All Chapters of Buncitnya Jenazah Kakakku: Chapter 21 - Chapter 30
112 Chapters
Bab 21: Ketahuan!
Ketika sedang berusaha meraih kotak karton itu, aku terlonjak kaget tiba-tiba mendengar suara seseorang dari belakang. Bersamaan dengan itu, kakiku tergelincir dari kursi belajar. "Kyaa ...."Aku terjatuh dari kursi. Tidak disangka, tubuhku akan ditangkap pemuda berandalan itu. Mata elangnya itu menatap dengan intens, sedangkan aku terpaku di pangkuannya dengan mata membulat sempurna. Takut karena sudah ketahuan memeriksa kamar Bryan dan malu karena jatuh di pangkuannya. Untuk beberapa saat, pandangan kami saling beradu. Aku seperti hanyut dalam netra cokelat Zhafran yang tajam. Sampai kejadian di kamarnya tadi pagi terlintas di kepala, di mana Zhafran berusaha kurang ajar terhadapku. "Turunkan saya!" seruku menggoyang-goyangkan kaki menendang ke depan. Zhafran seperti orang yang sedikit terkesiap. Dia membuang pandangan sekilas, lalu melepaskan gendongannya tiba-tiba. "Aooooww!" jeritku kesakitan kala bokong mendarat d
Read more
Bab 22: Tak Sengaja Dibawa Pergi
Mendengar perkataan serta melihat raut wajah Zhafran yang horor, sontak membuatku menelan saliva dengan susah payah. Gegas aku menarik telapak tangan dari daun pintu dengan berat hati. Bukan tidak rela Zhafran menutup pintu kamarnya, tetapi aku sangat ingin sekali mendapatkan jawaban dari pertanyaanku. Setelah menarik tanganku, Zhafran menutup begitu saja pintu kamarnya dengan keras. Membuatku sedikit terlonjak kaget mendengar dentaman pintu kamarnya. Aku menarik napas dalam-dalam, lalu meniup poni hingga tersibak. "Saya yakin, kamu tau sesuatu. Bagaimanapun caranya, saya akan buat kamu untuk memberiku informasi tentang Kak Naila. Bagaimanapun caranya!" tekadku yakin menatap tajam pintu kamar Zhafran yang tertutup. Terkadang, aku bingung dengan pria itu. Sifatnya sering berubah. Sebentar baik, sebentar lagi seperti monster. Atau mungkin aku yang terlalu cepat mengambil kesimpulan kalau dia seorang pria yang baik, tetapi ternyata mema
Read more
Bab 23: Terjebak di Basecamp Zhafran
Mobil terus melaju, menjauh dari rumah Zhafran. Tidak lama kemudian, mobil dilajukan dengan kencang. Membuat mataku membulat merasakan mobilnya melesat dengan kencang. Namun, aku tetap membekap mulut seraya menutup mata di balik kursi kemudi. 'Saya memang pengen sekali jalan-jalan keluar untuk melihat kota, tapi bukan bersama pria berandalan ini!' keluhku dalam hati. Aku sangat takut, jangan sampai ketahuan oleh Zhafran. Tidak ingin dikatakain lancang lancang lagi. Yah, walaupun memang benar. Tidak seharusnya aku naik ke mobil orang tanpa izin. Perlahan, aku membuka kelopak mata. Melihat keluar jendela. Mataku takjub melihat pemandangan kota. Gedung-gedung besar yang menjulang tinggi sering kali berlarian di kaca mobil. Terkadang mobil Zhafran melewati monumen patung yang terkenal. Ingin rasanya aku bangkit dan melihat lebih. "Ok, sebentar lagi gue bakal sampai."Suara Zhafran mengembalikan keteganganku. Aku kembali membekap
Read more
Bab 24: Gadis Sialan
