Lahat ng Kabanata ng Gara-gara Selembar 50 Ribu: Kabanata 11 - Kabanata 20
99 Kabanata
Bab 11
Iman mengurut dadanya. "Kirain ada apa. Ngaget ngagetin aja sih, Mah. Kirain ada yang gawat.""Ini memang gawat, Pah!""Gawat kenapa?""Kan nggak ada duit buat beli gas nya."Huuuuhhh! Iman mengucak rambutnya kasar. Mau makan sama telor aja Susah!Iman lalu bergegas keluar rumah. "Mau kemana, Pah?""Makan di rumah Teh Yanah!"Huuuhhh! Nisa cemberut. Begitulah Iman sekarang. Tidak bisa makan di rumah, ia akan makan di rumah kakaknya itu. Perutnya kenyang tanpa perlu memikirkan yang di rumah sudah makan atau belum atau tidak makan sama sekali. Batin Nisa menjerit."Kamu keterlaluan, Pah!!"Nisa kembali ke kamar dan memainkan hp nya. Tapi ia tidak lagi ingin bermain. Ia terlalu kesal!Angannya kembali melayang jauh...Nisa ini sangat suka anak kecil. Dia juga seorang bibi yang penyayang. Rumah kecilnya selalu penuh dengan keponakan keponakannya. "Bibi masak nasi goreng, ya? Tika mauu." Nisa tersenyum. Ia tidak pernah bisa memasak sedikit karena keponakan keponakannya itu sering ikut
Magbasa pa
Bab 12
"Arii..!" teriak Yanti gemas. Ia kehabisan akal. Tangan Yanti bergerak ke telinga Ari tapi tangan Nisa langsung menahannya. "1 lagi, Bang. Buat Abangnya." Nisa meminta si Abang jualan memberikan 1 potong baju lagi. Ari menerimanya dengan wajah bahagia. Nisa ikut bahagia melihatnya. "Tuh Yanti! Nisa mah sayang sama anak Kamu! Kamu sendiri gimana?" sama Nino, maksud si Ibu yang bertanya. "Ayo Ari! Pulang! Mandi!" gegas Yanti mengajak anaknya pulang. Tidak ada basa basi untuk mengucapkan terimakasih. "Pakai baju ini ya, Mah?" teriak Ari riang. "Idih, tuh orang. Bilang makasih atau gimana kek anaknya udah di beliin baju. Main ngeluyur aja! Kamu nggak kesel apa, Nisa?"Masih saja ada yang berniat menjadi kompor antara sesama ipar itu. "Nggak papa, Bu. Yang penting Ari senang." Nisa baru saja akan membayar baju baju Itu saat Tika tiba tiba datang dan menjerit. "Tika juga mau, Bibi!""Tika bilang Mamah sana." Kata teh Mani. "Mamah nya nggak adaaa!" Tika mengerucutkan bibirnya. Ingin
Magbasa pa
Bab 13
Sepertinya semua sudah beres. "Papah berangkat, ya?" Iman akan keluar dari kamar. "Papah nggak ada yang kelupaan?" langkah Iman terhenti. Ia berpikir. Sepertinya semua sudah ada. Tapi.."Iya, Mah. Sabun sama sikat gigi." pasta giginya bisa nebeng, begitu pikir Iman. Nisa mengambilkan sabun dan sikat gigi yang Iman minta. "Papah beneran lupa, ya? Atau emang sengaja?" Iman menautkan alisnya. "Apa?""Papah belum ninggalin duit belanja. Papah mau senang senang di luar ninggalin anak istri kelaparan?" "Papah nggak punya duit." hati Nisa terasa melorot turun. "Papah bisa pergi?" "Kan ada Bos yang bayarin semuanya." airmata Nisa mengalir turun. "Kamu nggak mikirin yang di rumah, Pah?""Kan ada Nino." selalu begitu. Mengandalkan anak sulungnya ini. "Ya udah. Pergi sana." Nisa melangkah ke kamarnya tanpa menoleh lagi. Iman termangu di tempatnya. Semangatnya yang menggebu hilang sudah. Ia keluar menemui Anto, yang sudah menunggunya sejak tadi. Anto ini sahabat sekaligus bosnya. "Aku
Magbasa pa
Bab 14
