All Chapters of AJISEKA : Chapter 31 - Chapter 40
87 Chapters
31. Peningkatan kekuatan.
Bagh!Brugh!Pukulan telak menghantam tubuh Ajiseka, akibatnya ia terpelanting dan meluncur bebas ke tanah. Saking kerasnya memberikan debu berhamburan, sungguh sesuatu yang tidak terduga. Rupanya seseorang juga membuntuti pergerakan Ajiseka saat dirinya tengah menguntit salah satu anggota sekte. “Kau terlalu lancang Wahai anak muda!” Ucap lelaki tua berjanggut panjang kepada Ajiseka.Dhar!Dengan satu kibasan tangan lelaki itu melontarkan serangan kedua, pergerakannya begitu cepat dan tepat. Terlebih energi yang digunakan bukanlah energi tingkat rendah. Hal itu mengakibatkan tubuh Ajiseka terpental jauh, dan lagi-lagi ia harus terhempas.Blar! Serangan kembali terjadi. Kali ini menghantam pepohonan yang tidak jauh dari lokasi terhempasnya tubuh Ajiseka, gelap malam menjadi terang karena kobaran api membakar ranting dan dedaunan kering. Lelaki tua itu benar-benar memburu Ajiseka, pasalnya dalam sekejap ia sudah berada tak jauh dari posisi buruannya.Menyadari bahaya mengancam diriny
Read more
32. Kekuatan terakhir sang tetua sekte.
Teriakan Kumbolo mengingatkan perihal Mustika bening dan Wadah samar yang berada di sebuah cangkang. Maka dengan keteguhan hatinya Ajiseka meminta agar digdayanya dapat digunakan. Lagi-lagi tubuh Ajiseka menghangat, ia merasakan sesuatu menjalari seluruh sarafnya. Tetapi ada yang aneh dengan perubahan itu, pasalnya ia merasakan hawa hangat dan dingin di waktu yang bersamaan. Namun, hal lain juga ia rasakan, tubuhnya terasa lebih ringan dari sebelumnya setelah dua suhu ditubuhnya kembali normal. Bahkan, pedang pusaka kembali hadir ditangan Ajiseka dengan aura yang sedikit berbeda. Dengan perubahan itu Ajiseka melesat pergi meninggalkan tetua sekte yang terus menerus menggempur dirinya. Bukan untuk melarikan diri, tetapi menghindari kerumunan warga yang setiap saat melintas. Bahkan, aksi kejar-kejaran terjadi hingga keluar dari wilayah pemukiman. Merasa lokasi sudah aman, Ajiseka menghentikan langkahnya. Ia menghunus pedang dan bersiap melanjutkan pertarungan yang tertunda. Semilir an
Read more
33. Kekalahan sang tetua sekte.
Tidak ada kata terucap, dan seolah tak ingin ada kehidupan lagi untuk lawannya, lelaki tua itu menarik paksa tubuh Ajiseka. Lalu melemparkan ke arah tebing. Melihat adik seperguruannya dalam bahaya, Calingkolo kembali beraksi. Ia melesat cepat dan merasuk ke dalam raga Ajiseka sebelum tubuhnya menghantam tembok tebing.Tindakan yang sangat tepat dilakukan oleh Calingkolo, sedikit saja telat kemungkinan tubuh Ajiseka akan mengalami cedera. Pasalnya kekuatan yang digunakan tetua sekte untuk melempar Ajiseka bukanlah hempasan tenaga dalam biasa. Bisa saja pemuda itu akan terkubur lebih dalam seperti saat melawan musuh sebelumnya.“Kau tidak akan lolos!” suara lelaki tua itu menggema di udara, tidak lama kemudian ia muncul di depan Ajiseka.“Bodoh! Cepat gunakan pedang pusaka itu!” teriak Kumbolo. Kali ini Ajiseka menuruti ucapan makhluk yang bersemayam di alam bawah sadarnya. Bersamaan dengan itu Calingkolo juga menyalurkan energinya, setidaknya kekuatan Ajiseka hampir setara dengan tet
