Setelah dua minggu pasca pemulihan Ibu, aku memutuskan untuk segera ke kota. Bu Inah terus-terusan menelepon, menanyakan kapan aku akan ke sana. Aku naik kereta menuju ke ibu kota Jakarta. Melambaikan tangan ke arah Ibu dan Andy. Mereka mengantarku sampai ke stasiun. Senyum paksa terpatri di bibir ini. Jujur, aku berat meninggalkan Ibu sendirian. Namun, aku harus menyelidiki kasus kematian Kak Nayla juga membayar utang operasi. Dengan matanya yang berkaca-kaca, Ibu menatap putri bungsunya ini yang perlahan menjauh dibawa kereta."Cepatlah kembali, Nil. Hati-hati!" Berulang kali Ibu mengatakan hal itu tadi. Sedari di rumah sampai aku menjauh dibawa oleh kereta. Andy merangkul Ibu, lalu mereka pergi dari stasiun. Aku menarik napas dalam-dalam, lalu meniup poni hingga tersibak. "Semangat, Nilfan! Demi Ibu, demi Kak Nayla!" ucapku menguatkan diri agar tidak mewek. Ini pertama kalinya aku keluar kota. Sedari kecil, aku selalu di samping Ibu, bermanja-manja dengannya. Namun, sekarang a
Read more