Lahat ng Kabanata ng Adik Ipar Pengganti Istri: Kabanata 21 - Kabanata 30
76 Kabanata
Bab 21 | Perdebatan
Rembulan bersinar terang hari ini. Bintang-bintang setia menemaninya, membuat Zahra yang ada di balkon kamar Nazira tersenyum senang. Dia tengah menikmati keindahan malam dengan Nazira dalam gendongannya, tentu saja dia memberikan selimut tebal untuk anaknya.Sepertinya, bayi itu masih belum mengantuk karena baru saja bangun dari tidurnya. Zahra yang memang tidak memiliki pekerjaan setelah makan malam sangat senang. Kalau bukan Nazira yang menemani dan menghiburnya, siapa lagi? Tidak mungkin kalau Gibran.Mengingat sampai detik ini belum berhasil mendapatkan hati Gibran, membuat Zahra tersenyum miris. Usia pernikahan mereka sudah memasuki dua bulan, tetapi seperti tidak ada perkembangan berarti. Yang membedakan hanya Gibran tidak irit bicara lagi, seperti sebelumnya.“Buna harus melakukan apa lagi, Nak?” tanya Zahra sambil menatap mata bulat milik Nazira. “Buna merasa sudah melakukan semua cara agar bisa mendapatkan hati ayah kamu. Namun, sampai saat ini belum ada hilal sama sekali.”
Magbasa pa
Bab 22 | Kamu Cemburu?
Rembulan bersinar terang hari ini. Bintang-bintang setia menemaninya, membuat Zahra yang ada di balkon kamar Nazira tersenyum senang. Dia tengah menikmati keindahan malam dengan Nazira dalam gendongannya, tentu saja dia memberikan selimut tebal untuk anaknya.Sepertinya, bayi itu masih belum mengantuk karena baru saja bangun dari tidurnya. Zahra yang memang tidak memiliki pekerjaan setelah makan malam sangat senang. Kalau bukan Nazira yang menemani dan menghiburnya, siapa lagi? Tidak mungkin kalau Gibran.Mengingat sampai detik ini belum berhasil mendapatkan hati Gibran, membuat Zahra tersenyum miris. Usia pernikahan mereka sudah memasuki dua bulan, tetapi seperti tidak ada perkembangan berarti. Yang membedakan hanya Gibran tidak irit bicara lagi, seperti sebelumnya.“Buna harus melakukan apa lagi, Nak?” tanya Zahra sambil menatap mata bulat milik Nazira. “Buna merasa sudah melakukan semua cara agar bisa mendapatkan hati ayah kamu. Namun, sampai saat ini belum ada hilal sama sekali.”Z
Magbasa pa
Bab 23 | Perhatian Tersembunyi
Suasana hening sangat terasa di dalam mobil. Kalimat terakhir tadi cukup membuat keduanya merasa canggung, mungkin. Setelah dipikir, Zahra merasa dirinya terlalu percaya diri saat melihat reaksi yang Gibran tunjukkan.Ya, mungkin lelaki itu tengah melakukan kewajiban untuk mengingatkan dirinya agar tidak terlalu dekat dengan lelaki lain. Hal wajar bagi suami istri. Namun, terasa sedikit janggal saat mengingat situasi pernikahan mereka yang bisa dikatakan tidak harmonis, atau lebih tepatnya pura-pura harmonis.Oke, kita kembali pada perjalanan ke rumah orang tua Zahra. Jujur saja wanita itu sudah tak kuat menahan kantuk. Hanya saja, di tidak bisa membiarkan Gibran membuka matanya sendirian. Dia ingin menemani sang suami. Rasa kantuk membuatnya beberapa kali bergerak tak terkontrol.“Tidur!”Mata Zahra langsung terbuka meski tak sepenuhnya. “Apa, Mas?” Zahra mengusap dan menutup mulutnya dengan tangan kanan.“Kalau ngantuk tidur!” perintah Gibran dengan lebih jelas. Dia tetap fokus ke ja
Magbasa pa
Bab 24 | Kembali Tersakiti
Di tempat yang berbeda, langkahnya menaiki anak tangga mulai melambat. Jantungnya berdetak kencang, perasaannya kembali tidak menentu. Saat memejamkan mata, Gibran seolah merasakan kehadiran Humaira. Bahkan, dia mematung saat berada di depan pintu kamarnya dengan Humaira dulu.Kilasan kenangan bersama Humaira kembali melintas. Senyum itu, senyum yang selalu menyambutnya setiap pulang kerja, rasa lelahnya hilang seketika. Kini, senyum itu sudah tidak bisa ia lihat. Meski ada wanita dengan wajah serupa, tetapi mereka berbeda. Zahra tidak akan pernah bisa menjadi Humaira atau menggantinya.“Assalamualaikum,” ucap Gibran sambil membuka pelan pintu kamarnya dengan Humaira. Gibran merasakan dadanya begitu sesak saat pintu terbuka lebar. Matanya turut terpejam, ia tengah menghirup wangi parfum Humaira yang menyentak indera penciumannya. Sungguh, dia sangat merindukan perempuan itu. Tidak ada yang berubah atau berbeda dari kamar ini.“Humaira,” gumamnya memanggil nama sang istri dengan mata
Magbasa pa
Bab 25 | Kesempatan Kembali
Berada dalam posisi sulit terkadang membuat seseorang ingin menyerah. Terlebih jika beberapa cara yang dilakukan dan diupayakan tidak bisa memecahkannya. Begitu pula yang dirasakan Zahra saat ini. Rasanya, dia ingin sekali menyerah dengan pernikahannya ini. Namun, janjinya terhadap mendiang kakaknya membuat Zahra kembali bimbang. Selain itu, ada Nazira yang menjadi pertimbangan terberat baginya.“Doakan Buna ya, Sayang.” Zahra menatap Nazira dengan lekat. Tangannya mengusap dengan lembut —penuh kehati-hatian— pipi Nazira. “Semoga Buna diberikan kekuatan untuk berada di sisi ayah kamu.”Zahra menghela nafas panjang. Dia kembali sesak saat mengingat perkataan Gibran tadi siang. Suaminya itu kembali memukul mundur dirinya tanpa melakukan kontak fisik. Secara verbal saya, Gibran sudah sangat menyakiti hatinya.“Jika nanti benar-benar sudah tidak sanggup,” —Zahra menatap anaknya dengan lekat. Tanpa sadar air matanya kembali menetes—, “Buna minta maaf. Tapi Buna sangat menyayangi kamu sampa
Magbasa pa
Bab 26 | Ungkapan Hati
Sinar mentari tersenyum begitu lebar, memancarkan rasa hangat yang meliputi dua anak manusia yang tidur saling memeluk. Entah sadar atau tidak dengan posisi ini, tetapi mereka terlihat begitu nyenyak sekaligus nyaman.Jika seperti ini, keduanya terlihat seperti pasangan suami istri —yang sebenarnya—. Tidak ada kata-kata menyakitkan yang terucap dan kecewa saat mendengarnya.Perlahan-lahan, kedua mata yang terpejam itu mulai mengerjap. Keningnya sempat mengerut saat merasakan gangguan dari sinar mentari. Bahkan, tangannya digerakkan untuk menutup kedua mata, mencoba menghalau agar cahaya sang mentari tak.mengenai langsung wajahnya.“Enghh,” lenguhnya sambil menguap.Sedetik kemudian, tubuhnya terasa kaku. Matanya membulat sempurna saat melihat dada bidang seseorang. Dia tidak ingin merasa di atas awan dulu. Ia ingin memastikan apakah ini mimpi atau bukan.“Ini benaran?” tanyanya sambil menutup mata.Perlahan-lahan, kepalanya mendongak. Ia kembali membeku saat melihat pemilik dada bidan
Magbasa pa
Bab 27 | Mendengarkan Semuanya
Perjalanan ke Jakarta dirasa begitu lama oleh Gibran. Beberapa kali dia kehilangan konsentrasi. Beruntung, tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan sampai akhirnya dia sampai di kantor tepat waktu.Sesampainya di kantor, dia langsung disambut oleh Devan. Tangannya meletakkan bekal yang dibawakan oleh Zahra. Dia langsung duduk di sofa single. Tatapan matanya terkunci pada kotak bekal yang baru saja ia letakkan. Lagi-lagi pikirannya berkecamuk.Matanya terpejam, tangannya saling menjalin. Ia kembali mengingat kejadian di rumah mertuanya. Tanpa Zahra sadari, Gibran mendengar apa pun yang dikatakan istrinya itu. Dia sudah terbangun tepat sebelum Zahra bangun. Awalnya dia ingin menjauhkan tubuhnya. Sayang, Zahra sudah terlanjur bangun.“Allah. Jangan bangunkan aku kalau semua ini hanya mimpi. Jikalah ini nyata, tolong berikan aku waktu sedikit lagi untuk menikmati kenyamanan ini.”Gibran terdiam mendengar perkataan istrinya. Entah mengapa dia seakan membeku, tidak bisa melakukan apa pun
