Walau Qizha adalah karyawan baru, namun langsung ditempatkan sebagai sekretaris. Sialnya, atasannya sentimen terhadapnya dan malah menjadikannya sebagai OB. Suatu hari, situasi sulit memaksanya menikah dengan preman, hingga dia dihina keluarganya karena menikah dengan lelaki miskin. Siapa sangka preman tersebut adalah Qasam, atasan Qizha. Apa sebenarnya yang melatarbelakangi Qasam menyamar menjadi preman?
View More"Berdiri!"
Perintah tegas itu dipatuhi Qizha.Lima belas menit lalu, Qizha dipanggil HRD setelah lulus interview, lalu diminta menghadap pimpinan. Meski baru beberapa hari menjabat sebagai pimpinan tertinggi, namun ketegasannya tidak diragukan."Berputar!" titah pria dengan nama lengkap Shaka El Qasam. Suaranya menggetarkan jantung, sangat berwibawa.Perintah semacam apa itu? Namun, Qizha tetap menuruti. Tubuh langsing berbalut kemeja putih itu berputar."Melompat!""Hah?" Qizha kaget. Atasannya ini waras atau tidak? Sejak tadi memberikan perintah konyol. "Ke kenapa harus melompat?""Kalau kau tidak mau, silakan keluar! Aku tidak membutuhkan bawahan pembangkang." Pria itu menunjuk pintu."Oh, baik. Saya akan melompat."Demi jabatan sekretaris, Qizha telah bersusah- payah menyingkirkan ratusan saingan, tak mungkin ia menolak perintah yang bisa saja membuatnya ditendang dari jabatan.Plak plak plak...Suara high heels milik Qizha menghantam keras lantai hingga menimbulkan suara berisik. Jilbab yang menutup sampai dada cukup melindungi, setidaknya menutupi bandulan yang berguncang di depan supaya tidak kelihatan.Meski sebagian wajah Qasam terhalang oleh masker yang menutup hidung sampai leher, namun Qizha dapat melihat dengan jelas bahwa bibir di balik masker bergambar tengkorak itu tengah tersenyum.Jelas tampak dari sudut mata pria itu yang sedikit menyipit dan membentuk tiga garis horizontal tajam.Apakah pria itu tengah menertawakan Qizha? Sungguh menyebalkan!Entah kenapa pria itu menutup sebagian wajahnya."Sudah! Cukup!" titah Qasam.Qizha berhenti melompat setelah napasnya ngos- ngosan. Ini lebih melelahkan dari pada lomba lari. Pasalnya ia mengenakan high heels yang membuat kaki jadi pegal saat melompat.Demi menghindari perjodohan yang ditetapkan ibu tiri, Qizha pergi dari rumah. Ia dibantu oleh ayahnya supaya bisa masuk kerja di perusahaan itu, dan ternyata berhasil."Dari mana asalmu?" tanya Qasam."Data saya sudah ada di HRD. Lengkap.""Kau suruh aku membaca data di meja HRD? Kalau kau tidak suka dengan pertanyaanku, silakan pulang! Aku tidak butuh sekretaris angkuh!""Maaf. Saya dari Melati Putih."Pria itu menelepon seseorang. Dia tempelkan ponselnya ke telinga."Gafar, kemarilah!" tegas pria yang di mejanya tertulis 'presdir' itu.Gafar adalah HRD. Dan Qizha tadi sudah bertemu dengan Gafar saat interview.Pria tegap bernama Gafar memasuki ruangan dan membungkukkan separuh badan sesaat setelah bersitatap dengan Qasam."Apa kau sudah melakukan interview dan sederet persyaratan pada calon sekretarisku?" tanya Qasam pada Gafar."Tentu saja, Pak. Semua sudah dilakukan dengan tepat," jawab Gafar."Diantara orang- orang yang melamar kerja, apakah wanita ini memiliki nilai tertinggi?""Benar, Pak,” jawab Gafar."Bodoh! Yang begini kau katakan berkualitas? Dia sama sekali tidak menarik. Bawa keluar wanita ini. Aku tidak mau menerimanya menjadi sekretarisku.""Tt tapi... Data diri wanita ini sudah masuk Plantation Management System.""Keluarkan dari jabatan sekretaris! Letakkan dia di bagian karyawan biasa. Tiga hari training sebagai OB."