Lahat ng Kabanata ng Nama Kontak Yang Menyakitkan Hatiku : Kabanata 41 - Kabanata 50
168 Kabanata
41
Aku telah berganti pakaian dengan baju untuk berperahu dengan beberapa pengunjung hotel dan pemandu. Kami ingin menikmati wahana semi arum jeram yang mungkin akan menciptakan keseruan tersendiri. Aku telah mengenalkan pelampung dan helmku lalu hendak naik ke atas perahu karet saat dari kejauhanku lihat suamiku berdiri diantara pohon-pohon, dia nampak mengawasi diri ini dan melihat bagaimana interaksiku dengan pemandu yang memakaikan diriku pelampung dan helm. Aku sengaja bersikap ramah dan tertawa-tawa dengan lelaki tampan itu, sengaja, membuat Mas Kevin risih dengan kedekatanku pada lawan jenis."Mas gimana kalau aku jatuh, apa aku bisa berpegangan padamu," tanyaku memancing pertanyaan itu agar mas Kevin mendengarnya."Oh tentu saja, Mbak. Kita akan berperahu dengan aman dan perlahan kok.""Untuk lebih aman Saya ingin duduk di dekat Masnya ....""Boleh," jawab pria berlesung Pipit itu. Mas Kevin cemberut bukan main, saat aku tertawa bahagia dan memposisikan diriku tepat di dekat pem
Magbasa pa
42
Pernah berjalan di tengah hutan diantara hujan gerimis dan waktu menjelang magrib? Percayalah itu adalah keadaan yang cukup horor dan menegangkan. Sejauh mata memandang hanya ada pohon, hanya sedikit cahaya yang masuk karena rapatnya dahan-dahan dan dedaunan yang menutupi jalan.Hujan terus menjatuhkan rinainya sementara aku berjalan dengannya tanpa payung, jaket hoodie yang aku gunakan mulai basah, sementara dia diam saja. Sudah setengah jam kami menyusuri hutan dan tidak ada tanda-tanda perkampungan terdekat, aku mulai galau, berpikir untuk kembali lagi ke mobil tapi sudah jauh langkah kaki kami meninggalkan kendaraan itu. "Mas, keadaan sudah gelap, Ayo kembali ke mobil saja.""Untuk apa melakukan hal yang sia-sia, sebaiknya kita berjalan siapa tahu ada kebun atau desa penduduk di balik tikungan itu.""Bagaimana kalau semakin dalam masuk ke dalam hutan?""Kenapa? kau takut? Untuk apa kau takut dengan setan, jika melawan suamimu saja kau berani," tantangnya dengan sinis. "Masalahny
Magbasa pa
43
Pagi menjelang, hangatnya matahari menghangatkan telapak kaki, tersadar diriku dalam rengkuhan Mas Kevin yang erat, perlahan ku buka mata lalu kupandangi wajahnya yang hanya berjarak beberapa centi saja dari wajahku. Masih tampan seperti semula, seperti saat pertama kali bertemu. Kuperhatikan wajahnya yang masih pulas dengan dengkuran halus yang terdengar teratur.Aku menggeliat perlahan, ada karung goni bekas mengangkut jagung yang dia gunakan untuk menyelimuti kakiku, sementara dia masih dengan celana jeans dan keadaan bertelanjang dada. "Mas," bisikku membangunkan."Ini sudah pagi, Mas," lanjutku."Hmm...."Dia menggeliat, membuka mata lalu segera melepasku dari kedua tangannya. Dia nampak tak nyaman. Ada berdebar di hatiku, sementara lelaki itu menghindari tatapan mataku seolah kedekatan kami adalah kecanggungan yang aneh, padahal aku dan dia suami istri."Jam berapa kira kira?""Ga tahu, hpku mati," jawabku memeriksa, kuraih benda itu dan menyalakan layarnya, tapi seperti yang
Magbasa pa
44
Aku tiba di rumah pukul sembilan pagi, mobil kami sudah diantarkan ke bengkel sementara dua orang lelaki teman mila mengantarku ke rumah, mereka membawakan tasku dan meletakkannya di teras.Sudah kutawarkan pada mereka untuk mampir dan sarapan dulu, tapi mereka menolaknya dengan halus jadi setelah meletakkan tas dan berterima kasih kedua lelaki itu pergi.Setelah kedua lelaki itu pergi, perlahan ku buka pintu rumah, entah kenapa, aku terus menarik nafas panjang dan menghelanya, seakan beban berat dan pikiran tentang wanita itu serta suamiku, terus menyakitkan perasaan ini. Aku merasa sesak tapi aku tidak tahu harus bagaimana.Setelah menutup pintu kupandangi seluruh sudut rumahku, rumah yang masih sepi karena anak-anakku masih bersama mertua. Air mata ini kembali jatuh, jatuh begitu saja menyisakan ingatan tentang kenangan-kenangan indah dan hal-hal manis yang pernah terjadi di dalamnya.Di ruang tamu ini ... Pertama kali kami membawa kedua anak kami. Kami mengadakan syukuran rumah
Magbasa pa
45
Entah berapa lama aku duduk di ruang tamu sambil meneteskan air mata sementara Ibu mertua hanya diam dengan tatapan nanar sembari tak sabar menunggu putranya. Ada ayah mertua juga yang secara tersirat mendengar percakapan kami namun beliau tidak banyak bicara karena sibuk mengalihkan perhatian kedua cucunya.Kelihatannya ayah mertua tidak ingin mental anak-anak terganggu dan tidak mau anak-anak sampai mendengar pembahasan kami."Assalamualaikum." Lelaki itu tiba lalu mengedarkan tatapannya ke penjuru dia nampak tak enak saat melihatku yang mengusap air mata."Anak setan! Apa aku harus mati agar kau sadar!" Ibu mertua yang selama ini berhati lembut religius dan amat pengertian itu tiba-tiba berteriak dengan ungkapan yang sangat kasar."Bu ... jangan begitu." Mas Kevin yang dari dulu sangat takut pada ibunya langsung merendahkan suara dan mencoba membujuk wanita itu."Kevin, menyakiti istri sama dengan menyakiti seorang ibu. Kau tidak tahu betapa besarnya perjuangan istri dalam menjaga
Magbasa pa
46
Sepertinya, akhir akhir ini aku telah bersahabat dengan luka, aku memeluk dan menimang perasaan berdarah-darah seperti anak sendiri. Aku memelihara luka dan borok di hatiku dengan segala harapan bahwa Mas Kevin akan berubah dan mempertahankan keluarga kami. Aku telah membohongi diriku sendiri. Aku hidup dalam sandiwara dan ditipu mentah-mentah olehnya. Aku duduk termenung setelah berhasil mengantarkan anakku tidur, duduk termenung diri ini sambil memeluk lutut dan mengarahkan pandanganku ke arah jendela, air hujan jatuh dan mengenai kelopak mawar sementara hatiku makin hampa. Rinai hujan dan kelabunya mendung menambah kesuraman dalam hati ini.Sejak mengetahui dia melabelkan diri ini dengan menyamakanku sebagai hewan, aku terluka. Lalu aku mengetahui dia punya sahabat terdekat di hatinya yang dia sebut ratu, aku juga terluka. Kemudian kusaksikan dia terang-terangan bermesraan dan membicarakan aib keluarga pada pacarnya, aku kembali terluka. Aku menyerah dan mengadu kepada keluargany
Magbasa pa
47
"Fat, aku tak bermaksud....""Hmm, sudahlah, aku tidak ingin mendengar omong kosong. Aku baru sadar juga ya ... aku terjebak dengan orang yang salah. Dan wanita sebaik aku, harusnya bertemu dengan pria yang lebih baik," balasku sambil tersenyum santai.Begitu aku bicara dan meninggalkannya pria itu terdiam, pot itu terlepas dari tangannya, dan ia terduduk dalam kebingungan di kursi meja makan. Lima belas menit kemudian, pakaian-pakaian yang sudah kembali masuk ke dalam tas, laptop, buku, berkas, juga berbagai dokumen penting miliknya juga telah kukembalikan, aku tidak perlu menahan-nahannya lagi. "Ini barangmu, sudah semuanya," ujarku sambil tetap tersenyum dan menyerahkan semua itu padanya, tak mau kutunjukkan padanya bahwa hatiku hancur lebur dan rasanya mau menangis sekuat tenaga.Aku tidak ingin tangisanku membuat dia merasa menang menginjak kepalaku, aku ingin terlihat bahagia agar dia sadar bahwa dia gagal mematahkanku."Terima kasih atas pengertianmu.""Kamu tidak perlu bert