Read more
34. Akhir perjalanan.
Kekacauan akibat ulah Ajiseka senyatanya menyelamatkan nasib seorang gadis yang seharusnya menjadi pelampiasan nafsu binatang wakil pimpinan sekte Kembang kenongo dan juga tetua lainnya. Salindri namanya, anak mantan Kamituwo di wilayah itu. Ia melihat semua yang terjadi, sebab saat itu dirinya berada tidak jauh dari lokasi terjadinya awal keributan dan juga mengikuti arah pertempuran Ajiseka melawan wakil pimpinan Kembang kenongo.Salindri sendiri merupakan murid sekaligus anak pimpinan padepokan yang bernama Galuh Kencono. Tempat yang di bangun diam-diam sekitar empat belas tahun lalu. Sayang, prinsip ajarannya berseberangan dengan sekte Kembang kenongo.Saat ini Salindri sudah berada di padepokan, bercengkerama dengan sang Ayah dan menceritakan perihal kalahnya wakil pimpinan Sekte Kembang kenongo. “Romo, tampaknya saya harus menyingkir dari pusat keramaian, kejadian itu membuat saya merasa tidak tenang,” adu Salindri kepada Ayahnya.“Baiklah, tidak menjadi masalah, Nak. Keselama
Read more
35. Perjalanan kembali ke Padepokan.
Teriakan Calingkolo menghentikan pergerakan babi yang hendak menyerang Ajiseka untuk kedua kalinya. Sungguh wujud binatang yang tidak lazim, ukuran tubuhnya jauh lebih besar dari ukuran babi hutan pada umumnya. Bahkan, bentuk kepalanya juga sangat berbeda, pasalnya, pipi binatang itu di tumbuhi banyak benjolan yang menyerupai tanduk.“Ya! Benar! Lawanmu adalah aku, wahai celeng tua!” sentak Calingkolo manakala binatang itu melangkah pelan mendekatinya. Dengusan kasar binatang itu terdengar semakin keras, begitu juga dengan langkah yang bertambah cepat. Tetapi babi hutan itu tidak langsung menyeruduk seperti halnya yang dilakukan kepada Ajiseka. Ia berdiri tegap dengan moncong yang mendongak ke atas.“Lancang sekali kau anak muda, sepertinya dirimu tidak berasal dari wilayah ini! Tetapi aku mencium adanya digdaya besar. Pergilah! Bukankah dirimu memiliki Kekuasaan sendiri? He?” ucap babi hutan itu.“ Seandainya kau tidak menyerang adik seperguruanku, tentu diriku tidak akan berbicara
Read more
36. Lelaki tua.
Haryo Wicaksono, Ayah dari gadis yang tengah berbincang dengan Ajiseka, ia berjalan menghampiri keberadaan Ajiseka dengan anaknya. Menatap sesaat anak gadisnya lalu berpindah menelisik ke arah Ajiseka. Namun, Salindri malah tersenyum kepada Ayahnya.“Romo, pemuda ini yang saya ceritakan,” ucap Salindri kepada ayahnya yang masih menatap curiga kepada Ajiseka, tetapi setelah putrinya berucap tatapannya langsung berubah drastis.“Iya kah? Jika seperti itu, baiknya Nak Mas, singgah barang sebentar di gubuk saya, mari.” Ajak lelaki setengah baya itu.Ajiseka mengangguk, lalu mengikuti langkah lelaki yang menawari dirinya singgah. Sesekali dirinya mencuri pandang gadis yang mengingatkan dirinya kepada sosok wanita di padepokan Kahuripan. Pasalnya raut wajah gadis itu mirip dengan Galuh, murid Dewi Panguripan.“Tampaknya Nak Mas tidak berasal dari wilayah ini, saya Haryo Wicaksono dan ini Salindri, anak gadis saya,” ujar Haryo kepada Ajiseka setelah merek sampai di kediaman lelaki itu.“Saya
Read more
37. Pusaran air di tengah sungai
Seulas senyum menghiasi raut keriput lelaki tua yang berdiri menghadang langkah dua murid dari padepokan Balung Wojo. Bahkan, saat Ajiseka meminta izin melintas, lelaki itu malah menyeringai. Terlebih kepada Calingkolo, hal itu dikarenakan pemuda itu berasal dari bangsa siluman.“Sekali lagi izinkan kami melintas, Wahai siluman!” ucap tegas Ajiseka manakala sosok lelaki tua itu tidak mau menyingkir.Bukan tanpa sebab Ajiseka berkata tegas, pasalnya ia paham betul niatan sosok yang sejatinya berwujud buaya berkepala manusia yang sedang menjelma menjadi lelaki tua. Jelas ia menginginkan sesuatu dari Ajiseka yang memang saat melakukan perjalanan tidak menutup aura manusianya. Tetapi tatapan sosok siluman itu tidak tertuju kepada Ajiseka, melainkan ke arah Calingkolo. Tetapi setelah Ajiseka menyebut dirinya siluman, lelaki tua itu mengalihkan pandangannya. Tatapannya tajam dan berkilat kepada Ajiseka, begitu juga sebaliknya. Ya, sorot mata yang sama-sama berniat mengintimidasi satu sama