Aku mendengar suara Zhafran memerintah. Lantas, dua orang pria datang mendekat. Mencekal kedua lengan ini, menarikku untuk bangun. "Lepas!" Aku memberontak hendak menarik tangan dari mereka. Namun, kedua pria itu mencekalnya kuat. Pandanganku masih saja memburam akibat efek tendangan di wajah yang sangat keras tadi. Kurasakan juga mulutku mengeluarkan darah yang begitu banyak. Aku mengerjapkan mata dengan keras, lalu menggeleng kuat. Berharap bisa mengembalikan kejernihan pandangan. "Lepas! Lepaskan saya!" Aku masih terus memberontak pada kedua pria itu. Perlahan-lahan pandanganku mulai jernih. Aku melihat Zhafran berjalan mendekat ke diri ini dengan raut dinginnya. Mata elang itu, seolah-olah tombak yang ia hujamkan kepadaku. Sekarang, jarak kami hanya sekitar satu langkah saja. Aku menatap Zhafran dengan intens disertai dada yang naik turun dengan cepat. Lantas, aku menundukkan pandangan. Tidak ingin lagi menatap mata taj
Read more
Bab 25: Karakter Zhafran Membingungkan
Tubuhku yang diempaskan ke ranjang dengan kasar, membuatnya sedikit mengambul beberapa kali diakibatkan ranjang yang begitu empuk. Aku memandang Zhafran takut yang berdiri marah di hadapanku. Dalam sekejap, pria itu sudah menahan tubuhku dalam kungkungannya. Dia menahan kedua tanganku, menekannya pada ranjang. Tatapan tajam, ia lemparkan kepadaku. Ibarat mata tombak runcing dan berkilap yang ia hujamkan ke diri ini. Jarak kami sekarang hanya sekitar setengah jengkal saja. Membuat jantungku berdebar tidak karuan, melihat raut wajah Zhafran yang mengerikan seperti monster. "Kenapa lo suka banget nyari masalah, Nilfan? Hmm ...." Zhafran bertanya seraya berbisik mengerikan di samping telingaku. Membuat diri ini benar-benar risi dengan jarak yang seintim ini. "Me-menjauh dariku." Lirih, aku berucap. Degup jantung tidak bisa kukendalikan. Telapak tangan dan kakiku benar-benar sangat dingin. Takut jangan sampai Zhafran berbuat hal
Read more
Bab 26: Siapa Zhafran Sebenarnya
Mendengar pertanyaanku, raut Zhafran berubah. Sulit untuk aku artikan. Terlihat seperti ekspresi orang yang sedikit terkejut, kesal, juga bingung. Atau mungkin aku yang salah mengartikan ekspresi di wajahnya itu? Zhafran hanya menatapku dalam diam, tidak menjawab pertanyaan yang kuajukan. Tangannya masih aku genggam, tidak akan mengizinkan dia pergi sebelum menjawab pertanyaanku. "Saya hanya ingin tau tentang Kak Naila selama bekerja di rumah kalian." Aku berucap lirih, memelas menatap Zhafran. Berharap dia kasihan dan memberi informasi tentang Kak Naila. Namun, pria itu tetap bergeming. Bahkan sekarang, raut wajahnya kembali lagi dingin menatapku. Suasana menjadi sunyi. Sangat sunyi, tidak terdengar suara apa pun dari Zhafran, sekitar, ataupun dariku. Semua mendadak hening. 'Buurrr!'"Sial!" gumamku mengumpat seraya membuang muka kala mendengar perutku berbunyi keras. Lantas, aku menunduk dalam. Sedari tadi, aku menaha
Read more
Bab 27: Merenggut Keperjakaan
Teriakanku menggema di dalam ruangan yang luasnya sekitar 8×10 ini, sedangkan sang pria di sampingku hanya melirik dengan raut datar seraya menutup kuping. Aku gegas bangun dari ranjang seraya menarik selimut menutupi tubuh sampai ke batas leher. Memandang Zhafran dengan mata mengembun.Terlihat, Zhafran hanya mengenakan celana jeans panjang yang robek-robek di bagian lutut itu, sedangkan bagian tubuh atasnya tampak polos. Memamerkan dada bidang serta perut kotak-kotaknya. Zhafran tidak menghiraukan diriku yang sedang menahan emosi. Dia malah sibuk menunduk, bermain game di ponselnya. "A-apa ... apa yang terjadi?" tanyaku tercekat. Mata mendelik ketakutan kala melihat dada Zhafran yang penuh dengan bekas tanda merah. Zhafran melirikku sekilas, lalu kembali membelai-belai layar ponselnya. "Ya, begitulah," sahutnya singkat terdengar menjijikan. Aku melirik kiri kanan dengan cepat, mencoba mengingat memori semalam. Setelah maka
Read more
Bab 28: Zhafran Seorang Mafia?
