All Chapters of Taruhan Dengan Ceo Muda: Chapter 51 - Chapter 60

"Aku benar-benar tidak… bisa… melupakan kejadian semalam!" batin Verlyn, memejamkan matanya karena kembali mengingat malam itu. "Ciuman… pertamaku…" gumam Verlyn pelan. Kayn menggeleng pelan mendengar gumaman Verlyn. "Kau pikir semalam bibir kita benar-benar bersentuhan?" tanyanya. Verlyn berpikir sejenak sambil memegang dagunya. "Memang, kan? Semalam itu…" "Kau hanya mencium sisi bibirku, dan setelah itu kau langsung tertidur sampai aku harus memindahkanmu ke kamar," jelas Kayn tenang. Verlyn terkekeh lalu mengangguk pelan. "Jadi begitu, ya, ceritanya. Hehe!" Ia tersenyum lega. "Syukurlah… Kalau memang kita tidak benar-benar berciuman, aku senang!" ucap Verlyn. "Aku memang sedikit menyayangkannya. Tapi aku ingin ciuman pertamaku terjadi saat aku sadar sepenuhnya dan tidak dipengaruhi apa pun. Itu akan menjadi momen yang sangat berkesan dalam hidupku!" lanjutnya panjang lebar. Kayn hanya mengangguk kecil. "Hm… Kukira kau akan sangat menyayangkannya," balasnya. Verlyn lang

Kayn dan Verlyn terdiam sejenak, berusaha mencerna apa yang baru saja dikatakan oleh Kaze kepada mereka. "Ada seseorang yang... mengincar kita?" tanya Verlyn bingung. Kayn menatap ke arah Kaze. "Makna dari kata 'keluarga kita' yang disebutkan oleh Ayah tadi, itu..." Kaze mengangguk pelan. "Benar, Kayn. Ayah dan Khalix merasa ada seseorang yang sedang mengincar keluarga Alreo dan keluarga Viondra," ujar Kaze. "Tapi... bisa saja itu hanya perasaan Ayah dan Tuan Presdir Khalix saja, kan?" balas Verlyn cepat. Kayn dan Kaze langsung menoleh cepat ke arah Verlyn, membuat gadis itu menjadi heran. "Kenapa? Ada... yang salah?" Kaze hanya menghela napas panjang, dan Kayn tidak menjawab pertanyaan Verlyn. "Kau tidak tahu apa yang terjadi di perusahaan selama beberapa hari belakangan ini, karena Ayah sendiri yang mengurusnya," ujar Kaze. Verlyn hanya tersenyum kecil sembari menggaruk bagian belakang kepalanya yang tidak gatal. "Memangnya apa yang terjadi di perusahaan selama aku menginap

'Kayn berada di kamarku, sekarang… rasanya seperti sedang bermimpi indah!' batin Verlyn, setelah duduk di kursi meja kerjanya. “Verlyn? Apalagi yang kau tunggu? Cepat nyalakan laptopmu!” ujar Kayn, menyadarkan Verlyn dari lamunannya. “Ah, ya! Sebentar...” Verlyn segera menyalakan laptopnya dan menghubungkannya dengan alat perekam suara yang sudah terpasang di bawah sofa ruang kerja Ayahnya. “Sudah!” Verlyn mengencangkan volume laptop, lalu menggesernya ke dekat Kayn yang berdiri di sebelahnya. Mereka mulai mendengarkan pembicaraan Kaze dan Khalix dengan cermat dari laptop Verlyn. --- Khalix: "Aku sedang memata-matai seseorang yang kemungkinan besar adalah penyebab kerugian pabrik Huresi dan perusahaan Jiza. Bisa jadi, dia juga penyebab turunnya saham perusahaan milikmu—secara drastis." Kaze: "Hm... Bagaimana kau bisa menyimpulkannya seperti itu?" Khalix: "Karena peristiwanya terjadi secara bersamaan. Masuk akal jika dalangnya adalah orang yang sama, bukan?" Kaze: "... Kau

Air mata Verlyn berlinang seketika setelah mendengar perkataan Caroline. Ia mengangguk senang. "Iya, Ibu! Terima kasih!" balas Verlyn sambil tersenyum, lalu memeluk Caroline. Kaze ikut merasa senang dan terharu melihat hubungan Verlyn dan Caroline yang kembali dekat. Verlyn dan Caroline melepas pelukan mereka dan saling tersenyum. "Verlyn, Caroline, ayo kita masuk sekarang untuk makan siang," ajak Kaze. Verlyn menoleh dan menatap tajam ke arah Kaze. "Ayah merusak suasananya!" Mereka semua terdiam sejenak, lalu tiba-tiba Verlyn dan Caroline tertawa bersama, membuat Kaze kebingungan. "Verlyn benar, kau merusak suasana manisnya, Kaze. Haha," sahut Caroline sambil tertawa. Kaze hanya menghela napas dan menggeleng pelan, namun ikut tersenyum. "Sudahlah, ayo kita makan siang sekarang," ajak Kayn. Verlyn dan Caroline mengangguk, lalu berjalan bersama Kaze masuk ke dalam rumah untuk makan siang bersama Ace, Selvania, dan Delcina, sambil membicarakan banyak hal. Di tengah-tengah perb

"Aku... merasa sangat senang setelah mengetahui bahwa ada orang terkenal yang mengajakku bekerja sama! Dan kau tahu, Kayn? Dia..." Sellina terus bercerita kepada Kayn melalui telepon dengan perasaan berbunga-bunga. Namun, Kayn hanya terdiam, tak benar-benar mendengarkan. Pikirannya sibuk dipenuhi oleh bayang-bayang Verlyn dan berbagai pertanyaan yang tak henti mengganggunya. 'Kenapa dia tidak mau menceritakannya padaku? Apa hubungan dia dan pengawalnya itu sudah sedekat itu?' batin Kayn sembari melamun. "Kayn, kau dengar aku bicara atau tidak, sih?" tanya Sellina kesal. Kayn tersadar, buru-buru mendekatkan ponselnya ke telinga. "Aku mendengarnya, Sellina..." jawabnya lembut. "Kenapa nada bicaramu terdengar datar? Kau bahkan tidak terlihat sedih atau kecewa saat aku bilang bahwa aku akan jauh darimu selama enam bulan! Enam bulan itu tidak sebentar, Kayn..." "Bukan begitu, Sellinaku... Aku merasa sangat sedih saat mendengar kabar perjalanan bisnismu. Tapi aku tak bisa melarangmu.