Read more
38. Kumbolo, Raja Tirtadunya dan Roh air.
Air bergolak dan gelembung-gelembung mulai muncul seiring bergeraknya anggota tubuh sang siluman. Bahkan, pusaran yang semula menyembul di permukaan Kedung berganti menyebar di kedalaman air. Selayaknya angin puting beliung, pusaran itu bergerak memutar dengan daya putar yang luar biasa.Ajiseka yang semula berdiri tenang mulai menerima efeknya, tubuhnya seperti terdesak benda yang memiliki bobot luar biasa berat. Tetapi anehnya, arus putaran tidak membuat dirinya terpental. Namun, malah berusaha menyedot raga Ajiseka agar masuk ke dalam lingkaran pusaran air yang semakin menyebar luas.“Kau menyerahkan dirimu sendiri wahai anak manusia ... Energimu begitu besar, dan aku menyukai itu mue he he he,” kelakar sang siluman. Dirinya begitu yakin raga mangsanya akan tersedot dan masuk di dalam lingkaran digdaya yang ia kerahkan.Tentu dirinya begitu yakin jika pemuda yang saat ini terombang-ambing akan tersedot oleh pusaran air ciptaannya. Bahkan, dirinya memaklumi jika proses itu memakan w
Read more
39. Gerbang sekte Kembang Kenongo.
Penyesalan Siluman buaya buntung yang bernama Surodono tidak berarti sama sekali, energi mustika bening seluruhnya sudah menjalar di tubuh Ajiseka. Akibatnya seluruh kekuatan yang dimiliki oleh Surodono perlahan melemah. Bahkan, wujud kepalanya berangsur memudar.Ya! Siluman buaya itu kalah sebelum melawan, pasrah dalam diam dan perlahan dari tubuh besarnya keluar gelembung-gelembung kecil. Sebuah proses yang sama sekali tidak terbayangkan sebelumnya. Leburnya kekuasaan terhadap istana kecil dan juga dirinya.Bahkan, Surodono masih sempat melihat jiwa-jiwa yang ia tahan berhamburan keluar dari tempat penahanannya. Lalu, lambat laut tubuhnya menyusut dan berubah menjadi gelembung kecil, lesap sudah sosok buaya raksasa yang ratusan tahun berdiri di tengah Kedung. Mencari tumbal dengan dalih sesaji dan menjadikan orang asing sebagai mangsa yang sah menurut dirinya.Seonggok benda mirip permata tergolek di dasar sungai, Mustika buaya, barang yang paling berharga milik Surodono itu tidak t
Read more
40. Tiga tetua sekte.
“Ingat, Ajiseka. Baiknya kau berhati-hati,” Calingkolo mengingatkan Ajiseka. Pasalnya ia melihat gelagat tidak beres dari adik seperguruannya.“Jujur aku penasaran dengan sekte itu, Kang. Bahkan, Padepokan tempat Romoku menimba ilmu pun, di hancurkan oleh anggota sekte itu. Sekalipun kejadian itu sudah puluhan tahun berlalu, tetapi aku yakin ada yang tidak beres hingga saat ini,” ujar Ajiseka.“Ya, itu sudah pasti. Seperti yang dikatakan oleh Ki Haryo Wicaksono, kau harus berhati-hati,” jawab Calingkolo.“Ya! Aku tau, Kakang. Bahkan, saat ini ada sepasang mata yang mengintai kita, Kang. Tetapi biarkan saja, aku ingin tau apa yang akan dia lakukan kepada kita,”“Biarkan pengintai itu menjadi urusanku, bawa dia menjauh dari sarangnya.”Ajiseka tersenyum tipis menanggapi ucapan kakak seperguruannya. Lagi-lagi dirinya menatap simbol dan mengeja aksara yang tertera di pilar itu. ‘PADEPOKAN LOWO IRENG’ nama padepokan yang berbeda, tetapi memiliki simbol yang sama.Langkah Ajiseka semakin me
Read more
PREV
1234569
DMCA.com Protection Status