Zhafran menarik diriku untuk berdiri. "Lepas!" Sontak aku menepis tangannya, mundur dengan tatapan waspada. Lagi-lagi Zhafran tersenyum smirk. "Abisnya, lo itu benaran polos apa cuman pura-pura polos, sih?" Hal begitu aja enggak tau!"Aku kembali memperhatikan seluruh pakaian. Lantas, menyelisik wajah beralis tebal itu, mencari-cari apakah ada raut kebohongan atau tidak. "Benaran enggak terjadi apa pun, 'kan, semalam?" tanyaku pelan. Zhafran mendengkus seraya membuang muka. "Hmm!" "Lagipula, gue nggak tertarik sama bodi mistar kayak lo." Zhafran memindai diriku dengan tampang remeh. Walaupun dia mengejek, tetapi aku mengembuskan napas lega. Syukurlah tidak terjadi apa-apa"Btw, yang tadi itu manis juga." Zhafran mengulum bibirnya seraya menatapku aneh. Sontak aku mengingat perlakuannya yang tanpa permisi menyambar bibirku tadi. Emosi kembali melandaku. "Dasar mesum!" geramku m
Read more
Bab 29: Membobol Lemari Kakak
Zhafran ikut menatap ke arahku dengan tajam. Seolah-olah memberi kode agar jangan memberi tahu pria di hadapanku itu, 'kami habis dari mana.' "Dari ...." Aku bingung harus menjawab apa. Alis sambung menyambung yang dimiliki Bryan, berhasil membuatku salah tingkah kala alis tersebut dinaikkan sebelah. "Urusan lo apa?" sela Zhafran menatap malas ke kakaknya. "Ya, aku cuman pengen tau aja kalian habis dari mana? Cuman itu." Bryan tersenyum simpul. Pesonanya itu, selalu mampu membuat hati siapa saja menjadi adem melihatnya. Pagi ini, Bryan yang mengenakan kaus oblong berwarna cokelat dan celana joger loreng, begitu sangat tampan dengan rambut basah yang sesekali masih menetes. Sepertinya, dia terburu-buru hendak ke kantor. Sampai lupa mengeringkan rambutnya. "Jalan-jalan," jawab Zhafran. "Sepagi ini?" Alis tebal Bryan bertaut, membuatnya makin menyatu. "Kamu ngajak anak orang pagi-pagi begini ke mana?""Kenap
Read more
Bab 30: Buku Harian Kak Naila
Terpampang dalam lemari, di rak bagian tengah ada beberapa daster dengan warna dan motif yang berbeda tersusun rapi di sana. Kak Naila memang sangat suka memakai yang namanya daster. Berbagai ukuran dan jenis ia suka kenakan. Sangat bertolak belakang denganku yang sama sekali dan tidak pernah menyentuh jenis pakaian itu. Menurutku, akan sangat susah bergerak jika memakai daster. Aku tidak akan bisa menendang seseorang, jika ada yang kurang ajar. Aku memilah satu per satu pakaian milik Kak Naila, lalu mencoba mengendusnya. Bau tubuh Kak Naila masih menempel di pakaian tersebut. Seketika saja aku dilanda kerinduan akan sosoknya. Rindu dengan sikap lembutnya yang selalu sabar menghadapi tingkah jailku. "Nilfan kangen Kakak ...." Setetes bulir air mata jatuh begitu saja. Kedua sudut bibirku tertarik dengan paksa ke atas kala melihat sebuah sweater kuning dilipat rapi. Disimpan paling bawah di antara tumpukkan daster. Itu sweater yang kuberikan kep
Read more
PREV
123456
...
12
DMCA.com Protection Status