‘Enak saja aku harus menerima wanita ini sebagai sekretaris. Dia yang sudah membuat wajahku menjadi lebam begini. Hingga aku terpaksa harus menutup wajah pakai masker. Aku kerjain saja dia.’ Pikir Qasam.Hati Qizha tertusuk mendengar perkataan Qasam. Dan tiba- tiba ia menangis. Air matanya bergulir cepat. Dihina seperti tadi, rasanya menusuk sampai ke ulu hati.Qizha memberanikan diri mengangkat wajah, menatap mata Qasam yang kini melintas dekat dengannya. Mata itu berwarna biru, sorotnya tajam dan menusuk. Ada lebam di area mata, kain masker tak cukup mampu menutup sampai ke area sana.Qasam berlalu pergi dengan langkah tegas.Tunggu dulu, lebam di area mata Qasam membuat ingatan Qizha langsung melayang pada kejadian beberapa jam lalu, saat di perjalanan menuju kantor, ia yang mengendarai motor tiba- tiba menyerempet seorang lelaki yang sedang berjalan di pinggir jalan, menyebabkan pria itu tersungkur dan mencium trotoar.Namun, karena terburu- buru dan meyakini bahwa si pria tidak terluka parah, Qizha melanjutkan perjalanannya sambil berteriak minta maaf tanpa harus menolong pria itu.Mengenai wajah si korban, Qizha tidak ingat. Hanya sekilas menoleh sehingga tidak tahu wujudnya seperti apa.Qizha baru sadar bahwa atasannya itu adalah orang yang sama yang telah diserempet olehnya. Fix, alasan pria itu memakai masker wajah adalah untuk menutupi lebam di wajahnya.Apakah mungkin luka itu cukup serius hingga membuat Qasam malu menunjukkan muka di depan karyawannya?Qizha menggigit bibir, pantas saja Qasam memperlakukan Qizha dengan buruk, sebab Qizha sudah membuat kesalahan fatal."Maaf Qizha, kau tidak bisa menduduki jabatan sekretaris." Gafar tampak menyesal mengucapkan hal itu. "Tapi kau masih bisa bertugas sebagai karyawan biasa di pabrik. Dan tiga hari menjadi OB."Tidak masuk akal. Qizha yang lulusan sarjana ditempatkan sebagai OB.Tapi tak apa, ini hanya training selama tiga hari. Meski muka Qizha akan malu saat menjalani training sebagai OB, namun ia yakin akan sanggup melaluinya. Demi bertahan hidup."Tapi hanya tiga hari saja sebagai OB kan, Pak?" tanya Qizha ragu sambil mengusap air mata di pipi."Tunjukkan kinerja yang bagus, maka kau akan lolos menduduki posisi karyawan biasa."Mulai saat itu, Qizha terpaksa memakai seragam biru sebagai office girl. Ia diminta membuatkan minum untuk para staf kantor.Tiba- tiba ia ingat pesan ayahnya, "Qizha, kau harus bisa bekerja di perusahaan itu. Ayah dulu juga bekerja di sana sebagai pegawai rendahan. Di sana ada gadis yang bernama Qansha. Gadis itu mengalami gangguan di ginjal karena kecelakaan, dan penyebabnya adalah ayah. Tidak ada yang tahu kecelakaan itu kecuali ayah sendiri. Dan ayah merasa sangat menyesal. Gadis itu harus sembuh. Jika kau berhasil masuk di perusahaan itu, maka kau berikan serbuk ini ke makanan atau minumannya. Ini adalah ramuan mahal dari Cina. Dan mampu mengembalikan kesempurnaan ginjal. Pegang baik- baik rahasia ini. kita akan sembuhkan gadis itu secara diam-diam."Qizha beranggapan bahwa niat ayahnya baik, tanpa ia ketahui ada nat terselubung di balik semua itu. Kepolosannya benar- benar telah dimanfaatkan.Ia membawa beberapa minuman dengan nampan. Lalu menyerahkan satu per satu gelas pada staf. Dan menyuguhkan minuman yang sudah dicampur dengan serbuk obat kepada gadis cantik yang dia