Lahat ng Kabanata ng AKU KEMBALI MEMBAWA DARAH DAGINGMU: Kabanata 21 - Kabanata 30
31 Kabanata
SIDANG KEDUA
"Hei keluar kamu wanita j*l*ng!" "Adinda keluar kamu!"Aku yang masih berada dalam gendongan mas Hardian terkejut mendengar teriakan ibu. Begitu juga dengan kedua anakku. Aku buru buru meminta ibu untuk membawa mereka ke kamarnya. Mas Hardian menurunkan aku begitu saja, kakinya melangkah menuju pintu utama. Aku mengikuti di belakangnya, begitu juga dengan mama. "Maaf cari siapa? " tanya mas Hardian tegas. "Adinda istri kamu, perempuan gatal itu sudah membuat mas Hendra mengabaikanku, " jawabnya menggebu gebu. Oh ternyata istri mas Hendra, entah siapa namanya. Aku maju di samping suamiku. Wajahnya kian memerah kala melihatku. Tangannya juga diayunkan ke arah wajahku. Namun tangan kekar mas Hardian dengan mudah menangkapnya. "Jangan sampai tangan anda menyentuh seinci pun tubuh istri saya, atau anda akan berurusan dengan saya?""Istri yang kamu bela itu ingin merebut suamiku ! sejak kehadirannya, mas Hendra jadi mengabaikanku. Hanya anak anak kembar si*l*nnya itu yang ia sebut se
Magbasa pa
Pertanyaan Reyhan
"Saya memiliki bukti buktinya, tolong pak Bambang, " ucapku meminta pak Bambang untuk memperlihatkan bukti buktinya. Sebuah video dan lampiran berisi screenshootan. Video itu diputar dengan volume yang sengaja dikeraskan. Terdengar percakapan antara mas Hendra dan istrinya saat ini. Wajah mereka seketika pucat pasi, begitu juga dengan seluruh keluarga Bagaskara. Pak bambang maju ke depan menyerahkan lampiran itu. Terlihat para jaksa berbincang satu sama lain. Hingga akhirnya... "Dengan ini, kami memutuskan jika hak asuh anak jatuh kepada Ibu Adinda Ayumi. Dan sidang kali ini kami tutup."Tok tok tokKetukan palu itu bagaikan angin segar yang menerbangkan jutaan beban di pundakku. Aku menangis terlalu bahagia. Mas Hardian menghampiriku, ia mendekapku sejenak. "Sudah aku katakan, mereka anak anakku. Jadi tidak akan ku biarkan siapapun mengambilnya dariku."Aku mengangguk. Seharusnya aku percaya dari awal pada suamiku itu, tapi rasa was was kehilangan kedua buah hatiku lebih men
Magbasa pa
Penangkapan
Aku gelagapan mendengar pertanyaan putraku itu. Apalagi melihat wajah tengil mas Hardian. Ingin rasanya ku karungin saja suamiku itu. "Nanti Ena kalau sudah besal pingin deh nikah sama papa, "Belum sempat aku menjawab, kami sudah dibuat shock dengan penuturan sibungsu. Bisa bisanya dia berfikiran seperti itu. "Gak boleh dong, kan dia papa Reina. Lagian kalau Reina sudah besar, papa pasti sudah tua kaya opa.""Benarkah papa?" tanyanya yang masih berusaha memastikan kepada papanya. "Iya dong, Reina itu masih kecil jangan mikir nikah dulu. Belajar yang rajin agar cita citanya tercapai, oke! ""Oke papa." ***********Pov AuthorSedangkan di belahan bumi lain, Hendra masih saja marah marah kepada istrinya. "Apa yang sebenarnya kamu lakukan sih sampai Reina ketakutan begitu ha?" teriaknya dengan intonasi yang meninggi. "Emangnya kenapa mas? aku hanya datang ke rumah mereka, memberi peringatan pada mantan istrimu itu agar tidak berusaha menggodamu lagi menggunakan anak anaknya. Apa it
Magbasa pa
Menutupi kesalahan Laura
