Semua Bab Adik Ipar Pengganti Istri: Bab 41 - Bab 50
76 Bab
Bab 41 | Datang Menghampiri
Tidak ada yang bisa mengalihkan fokus Gibran pada pekerjaan, sebelumnya. Namun, semenjak menikah dengan Zahra, ada saja yang membuatnya tidak fokus.Kemarin, dia tidak bisa sepenuhnya fokus karena mengingat Zahra dijemput oleh lelaki. Saat tahu siapa lelaki itu, dia kembali tidak tenang. Kembali Zahra membuatnya tidak tenang saat meminta izin untuk menginap.Sebenarnya, menginap merupakan hal wajar saat melakukan penelitian. Dia juga pernah melakukan penelitian dan itu memerlukan waktu yang tak sebentar. Hanya saja, yang membuat tidak tenang adalah dalam kelompok itu ada lelaki bernama Daffa. Dimana lelaki itu adalah mantan pacar dari istrinya.“Sialan,” umpat Gibran untuk kesekian kalinya di pagi ini. Sejak tadi, Gibran tidak bisa benar-benar tenang. Dia memikirkan apa yang terjadi semalam, selama Zahra menginap. Istrinya itu tidur dengan siapa? Apakah Zahra berdekatan dengan Daffa, atau … Gibran sampai tidak berani melanjutkan tebakannya.“Lo kenapa?” Devan menatap atasannya dengan
Baca selengkapnya
Bab 42 | Pesan Tersirat
“Siapa, sih? Silau banget lampunya,” gerutu Zahra sambil terus menutup wajahnya dengan lengan kanan.Daffa yang mendengarnya langsung menarik Zahra agar membelakangi mobil itu. Jujur saja dia juga kesal dengan tingkah pengendara itu. Kenapa harus menyorot lampu ke arah mereka. Dia juga penasaran, siapa pengemudi mobil itu.“Siapa sih?” Zahra menyipitkan mata guna melihat pengendara mobil yang menurutnya sangat iseng.Untuk sesaat, Zahra merasa seperti mengenal mobil itu. Dia pernah melihatnya. Hanya saja, dia lupa kapan dan dimana. Rasa penasaran yang menggebu, membuat Zahra tak puas. Dia melirik body mobil sampai tatapannya berhenti di plat mobilnya.“B 91B7 R—”Belum selesai membacanya, mata Zahra membulat sempurna. Akhirnya dia bisa mengingat siapa pemilik plat nomor itu. Zahra langsung bergegas berdiri dan menghampiri seseorang yang masih bertahan di dalam mobil itu.“Mas,” sapanya dengan senyum ceria. Dia tidak menyangka Gibran akan benar-benar datang menemuinya.Lagi-lagi Gibran
Baca selengkapnya
Bab 43 | Bukti Kesempatan
Tidak pernah ada dalam bayangan Gibran akan menyusul Zahra sampai ke Cirebon. Memang wanita itu yang meminta tolong. Hanya saja, Zahra tidak memaksa dirinya untuk datang. Wanita itu juga bilang bisa pergi ke toko terdekat untuk membelinya. Seolah ada sesuatu yang menggerakkan hatinya Selain itu, Gibran memiliki perasaan tidak tenang yang disimpan sejak kemarin. Memikirkan Zahra selalu berdekatan dengan Daffa membuatnya terusik. Gibran memang masih tidak mau mengakui bahwa Zahra sudah berhasil mengambil perhatiannya. Hal itu bertolak belakang dengan sikapnya akhir-akhir ini.“Mas,” panggil Zahra saat melihat suaminya berdiri di ambang pintu.Hari ini, Zahra dan Gibran menempati kamar yang sebelumnya ditempati Daffa. Lelaki itu menawarkan diri untuk pindah ke kamar yang sebelumnya dipergunakan sebagai tempat sholat berjamaah. Jujur saja, Zahra merasa sungkan dengan lelaki itu karena terkesan mengusir.“Kamu … nggak apa-apa ‘kan tidur di kamar ini?” tanya Zahra perlahan. Dia takut Gibra
Baca selengkapnya
Bab 44 | Dia Istri Sah Saya