pastikan bernama Qansha, wajah gadis itu persis seperti yang ada di foto kiriman ayahnya.Selesai dengan tugasnya, Qizha kembali ke ruang dapur.Dering ponsel mengejutkannya. Ayahnya menelepon."Ayah!" Qizha menjawab telepon."Kau berhasil menduduki jabatan apa di sana?" Bily penasaran."OB," jawab Qizha lirih."Waduh. Tapi itu malah mempermudahkan tugasmu memberikan serbuk itu kepada gadis yang ayah sebutkan. Semoga dia akan cepat pulih setelah meminumnya. Apa kau sudah berikan?""Udah, ayah. Dan udah diminum sama staf itu tadi.""Kalau begitu cepat pulanglah!""Loh, kenapa?""Ayah sakit keras. Ini ayah tidak bisa bernapas."Mendadak saja Qizha mendengar suara Bily seperti asma.Qizha langsung melepas seragam OB dan menghambur pergi. Mendengar ayahnya sakit, ia langsung minta ijin pada kepala OB untuk pulang.***Qizha bermain dengan Zein di ruang main yang sengaja di desain khusus untuk anak bermain. Di sana lengkap ada berbagai macam jenis mainan, muali dari mobil-mobilan, bola, tempat mandi bola, perosotan, bahkan permainan untuk lompat-lompatan pun ada.Qizha mengawasi dari jarak beberapa meter, duduk sambil minum jus. Di sisinya ada Arini yang selalu stand by, memberikan apa saja keperluan Qizha.Si kecil mandi bila bersana dengan baby sitter yang tak pernah lepas dari posisi Zein kemana pun pergi. Qizha menatap layar ponselnya yang menunjuk tanggal dua belas, artinya tiga hari lagi Qasam pulang. Lama sekali rasanya menghitung hari. Serindu itu ternyata Qizha pada Qasam? Qizha malu jika mengingat dirinya yang nyaris seperti orang kasmaran dan jatuh cinta. Benda pipih itu kemudian berdering, nama Qasam tertera di layar. Qasam menelepon? Qizha tersenyum senang. Ia langsung menjawab telepon dan mengucap salam.“Kenapa sudah meneleponku? Kangen?” tanya Qizha.“Ha haa… tidak. Aku sama seka
Sudah tiga minggu Qasam pergi ke Jepang sejak terakhir kali Qizha mengantarnya ke bandara, pria itu belum kembali. Kemarin mengaku hanya akan perhi selama dua minggu, tapi ternyata sudah tiga minggu berlalu, Qasam belum kembali.Qizha mengerjakan aktivitas seperti biasanya, menghabiskan waktu dengan bermain bersama Zein, putra semata wayangnya. Kini, Zein sudah tumbuh makin besar. Usianya satu tahun. Di usia sembilan bulan, Zein sudah bisa berjalan. Sekarang, bocah itu sudah bisa berlari meski belum kencang.Qizha merindukan Qasam. Pria itu memang ngangenin. Sebentar tak ketemu, rasa rindu sudah sampai ke ubun- ubun. Sikap Qasam yang setahun belakangan terlihat memuliakan wanita, membuat Qizha merasa kalau Qasam itu seperti candu. Bayangkan saja, setiap saat, Qizha selalu saja mendapat kelembutan dan perhatian khusus dari suaminya. Lalu beberapa minggu, ia harus berpisah. Tentu saja ia rindu. Qizha baru saja meletakkan tubuh Zein ke kasur tidur khusus balita, berdekatan dengan kas
Baby sitter terlihat terampil ketika memandikan Zein, bayi yang baru berusia dua minggu. Qizha mengawasi di samping baby sitter. Selama ini, Qizha sendiri yang memandikan bayinya. Baru kali ini ia mengijinkan baby sitter memandikan bayinya, itu pun diawasi olehnya.“Kamu keliahtan terbiasa memandikan bayi,” komentar Qizha.“Iya, Non. Soalnya saya khusus mengurus bayi merah kan dulu sewaktu dip anti asuhan. Dan setelah masuk yayasan, saya juga jadi baby sitter,” sahut wanita yang usianya sekitar empat puluh limaan tahun itu.“Pantesan cekatan. Sini, biar aku yang pakaikan bajunya. Baju dan peralatan untuk si kecil sudah disiapkan?” Qizha mengambil alih bayinya setelah diangkat dari bak mandi.“Sudah, Non.” Qizha melangkah keluar dan segera memasang baju bayi yang sudah disediakan. Termasuk minyak kayu putih dan bedak juga sudah disediakan. Di kamar bayi itu, aroma minyam telon menguar, harum. Arini mendampingi Qizha. Dia bertugas untuk melayani Qizha. Sedangkan baby sit
