All Chapters of Suami Preman Ternyata Sultan: Chapter 31 - Chapter 40
125 Chapters
31. Ditipu
Qizha duduk bersisian dengan Qasam di sofa lobi hotel. Pria itu tampak sibuk dnegan ponselnya, entah melakukan apa. sedangkan Qizha dibiarkan duduk di sisinya tanpa diajak ngobrol.Sesekali Qasam melirik ke arah Qizha seperti sedang mengawasi, namun kemudian pandangannya kembali ke arah ponsel.“Kita mau apa di sini?” tanya Qizha yang mulai bosan.“Aku pesankan kamar untukmu. Tunggu di kamar.”“Nunggu apa, sih?”Qasam menarik lengan Qizha dan membawanya masuk ke dalam lift. Ting.Suara pintu terbuka memandu langkah keduanya keluar dari lift. Qasam menggandeng Qizha memasuki kamar.“Tungg di sini!” titah Qasam kemudian menutup pintu.“Qasam, tunggu!” Terlambat, pintu sudah ditutup. Qizha tak bisa membukanya. Mode pintu yang menggunakan kartu membuatnya tak bisa membuka mengingat kartu hanya dibawa oleh Qasam.Tiga puluh menit telah berlalu, Qizha hanya bisa duduk termenung di dalam kamar mewah itu. Sebenarnya apa yang direncanakan Qasam? Kenapa pria tu membawanya ke sana?
Read more
32. Seperti Anjing
Qasam duduk di sofa ruang tamu, kaki naik ke meja. Mata terpejam dan bibir tersenyum membayangkan Qizha tengah dikerjain dua pria sekaligus. Inilah akibat wanita yang dengan buadab telah membunuh adiknya. Entah niat apa yang ada di kepala Qizha hingga bisa- bisanya wanita yang tampilannya alim itu berbuat hal yang terkutuk. Anehnya, kenapa Qizha tak juga tertidur setelah Qasam membubuhkan obat tidur di ayam bakar kesukaan Qizha. Padahal jelas ia menaburkan obat tidur ke makanan itu. Qasam tak tahu kalau ayam bakar sudah diganti. Dia pun tak tahu kalau konsumen yang telah menyantap ayam bakar terkantuk- kantuk saat pulang dari warung makan naik motor. Suara pintu dibuka membuat Qasam membuka mata dan menatap Qizha yang melangkah masuk.Qasam menautkan dahi. Bagaimana bisa wanita ini kembali secepat ini? Bukankah seharusnya dia sedang meraung- raung meratapi kenyataan pahit setelah mahkotanya direnggut paksa dan digilir okeh dua lelaki? "Kau sudah kembali? Sudah selesai main kuda d
Read more
33. Melarikan Diri
Qizha merasakan kepalanya pusing sekali, tubuh pun makin gemetaran. Nyawa seperti terbang entah kemana. Tidak. Qizha tidak boleh mati sebelum bisa melawan kezaliman Qasam. Pria zalim ini harus mendapatkan jawaban atas kezalimannya.Semangat dalam dirinya kembali tumbuh. Ia menggeser tubuhnya mendekati nasi. Dan berhasil. Qizha memakan nasi di lantai langsung menggunakan mulut."Luar biasa! Masih punya tenaga juga!" Qasam geleng kepala. Ia kembali berjongkok di sisi Qizha. "Seperti anjing, dia makan juga begitu." Qasam melenggang keluar kamar, membiarkan Qizha memakan nasi yang berserakan di lantai dengan menggunakan mulut tanpa bantuan tangan.Suami biadab! Pikir Qizha. Tak hanya itu saja yang dilakukan oleh Qasam, keesokan hari, pria itu datang lagi dan kembali menyerakkan nasi ke lantai. Disebabkan lapar, Qizha terpaksa menyantap nasi yang berserakan itu langsung menggunakan mulut, sama seperti kucing saat makan, begitulah yang dia lakukan. Sial, nasi itu ternyata basi. Namun ta