Kembali ke laptop, eh bukan. Kembali pada Iman, maksudnya.Anto sangat puas. Tidak sia sia ia membawa sahabatnya ini. Iman dengan kepintarannya bekerja dengan cekatan. Mobil mobil yang sudah ia pegang tidak ada yang tiba tiba ngadat di jalan. Bos mereka juga sangat puas."Bang Iman itu hebat sekali, ya!" sayang rumah mereka jauh, andai saja Imam juga tinggal di Jonggol, ia tidak akan memasukkan mobil mobilnya ke bengkel lagi. Cukup Iman yang pegang. Anto ikut bangga untuk Iman. Yang di banggakan malah terlihat cuek. Bahkan ia menolak saat ditawarkan untuk pindah ke Jonggol. Disediakan tempat tinggal pula. Ia juga boleh membawa anak istrinya ke sana. "Hijrah, Man. Hijrah.""Ogah!""Daripada di sono Kamu hidup susah?""Aku nggak susah!""Laah.. ! Istrimu nangis mulu itu?""Sok tau, Kamu!" Iman ngambek. Apa dia lapar lagi? Tatapan Anto menyelidik. Iman membuang mukanya. Ia tidak sanggup jika harus terpisah dengan saudara saudaranya. Meskipun mereka seringkali menyakiti hatinya tapi e
Magbasa pa
Bab 15
Nisa tidak menyangka, aksinya mencuri uang Iman itu tersebar ke seluruh keluarga Iman. Mereka juga tahu Nisa membayar hutang pada mamanya.Mereka mulai menghasut Hasby."Abang di kasih berapa sama Iman?" Hasby menggeleng. "Iman itu banyak duitnya, Bang. 'Kan pakai tanah Abang, harusnya Abang dapat bagian, dong?" "Iman baru merintis. Mungkin nanti." jelas Hasby. Tapi ia mulai terpancing. Ia memang mendapat jatah berupa sembako tiap bulan dari Nisa. Iman juga membayarkan listriknya jadi ia tidak pernah dipusingkan lagi dengan urusan bayar listrik."Apaan sih, Bang! Si Nisa tuh ngasih Mak nya satu setengah juta sebulan! Sekarang mereka bisa beli TV juga!"Hasby diam. Hatinya mulai panas. Pemancingan itu 'kan tanahnya? Kenapa Dia tidak mendapat bagian? Iman pun di panggil. Lagipula Iman ini terlalu terbuka pada saudara saudaranya itu. Kalau bukan ia yang memberitahu mereka mengenai Nisa yang membayar hutang pada mamanya, darimana mereka tahu? Akhirnya ia pusing sendiri."Iman.." bla b
Magbasa pa
Bab 16
Buat yang belum mengerti apa itu pemancingan Galatama Lele akan Author coba jelaskan sedikit.Di pemancingan Galatama lele itu, ikan yang sudah terkena kail atau memakan umpan, Ikan itu akan di ceburkan lagi ke dalam empang. Pemancing mendapat poin dari berapa ikan yang ia dapat, juga siapa yang mendapatkan ikan terberat atau disebut babon. Siapa yang mendapat terbanyak atau teberat, ialah juaranya. Ia mendapatkan uang yang mereka bayarkan bersama. Itu judi bukan, sih? Nisa mulai merasa cemas. "Itu lomba, Mah. Bukan judi.Kalau judi, Kita nggak ngapa - ngapain dapat uang. Cuma modal uang doang." pendapat Nino menenangkannya. "Kok gitu? Jadi harus beli ikan terus?"" Iyalah! ""Terus gimana bayar Mamanya?""Dari duit warung aja!" 'Kaaan!"Nggak bisa, Pah. Uang warung Mamah kumpulin buat biaya kuliah Nino." Tidak lama lagi Nino lulus SMA. "Emangnya Nino harus kuliah, ya?""Harus dong, Pah! Emang harus seperti Papahnya?" Iman cemberut mendengar celotehan Nisa. Ia kembali merasa dirend
Magbasa pa
Bab 17
Anto berdecak kesal."Kamu tega banget, Man! Kita pergi 3 hari 3 malam, lho! Duit yang kemarin pasti sudah habis. Gimana sih Kamu jadi suami?!" Iman melongo. Ia sama sekali tidak memikirkan itu. Karena senangnya, 3 hari kemarin itu serasa sehari baginya. "Jadi kurang, dong!" keluhnya. Anto menggeleng gelengkan kepalanya. Ia mengeluarkan lagi dompetnya. Kali ini ia mengeluarkan 2 lembaran berwarna merah. Itu uang pribadinya. "Ini buat Nisa. Kasihin! Awas kalau Kamu tilep lagi!" Iman menerimanya dengan senang hati. "Beli jorannya yang sejuta aja kali, ya? Buat Nisa cepek aja." Anto melotot. "Awas kalau berani! Aku patahin Kakimu sekalian!" ancamnya. Iman pun takut. Anto selama ini selalu menepati kata katanya. Ia bisa sangat galak pada orang lain, tapi pada sahabat sahabatnya ia lebih banyak mengalah."Ya udah sana!" balas Iman. "Ngusir nih, ceritanya?""Kagak, Bang! Kali Kamu udah kepagian!" Iman tertawa. Ia tau Anto paling tidak suka dipanggil Abang. Kesannya ia terlalu tua. Pada
Magbasa pa
Bab 18
"Dengan cara ini baru adil. Nggak ada yang menguasai tanah di depan.""Iya, Bang. Hasilnya juga dibagi rata, jadi nggak ada yang dirugikan." senyum kepuasan tergambar di wajah Mumu dan Edi. Semua karena mereka tidak menginginkan Iman yang menempati tanah paling depan. Untuk menukar atau meminta Iman pindah dari sana tentu saja mereka tidak bisa, karena itu akan ditentang keras oleh Hasby yang mengakui itu memang hak Iman.Mereka takut pada Hasby. Kalau mereka menjual semua tanah ini, Hasby tidak dapat melarang mereka karena tidak ada bagian Hasby di dalamnya. Tiba - tiba Nisa merasa sedih. "Tapi ini peninggalan Nyak, Pah. Tempat Kamu lahir dan dibesarkan. Apa Kamu nggak sayang? Apa Kamu nggak nyesel nantinya?" cecar Nisa. "Mau bagaimana lagi kalau semuanya sudah setuju?""Teh Yanah juga?""Ya."Iman mengangguk. "Kok Teh Yana bisa setuju? Bukannya kemarin Dia..""Bang Mumu dan Bang Edi berjanji akan membagi hasil penjualannya sama rata. Jadi Teh Yanah akan mendapatkan bagian yang
Magbasa pa
Bab 19
Telunjuk Mumu masih terarah ke wajah Iman. "Kamu nanyanya kayak nggak suka gitu?!""Saya nggak suka gimana emangnya, Baaaang?" Nada panggil Iman mulai panjang karena marah. "Kamu mau nguasain juga?" ketus Edi. "Kok jadi bilang begitu? Kapan Saya nguasain? Nguasain apa, coba?" Iman mulai panas. Mereka tidak dapat langsung menjawab. "Kamu jangan sok ngatur, Man? Terserah Kita mau beli di mana!""Terserah Abang mau beli di mana! Duit ya duit Abang! Saya nggak punya urusan!" Iman melotot. Tangannya sudah terkepal. Edi melirik buku jari Iman yang sudah memutih. Pertanda Iman mengepalkan tangannya dengan sangat keras, pertanda ia sedang menahan kemarahannya. Ini gawat. Diantara mereka hanya Iman yang jago berkelahi. Mereka hanya jago adu mulut saja. Edi menarik Mumu. "Ayo, Bang. Kita ke rumah Bang Hasby!"Mumu yang tidak dapat membaca keadaan justru menolak dan berkata:"Emang Kamu itu sok kuasa, Man! Apa apa mau Kamu kuasain. Sekarang semua tanah Bang Hasby juga.."Buk!Bruk!Mumu
Magbasa pa
Bab 20
Mata Yanti hanya tertuju pada Iman. Ingin rasanya ia balas menonjok Iman. Tapi seperti Mumu, hanya mulutnya yang terlatih untuk adu mulut. "Suami Kamu ini nggak ngehargain Abangnya! Udah tau Bang Mumu lagi mabok, pakai dilayanin omongannya!""Orang mabok ngapain dihargain?" gerutu Iman sebal. "Pah?" "Kamu nggak boleh begitu sama Bang Mumu. Dia itu lebih tua dari Kamu! Bilangin Suamimu dong, Nisa?" pelototan marah Yanti berubah menjadi pelototan kaget setelah ia berpaling pada Nisa. "Pipi Kamu kenapa, Nisa?" Nisa tersenyum kecut. Apa yang dapat ia katakan? "Ini semua gara - gara Bang Mumu!" Yanti terkaget kaget mendengarnya. Bang Mumu hanya mengatakan pipinya biru karena ditonjok Iman, apa masalahnya, ia tidak mau menceritakannya. "Kamu nggak papa, Nisa?" sikapnya berubah lebih lunak. Ia lalu duduk di depan Nisa. Ia merasa iba melihat Nisa seperti itu. "Nggak papa, Teh. Ini udah dikompres sama Iman.""Bang Mumu yang nonjok?" tanyanya tidak percaya. Sekasar - kasarnya Mumu, ia ti
Magbasa pa
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status