Laura terus memacu kecepatan mobilnya. Tujuannya saat ini adalah bandara. Ia merasa tidak akan lagi tempat yang aman di negara ini jika sudah berhubungan dengan keluarga Bagaskara. Diliriknya putri kecilnya yang tertidur di kursi belakang. Sejahat jahatnya, ia adalah seorang ibu yang menginginkan kehidupan yang normal untuk anaknya. Namun rupanya keberuntungan sedang tidak berpihak kepadanya. Terlihat beberapa bodyguard berdiri berjejer menghadang laju mobilnya. "Si*l4n, " umpat Laura sambil memukul setir kemudi. Mau putar balik pun tidak mungkin. Ia tetap kalah jika harus melawan para bodyguard itu. Tidak ada pilihan lain kecuali menyerah, mungkin akan ia pikirkan ide yang lain nantinya. "Silahkan keluar nyonya! biar saya yang gantikan menyetir," ucap salah satu di antaranya. "Tidak mau.""Ini perintah dari Tuan Sapta, beliau juga bilang harus memaksa jika anda menolak." "Ya udah minggir saya mau keluar, " ucap Laura ketus. Bodyguard itu berpindah ke samping, memberi jalan ke
Magbasa pa
Perginya Liliana
Di kediaman Bagaskara di hebohkan dengan hilangnya Liliana. Wanita paruh baya itu tiba tiba sudah tidak ada di setiap sudut rumah saat semua orang bangun dari tidurnya. Tapi ternyata ia tidak pergi sendiri, melainkan membawa Kalila cucunya. Tangisan Laura menggema di ruang tamu. Penampilan Sapta juga terlihat sangat kacau dengan rambut yang acak acakan. Di tangan kirinya menggenggam sebuah lembaran kertas, sedangkan tangan kanannya sibuk dengan ponsel. "Cari sampai ketemu! kalau tidak kalian tau kan akibatnya?" suaranya menggelegar memarahi sosok di seberang telfon. "Sapta kendalikan dirimu!, jangan sampai kamu lemah hanya karena perempuan tidak tahu diri itu." Ucap Diana yang mulai jengkel dengan tingkah putranya. Direbutnya kertas yang berada di genggaman sang putra. "Tolong baca agak keras nek, " pinta Laura. "Kamu memerintah saya?" geram Diana saat mendengar ucapan Laura. "Kalau gak mau biar aku yang baca, nenek tinggal mendengarkan saja!"Diana memberikan kertas itu kepada
Magbasa pa
Badanmu bau!
"Keluar kamu!" Dengan perlahan kepala Laura muncul dari ruangan kecil miring lubang itu. "Terimakasih ayah," ucapnya saat berhasil keluar sepenuhnya. "Hem, ini sudah menjadi janjiku kemarin." Jawab Sapta sambil menggelanggang meninggalkan menantunya. "Huft aman, untungnya ayah benar benar menepati janjinya untuk melindungiku. *********Sedangkan si belahan bumi lain, seorang wanita paruh baya sedang memasuki sebuah rumah usang. Banyaknya sarang laba laba menjadikannya terlihat sedikit menakutkan. "Gak usah takut mbak, ini masih sering dibersihkan kok sama ibuk sebelum dia meninggal. Hanya saja setelah kepergiaannya saya suka sibuk kalau mau membersihkan." "Iya gakpapa kok, turut bela sungkawa ya atas meninggalnya bulik. Mbak bener bener gak tahu," "Terimakasih mbak, sebenarnya kami juga sering mempertanyakan dimana keberadaan mbak Lili, kok gak ada kabarnya sama sekali." Liliana mendesah. Memang sebegitu terkekangnya dia, sampai keluarganya yang tersisa di kampung tak lain bu
Magbasa pa
Trauma
"Alhamdulillah," "Hah?" Ucapan Alina berhasil membuat anak dan menantunya itu cengo. "Maksud mama apasih? Adinda kaya gini kok dialhamdulillah in," tanya Hardian protes. "Ck bukannya kamu seorang dokter? seharusnya lebih paham dong daripada mama." Mendengar perkataan sang mama, Hardian seketika berfikir. Namun wajah bingungnya langsung berubah cerah kala sebuah kemungkinan muncul di kepalanya. "Kita ke rumah sakit sekarang ya, bukankah kamu belum datang bulan sejak pernikahan kita?"Adinda yang sedang menikmati pijitan Alina mengangguk. Dirinya memang belum mendapat tamu bulanan lagi sejak menikah. "Ya udah ayo, aku gendong kalau masih pusing!""Gak mau, kamu jangan deket deket dong mas! aku gak tahan sama bau badanmu."Mendengar jawaban Adinda, Hardian menghentikan langkahnya. "Ck iya iya, emang kamu kuat jalan sampai mobil?" Adinda mengangguk. "Ayo sayang biar mama bantu jalannya, suruh suamimu itu mandi dulu biar gak bau." Ledek Alina kepada putranya. Saat berjalan menur