Magbasa pa
48
Subuh ini adalah subuh yang begitu berat karena beberapa saat lagi, saat matahari mulai terbit dan memancarkan sinarnya, aku harus mengendarai motor untuk ke pengadilan. Aku akan ke sana untuk duduk sebagai pesakitan, sebagai tergugat! Suamiku, dan segala gugatannya yang terkesan membuat diri ini sebagai penjahat, membuatnya harus bersiap-siap dihakimi oleh banyak orang. Terutama hujatan dan sorot mata majelis hakim.Sudah kupikirkan apa yang harus kukatakan, sepanjang malam pikiran dan segala kemungkinan-kemungkinan kalimat sudah kususun. Rasanya ingin kubantai semua fitnahan suamiku itu dengan membalikkannya dengan fakta.Aku ingin melawannya, Aku ingin bilang kalau aku tidak berhutang, Aku ingin mengungkap fakta bahwa Suamiku berselingkuh dengan rekan kerjanya, mereka viral, lalu mereka diskorsing oleh atasannya. Aku ingin mengatakan itu.Tapi untuk apa? Mas Kevin dan Mila pasti menggunakan pengacara. Dan yang namanya pengacara, ketika mereka sudah dibayar, maka mereka akan melaku
Magbasa pa
49
Seminggu berjalan, Dalam seminggu itu aku menjual sisa-sisa perhiasan serta barang-barang berharga untuk membeli mesin cuci dan memulai usaha laundry. Aku juga membeli oven besar karena akan buka jasa pesanan kue, juga menjual roti roti. Aku tidak ingin hidupku terus terpuruk dan pikiranku hanya berputar tentang masalah suami dan pengadilan. Toh, endingnya sudah ketahuan bahwa aku dan dia pasti berpisah.Masih banyak hal yang harus kulakukan, dari sekarang aku harus menata masa depan dan tetap tegar di hadapan kedua anakku. Aku harus menjadi Ibu yang tangguh meski tak jarang aku menerima cibiran dan bisik-bisik menyakitkan dari para tetangga yang tidak tahu masalah sebenarnya. Sering sekali kuhabiskan menangis di atas hamparan sajadah, mengadu pada Tuhan betapa duri-duri yang menusuk hatiku semakin tajam. Meski orang-orang tidak secara gamblang menghina diri ini, tapi tatapan mereka setiap kali aku kembali dari pasar atau mengantarkan laundry, membuatku amat amat tersakiti. Dalam f
Magbasa pa
50
Sepulangnya dari pengadilan, aku tak lagi harus mendengarkan perkataan orang-orang yang mengatakan bahwa keputusan 100 juta bukanlah nilai yang pantas untukku dan kedua anak meski uangnya disebut sebagai kompensasi atau uang pengganti bagi istri yang ditinggalkan. Dalam hitungannya seharusnya ada nafkah tunjangan anak dan uang nafkah selama masa iddah, namun itu tidak diperhitungkan karena keputusan yang diambil adalah keputusan cepat. Aku pun tidak begitu berharap bahwa Mas Kevin akan memberikanku, tidak banyak ekspektasi yang kubesarkan di hati, kecuali agar masalah ini segera selesai dan pikiranku bisa tenang lagi. Lagi pula terlalu jauh jika berharap bahwa 100 juta itu akan diberikan, setengahnya saja pun aku tidak memimpikan, karena aku tahu situasi dan keadaan keuangan mas Kevin sekarang ini. *Seminggu setelah putusan persidangan aku terkejut dengan kedatangan kedua mantan mertuaku, mereka mengetuk pintu dan kedua orang tua Mas Kevin yang tiba-tiba datang membawakan logist
Magbasa pa
PREV
1
...
34567
...
17
DMCA.com Protection Status