Waktu berlalu begitu cepat. Langit yang semula gelap, kini sudah terang. Sinar mentari mulai tersenyum, menyapa setiap orang yang mulai berkegiatan. Tidak berbeda dengan Daffa, Adel, dan Putri yang sudah berlari kecil di sekitar taman dekat desa.“Huh huh huh, lama nggak lari, sekalinya lari udah kayak kehilangan nafas,” ujar Putri dengan nafas terengah.“Lo aja yang malas kalau gue ajak olah raga,” celetuk Adel dengan kening penuh butiran keringat.Daffa yang melihat keduanya hanya bisa menggelengkan kepala. Sebagai lelaki yang bertanggung jawab, dia memberikan air mineral. Ia tadi sempat berhenti di warung kecil untuk membeli minum.“Akhirnya, ada yang peka juga sama gue,” ujar Putri langsung meminum air yang diberikan Daffa.“Hati-hati!” tegur Daffa saat melihat Putri sedikit tergesa-gesa. “Nggak akan ada yang minta, Put.”Wanita itu tak menghiraukan Daffa. Setelah puas minum, ia baru menjauhkan botol dan mengusap mulutnya. “Gue aus banget. Btw, thanks, Daf. Lain kali jangan cuma m
Baca selengkapnya
Bab 45 | Firasat Istri
Zahra, dia sama sekali tidak menyangka akan mengalami kejadian tidak mengenakkan. Dia baru pertama kali mendapatkan demo dengan tuduhan kumpul kebo. Semua itu terjadi hanya gara-gara ada ibu-ibu yang melihat Gibran datang dengan mobil mewah.Saat pertama kali datang, beliau memang terlihat sangat tidak menyukai kehadiran Zahra dan sahabatnya, terlebih Zahra yang menjadi primadona. Melihat ada kesempatan —Daffa dan yang lain lari pagi— beliau menyebarkan gosip. Naasnya, ibu-ibu yang lain langsung percaya, meski tidak semuanya.Dari kejadian itu, Zahra mengambil satu hikmah. Dia menjadi diakui Gibran sebagai istri di depan orang banyak. Hati istri mana yang tidak bahagia saat diakui suami, padahal sebelumnya hanya dianggap sebagai pengasuh. Bukankah itu kemajuan dalam hubungan mereka?Di balik pengakuan itu, ada lelaki yang terluka. Semua penggarapannya seperti tertutup setelah pengakuan secara terang-terangan itu. Dia tidak memiliki jalan untuk kembali bersama dengan sang pujaan hati.
Baca selengkapnya
Bab 46 | Terpesona untuk Kesekian Kalinya
“Liya,” ujar Mama Tania saat melihat wanita cantik di belakangnya.Liya wanita di depannya ini adalah mantan kekasih aldaei Gibran, sebelum dengan Humaira. Hubungan mereka sempat dalam pembicaraan serius untuk melaju ke tahap yang lebih serius. Namun, entah mengapa hubungan mereka semakin renggamh setelah pertemuan dan berujung pisah. Saat itu, Mama Tania hanya menganggap hal wajar dan kedua tidak ditakdirkan untuk bersama.Liya, wanita itu langsung menghampiri Mama Tania. Dia mencium punggung tangan, lalu cipika-cipiki dengan Mama Tania. Tentu saja dia sangat mengenal wanita paruh baya di depannya ini.“Astaga … ini beneran kamu, Sayang?” Mama Tania merangkum wajah Liya. “Kapan kamu pulang ke Indo, Sayang?” tanya Mama Tania dengan senyum lebarnya.“Sudah satu bulan yang lalu, Tan kalau nggak salah,” jawab Liya dengan suara lembutnya. “Tante sama siapa? Sendiri?”“Oh iya, Tante sampai lupa.” Mama Tania memukul pelan keningnya. “Kamu belum makan siang, ‘kan?” Kalau begitu makan sama Ta
Baca selengkapnya
Bab 47 | Rasa Sakit Berulang Kali
Manusia hanya bisa merencanakan, tetapi masih ada Allah yang menentukan. Itulah yang terjadi pada Gibran. Lelaki itu akhirnya kalah oleh rasa sakit. Dia tidak bisa lagi menahan rasa pusing dan tidak enak pada badannya yang sudah ia rasakan sejak kemarin.Setelah mandi dan berencana untuk kembali ke Jakarta, badan Gibran tiba-tiba menggigil. Lelaki itu bahkan sampai tidak bisa membuka mata dengan gigi bergemeletuk. Baru kali ini dia merasakan sakit ditubuhnya setelah sekian lama.“Mas, makan dulu, ya,” bujuk Zahra sambil membawa satu nampan berisi bubur dan teh jahe hangat.“Tidak. Saya tidak lapar,” tolak Gibran dengan mata terpejam.Saat ini, lelaki itu tengah berbaring di atas kasur dengan tubuh bergelung dibawah selimut. Ruang kamar ini tidak memakai AC, tapi Gibran tetap merasakan hawa dingin menyentuh permukaan kulitnya.“Lapar nggak lapar harus makan, Mas. Nanti bagaimana minum obatnya kalau tidak makan dulu.” Zahra meletakkan tanga
Baca selengkapnya
Bab 48 | Salahkah Aku Mencintaimu?