Magbasa pa
Curhatan Hati Sapta
"Aku takut mas, aku takut mereka akan membunuhku dan anakku lagi." Ujar Dinda lebih histeris. Hardian mendekat, dielusnya punggung wanita yang teramat ia cintai itu. "Hey sayang, dengarkan aku ya! siapa yang akan membunuhmu dan anakmu? kamu itu istriku, begitu juga anak ini adalah darah dagingku. Siapapun yang berani menyentuhnya se ujung kuku pun itu akan menjadi urusanku. Kamu paham itu kan? Adinda mengangguk, meskipun lelehan air mata masih saja mengalir membasahi pipinya. "Udah jangan mikirin yang buruk buruk, orang hamil harus selalu berprasangka baik. Kendalikan dirimu, yang lalu biarlah berlalu." Ucap Hardian lagi. "Lho kenapa mantu mama nangis? kenapa sayang hem?" tanya Alina yang baru datang dan lansung berjongkong di depan menantunya. Adinda kikuk, ia merasa tidak enak kepada mertuanya. "Mama jangan jongkok di situ dong! aku gakpapa kok, ini juga nangis karena bahagia?" jawabnya berusaha menyembunyikan kekalutan hatinya. "Maksudnya?" "Seperti prasangka mama, aku ham
Magbasa pa
Hendra tertembak
"Apa yang kamu katakan? Kamu membandingkan ibu dengan perempuan yang tidak jelas asal usulnya itu?""Aku lelah bu, ingin beristirahat." Diana mendengus, ia tahu jika putranya itu mencoba mengusirnya dengan cara halus. "Okeee, ibu akan pulang. Mungkin mampir ke kentor sebentar, memastikan jika semuanya baik-baik saja." Ucap Diana sambil berlalu keluar dari ruangan. Sapta memandang punggung ibunya yang menghilang dibalik tertutupnya pintu. Sebagai anak kandung saja, ia mengakui jika ibunya itu bermulut tajam. Berbicara tanpa memikirkan perasaan orang lain. **********Diana masuk ke dalam kantor dengan angkuh. Wajahnya ia tonggakkan, mengabaikan setiap sapaan karyawan. "Selamat siang bu Diana, lama tidak berjumpa." Sapa Karen, sekretaris Hendra. "Masuk! ada yang ingin saya bicarakan kepadamu." "Baik bu," Wanita berpakaian ketat itu mengikuti langkah Diana ke dalam ruangan. "Ada yang bisa saya bantu bu Diana?""Apakah ada keluhan tentang perusahaan?" tanya Diana to the point. "E
Magbasa pa
Bunuh diri
"Braaakkkk" Pintu utama terbuka dengan kasar. Hardian berlari menuju tempat dimana istri dan anak anaknya berada. "Sayang are you okay?" "Mas kamu udah pulang?" tanya Dinda masih dengan pipi yang basah dengan air mata. "Aku pulang setelah melihat berita di televisi. Kamu nangis?" Pertanyaan Hardian berhasil membuat dua bocah yang sedang asyik bermain itu menoleh. "Bunda nangis?" "Enggak kok nak, ini bunda hanya kelilipan aja." Bohong Dinda. Mendengar jawaban bundanya, mereka fokus kepada itu mainannya lagi. Sedangkan Hardian duduk di sebelah sang istri. "Kamu kenapa hem?" "Aku gakpapa mas, aku cuma sedang takut aja. Melihat tingkah mas Hendra, sebenarnya aku khawatir dengan masa depan mereka." Hardian mengangguk paham. Diraihnya tangan sang istri, "aku kan udah bilang beberapa kali sama kamu, mereka itu anak-anaku. Aku yang akan mendidiknya kelak dengan caraku. Cukup kamu doakan saja yang terbaik untuk mereka, kamu tidak lupakan? bahwa doa seorang ibu itu dahsyatnya bisa
Magbasa pa
PREV
1234
DMCA.com Protection Status