Read more
34. Kembali ke Perusahaan?
"Pisah? Dia... Bersikap nggak baik ya sama kamu?""Aku nggak kuat. Aku benar- benar nggak kuat." Mata Qizha berembun mengenang sikap Qasam yang bertubi- tubi menyakitinya, baik fisik maupun batin.Hana mengelus punggung tangan Qizha. Tak perlu bertanya, Hana sudah tahu seberat apa penderitaan Qizha. Melihat kondisi Qizha yang kacau saja, ia sudah tahu seberat apa beban yang dipikul sahabatnya itu.Mulai hari itu, Qizha akhirnya tinggal di kontrakan bersama dengan Hana dan Ica.Seperti biasa, mereka selalu berbagi, bercerita dan mengadu apa saja yang perlu diceritakan. Persahabatan mereka begitu kental. Di sini, Qizha merasa tidak sendiri. Ia memiliki alasan untuk bersemangat hidup, bahwa ada manusia lain yang masih menyayangi dan mengharapkan kehadirannya.Beberapa hari tinggal di rumah itu, Qizha merasa bahagia bisa bercanda, makan besama, mengobrol dan melakukan banyak hal dengan ceria bersama kedua sahabatnya. Selama kedua temannya bekerja, Qizha menghabiskan waktu seharian di ko
Read more
35. Bertemu CEO
"Balik ke perusahaan? Jadi Office girl?" tanya Qizha tercekat."Tapi itu kan hanya sementara. Anggap sebagai batu loncatan, setelah itu kamu bisa menduduki jabatan lain, kan?" sahut Vina.Qizha berpikir. Mungkinkah ini merupakan tawaran bagus?"Setelah kamu membantuku mendapatkan kontrakan ini, aku merasa ingin membantumu juga. Anggap ini adalah balas budiku," imbuh Vina."Bukankah aku udah mangkir cukup lama di sana? Memangnya aku bisa balik ke sana lagi?" tanya Qizha ragu."Itu mah gampang. Kamu mangkir belum genap dua bulan, kok. Aku yang atur absensi mu. Itu gampang. Semua pekerjaan di bawahku, akulah yang kendalikan. Jadi itu mudah banget bagiku.”“Tapi bukankah di perusahaan itu menggunakan absensi sidik jari? Aku nggak pakai itu.”“Qizha, itu adalah persoalan gampang. Kalau urusan ke atasan aja bisa aku handle, kenapa untuk urusan itu nggak bisa? Atasanku bisa diajak runding kok. Semua bisa diatur. Pokoknya yang penting kamu masuk kerja, urusan administrasi absensimu biar
Read more
36. Neraka Baru
“Yang sebelah sana itu. agak kuat dong ngelapnya! Ya ampun, ini malah membekas nih. Sebelah sana lagi!” Wanita berjilbab biru yang dipanggil dengan nama Weni itu terus saja memerintah.Qizha menurut saja. Jika begini kondisinya, Qizha berniat minta pindah tempat saja pada Vina. Setidaknya jangan membersihkan ruangan itu lagi. Penghuninya galak semua, tidak ada yang bernurani.“Nih, bersihin ya!” salah seorang membuang kulit apel ke lantai. Padahal lantai sudah dipel. “Aku malas jalan ke tong sampah. Mumpung ada kamu, bersihkan sekalian!” Qizha membersihkan kulit apel.“Qziha, nanti sore jam lima kamu temui aku di lobi ya!” titah Weni.“Maaf, Bu. Itu udah jam pulang kerja. Dan saya nggak di kantor lagi,” sahut Qizha.“Hei, kamu itu OB. Harus nurut. Aku mau suruh kamu rapikan file milikku. Kamu kerjanya mesti di luar jam kerjaku, sebab aku fokus kerja saat di jam kerja begini. paham?”“Baik,” jawab Qizha tak bisa mengelak lagi. Apa lagi ia menjadi pusat perhatian semu
Read more
37. Tugas Di Ruangan CEO
Qasam menekan bel pintu rumah besar dengan corak warna putih. Tak lain rumah milik Ameena.Tangan di belakangnya menyembunyikan sebuket bunga.Pintu dibuka. Pembantu dengan seragam biru putih tersenyum menyapa. “Selamat malam, Tuan Qasam!” pembantu menganggukkan kepala.“Ameena ada?”“Ada di kamar. Perlu saya panggil?”“Biar aku temui saja.” Qasam melangkah masuk dan langsung naik ke lantai dua. Ia sudah tahu letak kamar gadisnya. Beberapa kali mengetuk, pintu tak kunjung dibuka. Qasam akhirnya masuk.Kamar sepi. Rapi sekali. Harum.“Ameena!” Mata Qasam menatap ke segala penjuru. Pintu balkon terbuka. Qasam melangkah menuju ke balkon, ternyata Ameena berdiri di balkon. Wanita itu tengah menatap pemandangan indah di luar, menikmati sepoi- speoi angin malam.Piyama tidur lengan pendek membalut tubuhnya. Rambutnya beterbangan dimainkan angin. Sekilas saja Ameena menatap Qasam, kemudian pandangannya kembali ke depan dengan kedua tangan berpegangan pagar balkon.“Ngapain
Read more
38. Bersama Qasam
“Apa yang kau lakukan?” Suara itu memuat Qizha mendongak, menatap Qasam yang sudah berdiri di ambang pintu. “Saya membersihkan ruangan ini, Pak!” jawab Qizha dengan enggan.“OB yang lama kemana?”“Rolling tugas, Pak.”Tatapan Qasam tertuju pada bingkai foto yang terjatuh di lantai. Segera ia memungut benda itu dan membiarkannya dalam posisi menelungkup. Kemudian dengan suara tegas ditambah tatapan lekat, ia berkata, “Apa yang kau lakukan dengan foto ini?”“Maaf, tadi sepertinya tersenggol. Biar saya betulkan posisinya.”“Kau sudah melihat foto ini?” tanya Qasam tegas. Jika wanita ini sudah melihat foto itu, tentunya dia tahu kalau Qansha satu keluarga dengan Qasam.Qizha menggeleng. “Belum, Pak. Mari saya susun kembalike meja.” “Tidak usah!” Qasam meletakkan bingkai foto ke laci.“Saya sudah selesai bekerja. Permisi.” Qizha melangkah menuju pintu. Tatapan Qasam tajm sekali menatap punggung Qizha yang berlalu ke pintu. Wanita itu berhenti, punggungnya berputar dan me
Read more
39. Pelukan CEO
“Qizha, kamu dipanggil Bu Weni, tuh.”Suara itu membuat Qizha mengangkat wajah dan menatap sosok yang memanggilnya. Staf itu berdiri di ujung koridor.“Maaf, aku nggak kerja di bagian ruangan Bu Weni lagi. Jadi Bu Weni nggak bisa menyuruh- nyuruh aku,” balas Qizha berushaa untuk tegas. Dia menang telak saat ini. jangan harap mau disuruh-suruh oleh mereka yang tak punya perasaan.“Bu Weni Cuma mau ketemu saja kok. Bukan mau menyuruhmu. Temui saja dia dulu.”“Maaf. saya nggak punya urusan lagi sama Bu Weni.” Qizha berjalan mendekati wanita itu. “Sampaikan saja ke beliau kalau saya nggak bisa menemuinya. Dia bisa memanggil OB yang berkepentingan dengan beliau. Bukan saya. Permisi.” Qizha berlalu pergi.Masih ingat di pikiran Qizha bagaimana perlakuan Bu weni terhadapnya, yang dengan semena- mena memerintah Qizha, bahkan mengatur- ngatur dengan suara keras, tatapan bengis, bahkan sok berkuasa. Terakhir kali, Weni memintanya menyusun file di gudang di luar jam kerja, namun j
Read more
40. Dibawa Pergi CEO
"Apa yang terjadi?" tanya Qasam, pria dengan wajah bersih, rambut klimis oleh minyak rambut, plus penampilan khas stelan jas yang menunjukkan kewibawaannya. Dia benar- benar jauh berbeda dengan sosok Qasam yang menjadi suaminya. Wajahnya bersih sekali. Sedangkan Qasam yang selama ini berpenampilan seperti preman itu memiliki kulit wajah yang kusam, rambut gondrong acak- acakan, tentu saja Qizha tak bisa mengenali wajah itu. Penyamaran Qasam sungguh sempurna.Brak brak brak...Terdengar suara pintu gudang digedor dari arah dalam, berisik sekali."Qizha, keluarkan aku!" Suara keras itu bersumber dari dalam gudang."Siapa itu?" tanya Qasam masih merangkul tubuh Qizha yang lemas."Bu Weni.""Kau mengurungnya?" tanya Qasam."Dia menyerang saya sampai saya jadi begini," sahut Qizha, takut disalahkan. Jika pandangan Qasam terhadapnya berubah gara- gara kejadian ini, bisa mampus dia. Tak ada lagi orang yang melindunginya.Qasam menatap darah yang mengalir di sudut bibir Qizha. Penampilan Qiz
Read more
PREV
123456
...
13
DMCA.com Protection Status