Zahra, wanita itu menundukkan kepala. Di dalam hati, dia terus memohon ampun karena sempat membandingkan suaminya dengan mantan kekasihnya. Meskipun ada perjanjian yang tidak melarang hubungan dengan lawan jenis, Zahra tetap tidak bisa mengkhianati pernikahan ini. Dia ingin menjaga diri untuk harga diri suaminya. Biarkan Gibran melakukan apa pun.“Ra,” panggil Daffa meraih tangan Zahra. Kali ini, dia menahan saat Zahra ingin menarik tangannya.“Lepas, Daf!” Zahra mencoba menarik tangannya sekuat tenaga. “Ak—”“Ra,” panggil Daffa dengan lembut. “Berhenti kalau kamu kesakitan. Berhenti kalau kamu terluka. Aku sakit melihat kamu memaksakan diri, tetapi tidak dihargai oleh suami kamu.”“Daffa!” Zahra menyentak tangan mantan kekasihnya saat merasa Daffa sudah terlalu jauh. “Ingat, aku ini istri orang! Kamu tidak bisa memegangku sesuka hatimu!”Dada Zahra turun naik, memperlihatkan betapa marahnya dia saat ini. “Kamu, kamu tidak berhak berkata seperti itu. Aku hargai nasihat dari kamu. Teri
Baca selengkapnya
Bab 49 | Ada Perubahan
Penutupan di balai desa berlangsung cukup. Banyak warga yang memberikan buah tangan untuk mereka. Tidak sedikit, ibu-ibu pemilik usaha yang merasa sedih dengan kepergian Zahra dan teman-teman yang ramah, serta mau membantu.Setelah selesai, Zahra dan kawan-kawan, serta suaminya bergegas kembali ke posko. Barang-barang sudah siap angkut. Mereka hari ini akhirnya kembali ke ibu kota.“Akhirnya selesai juga.” Putri mendesah lega sambil menggerakkan badannya.“Semoga proposal kita di ACC,” harap Zahra sambil menengadahkan tangan.Adel, Putri, dan Daffa kompak mengaminkan. Usaha mereka sudah maksimal untuk pengajuan judul. Bahkan, mereka terjun langsung untuk meneliti di tempat yang sesuai.“Mari pulang,” celetuk Gibran membubarkan lamunan mereka.“Eh.” Zahra cukup terkejut saat melihat tangan Gibran menarik tangannya perlahan. “Mas, aku kira kamu masih istirahat.”“Saya baik-baik saja,” elak Gibran dengan wajah pucat. Namun, suhu badannya tidak sepanas sebelumnya.Zahra spontan memegang k
Baca selengkapnya
Bab 50 | Sikap Mendebarkan
Pada akhirnya, sisa perjalanan diambil alih oleh Zahra. Dia sempat khawatir saat Gibran kembali demam. Namun, lelaki itu tidak mau ke rumah sakit, padahal mereka beberapa kali melewati rumah sakit daerah. Lelaki itu lebih memilih untuk segera sampai rumah. Beberapa kali, Zahra menatap ke arah samping. Tangannya tidak pernah berhenti menyentuh kening Gibran, memastikan demam lelaki itu semakin tinggi atau turun. “Mas, mau makan lagi? Kita berhenti di rumah makan ya,” tawar Zahra sambil mengusap kening Gibran saat mereka berhenti di lampu merah. “Tidak.” Gibran tetap memejamkan mata, meski tidak tertidur selama perjalanan. “Saya hanya ingin segera sampai rumah,” lanjutnya dengan suara serak. “Mas, kamu demam lagi loh. Aku khawatir sama kamu. Kita ke rumah sakit sebentar ya. Buat pastikan aja kalau kamu baik-baik saja,” ucap Zahra dengan pandangan kembali fokus ke depan. “Lebih baik kamu fokus! Saya ingin segera istirahat,” sanggah Gibran dengan nada semakin tegas. Zahra tidak lagi
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
345678
DMCA.com Protection Status