana berada di taman itu cukup lama, hingga orang yang menguntitnya merasa jenuh sendiri dan berlalu pergi. Orang itu merasa tak dapat informasi apa-apa, karena Alana dan Alden hanya berbicara random saja. Bahkan kedua orang itu tak terlihat ingin menyerang, justru terlihat seperti sepasang kekasih. Dirasa posisi mereka sudah aman, Alden beranjak dari duduknya. Dia juga mengajak Alana untuk segera pergi. “Seperitnya kita telat,” ucap Alden sembari melihat jam yang melingkar di tangan kirinya. “Sebenarnya kau ini mau mengajakku kemana?” tanya Alana mengikuti langkah besar Alden yang meninggalkan taman itu. “Tidak ada. Kita kembali ke markas saja,” jawab Alden. Mobil yang mereka tumpangi mulai melaju dengan kecepatan sedang. Jalanan sudah mulai terlihat sepi, tak banyak kendaraan yang berlalu lalang. Bulan bersinar terang di langit malam, seolah malam itu menjadi malam paling tenang bagi semua
Baca selengkapnya
30. Ternyata Selama Ini Diawasi
Setelah beberapa saat memeriksa benda temuannya itu, Alana mengerutkan keningnya semakin dalam. Wajahnya terlihat sangat serius, dan menatap ke arah Alden. “Ini penyadap,” ucap Alana. Alden menggertakkan giginya. Ia benar-benar tidak menyangka jika ada benda seperti itu berada di rumahnya. Entah sejak kapan benda itu ada, ia sama sekali tidak tahu. “Kamu harus periksa, Alden. Siapa tahu saja masih ada di tempat lain, atau bahkan kamera pengintai,” kata Alana sembari mencari sesuatu dari monitor Alden Jari-jemarinya dengan cekatan bergerak di atas keyboar. Meski mulutnya terus bicara, tapi matanya dengan serius menatap layar monitor. “Apa mungkin ini barang yang tidak sengaja ditinggalkan mantan istrimu itu, ya?” Alden menaikkan alisnya sebelah saat mendengar pertanyaan Alana. Ia terdiam, dan menganggukkan kepalanya setelah mencerna ucapan gadis itu. Tidak menutup kemungkinan, Vivian menaruh
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
12
DMCA.com Protection Status