Magbasa pa
Bab 28 | Kedatangan Mantan Pacar
Perjalanan pulang ke Bandung terasa lebih berwarna dengan keberadaan Devan. Lelaki itu memutuskan ikut ke kota Kembang dengan alasan ingin menyegarkan pikiran. Beruntung dia memiliki sahabat seperti Gibran yang suka rela ditumpangi.“Lo nggak ada niatan buat batalin kerja sama dengan Pak Leon?” tanya Devan tiba-tiba mengubah topik pembicaraan.Gibran melihat sahabatnya sekilas, lalu menggelengkan kepala. “Nggak. Kerja sama ini sangat menguntungkan.”“Ta—”“Nggak usah dipedulikan. Tujuan kita hanya kerja sama,” ucap Gibran kembali fokus pada jalan.‘Semoga Lo tetap konsisten dengan perkataan Lo, Gib. Gue mau yang terbaik untuk sahabat gue,’ ucap Devan sungguh-sungguh. Meski matanya menatap depan, pikiran Gibran tengah melanglang buana.“Oh ya, gimana perasaan Lo pada Zahra?” tanya Devan sambil menatap Gibran penuh godaan. “Udah cinta belum sama dia?”“Nggak gimana-mana.” Gibran masih fokus pada jalan. “Cinta gue cuma buat Humaira. Nggak yang lain.”“Gibran, Gibran. Heran gue sama Lo.”
Magbasa pa
Bab 29 | Kata Menyakitkan dari Suami
Geram tak bisa lagi tertahankan dalam hati Gibran. Tatapan lelaki itu berubah tajam, seolah menjadi predator yang tengah mengintai dua mangsanya. Baru saja dia tinggalkan tidak lebih dari satu hari, keduanya sudah kembali bersama.Tsk, tidak bisa dibayangkan kalau seandainya Gibran meninggalkan Zahra selama satu bulan. Entah apa yang mereka lakukan tanpa sepengetahuan dirinya. Bisa saja mereka mela—Tidak, tidak mungkin keduanya melakukan hal sampai sejauh itu. Dia yakin Zahra adalah wanita terhormat. Namun, kenapa dia membiarkan lelaki itu mengusap puncak kepalanya beberapa kali. Sialan memang mereka.“Nggak Lo bukan cemburu!” Gibran menggelengkan kepala. Dia mengelak segela perasaan tidak nyaman hingga muncul prasangka-prasangka tidak buruk tentang istri dan mantan pacarnya.“Sial! Tidak seharusnya mereka melakukan itu!” ucap Gibran dengan tangan mencengkeram setir kemudi.Gibran terus menatap ke arah keduanya. Entah mengapa dia tidak segera mendekat dan menegur mereka. Bisa saja di
Magbasa pa
Bab 30 | Kejutan Tidak Terduga
Atmosfer makan malam kali ini terasa begitu berbeda. Tidak ada celetukan-celetukan kecil yang biasanya keluar dari mulut Zahra. Wanita itu bungkam, meski masih melayani suaminya dengan sangat telaten. Seolah kata-kata menyakitkan dari Gibran tidak memberikan dampak apa pun pada hatinya. Hanya saja, sikap diam itu membuat Gibran bertanya-tanya. Ada apa dengan istrinya? Tidak biasanya wanita itu sangat pendiam. Iris matanya sesekali mencuri pandang dari sudut mata. Wanita itu memang terlihat sangat berubah. “Kita bicara di ruang keluarga!” Ucapan tegas dari Papa Bagas tidak bisa dihindarkan. Bahkan, beliau sudah beranjak ke ruang keluarga setelah mengisi perutnya dengan masakan istri tercinta. Dia ingin membahas tadi sore. Dia ingin meminta penjelasan dari sudut pandang Gibran setelah terjadi itu. “Jadi, apa yang membuat kamu adu jotos dengan Daffa?” tanya Papa Bagas langsung pada intinya. Gibran menghela nafas panjang. “Maaf, Pa. Gibran mengaku salah.” “Bukan itu yang papa tanyaka
Magbasa pa
PREV
1234568
DMCA.com Protection Status