Qasam membawa air hangat kuku dari pemanas air di sudut kamar sesuai permintaan Qizha dan menyerahkannya kepada istrinya itu. “Ayo minum!”Qasam membantu mendekatkan gelas ke bibir Qizha.“Aku bisa sendiri, Mas,” ucap Qizha dan mengambil alih gelas tersebut lalu meminumnya “Terima kasih, Mas.”Pandangan Qasam kemudian tertuju ke bayi kecil yang ada di samping Qizha. Pipinya tebem, kulitnya putih kemerahan. Hidungnya mancung. Menggemaskan dan lucu sekali. Ini adalah hari pertama Qizha dibawa pulang ke rumah setelah menjalani perawatan selama tiga hari di rumah sakit. Padahal sebenarnya di hari kedua Qizha sudah diijinkan pulang karena kondisinya sehat dan baik-baik saja, namun seperti biasa, Qasam melarang Qizha pulang dan dia diminta untuk dirawat di rumah sakit dengan pantauan dokter. Rumah sakit milik ayahnya, jadi mudah saja baginya mengatur kondisi di rumah sakit.Bahkan, kini Qasam meminta dokter keluarga untuk mengecek kondisi ibu dan bayi ke rumah di tiga hari perta
“Pinggangku sakit banget, Mas!” ucap Qizha sambil memegangi pinggang. Mulutnya meringis. Sebenarnya sudah sejak di perjalanan tadi Qizha merasakan ngilu, namun ia menahannya karena rasa ngilu itu datang dan hilang begitu saja. dia mengira hal itu biasa terjadi seiring kehamilannya yang semakin membesar.Namun, kini rasa ngilu itu makin parah, hampir setiap lima belas menit sekali muncul dan rasanya melilit sampai ke perut bagian bawah. Habiba memegang perut Qizha, rasanya keras menggumpal ke satu titik. Kemudian gumpalan keras itu bergerak menuju ke titik lain. Begitu seterusnya.“Ini Qizha sudah mau melahirkan. Ayo cepat bawa ke rumah sakit,” seru Habiba, membuat Qasam langsung gerak cepat menggendong tubuh Qizha dan membawanya ke mobil.Supir menyetir dnegan kelajuan tinggi mendengar suara ritihan Qizha di belakang. Qasam menggenggam tangan Qizha sambil terus mengatakan kata-kata motifasi.Qizha berkeringat, mukanya makin memucat, lemas sekali. Sesekali meringis menahan s
Semenjak Qizha tahu kalau Sina rujuk dengan Arsen, ia menjadi jauh lebih lega. Kini adiknya itu sudah ada yang menanggung jawabi. Hidupnya tidak lagi mengenaskan, Qizha pun tak perlu mencemaskan keadaannya lagi. Sina kini tinggal bersama sang suami. Setelah balitanya keluar dari rumah sakit, Sina mengunjungi rumah Qasam, menemui Qizha dan Qasam untuk mengucapkan rasa terima kasih. Arsen pun menunjukkan sikap layaknya sebagai saudara ipar. Qizha memberikan beberapa helai pakaian dan jilbab baru kepada Sina seperti yang dia janjikan. Qasam pun mulai membuka hati pada Sina. Dia tidak ketus lagi melihat sikap Sina yang jelas sudah jauh berubah. Penampilan Sina pun sudah tidak lusuh lagi seperti saat dia menjanda. Sepeninggalan Sina dan Arsen, tinggal lah Qizha dan Qasam yang duduk di ruang tamu berdua. “Mas, kamu udah nggak benci lagi sama Sina, kan?” tanya Qizha sambil.memegang tangan suaminya.“Tidak.” Tatapan Qasam tertuju pada mata bulat istrinya yang menggemaskan. “Dia seperti
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments