Semua Bab Taruhan Dengan Ceo Muda: Bab 71 - Bab 80

"Uh... Verlyn? Apa kau yakin dengan ini?" tanya Kayn pelan. Verlyn mengangguk pelan. "Ya! Sekarang kita terlihat seperti orang biasa, bukan?" Kayn tidak bisa berkata-kata setelah mendengar jawaban Verlyn, karena memang benar. Berkat ide Verlyn, mereka berdua tampak seperti orang biasa di mata orang-orang di sekitar... tapi juga, aneh? "Tapi Verlyn, aku merasa pandangan orang-orang justru semakin aneh terhadap kita," bisik Kayn pelan. Mereka berhenti di sebuah gerobak makanan yang menjual tahu tepung goreng. "Pak, tolong dua bungkus, ya! Yang satu pedasnya sangat banyak, yang satunya lagi cukup sedikit saja," ujar Verlyn ramah. Pria tua penjual makanan itu mengangguk. "Baik, Nona. Tunggu sebentar, ya..." Verlyn hanya mengangguk dan terdiam, memperhatikan cara pria itu membungkus tahu goreng. "Terlihat sangat... enak," gumamnya pelan. Kayn menghela napas dan menggeleng pelan. 'Apa di pikirannya itu cuma makanan, sih?' pikirnya. Verlyn terus memperhatikan tahu goreng di depan ma

"Tidak seru!" gumam Verlyn pelan setelah keluar dari gondola dan melangkah pergi, diikuti oleh Kayn dari belakang. "Memangnya menurutmu, yang seru itu seperti apa?" tanya Kayn sambil melihat-lihat hasil gambar yang diberikan Verlyn setelah perdebatan kecil mereka di dalam gondola tadi. Verlyn menghela napas panjang lalu menyilangkan kedua tangannya di dada. "Bianglalanya berputar terlalu lambat! Kalau putarannya diatur jadi lebih cepat, pasti lebih mengasyikkan!" jawab Verlyn bersemangat. Kayn tidak membalas. Ia hanya mengangguk pelan sembari terus menatap gambar-gambar foto yang digenggamnya, masih berjalan di belakang Verlyn. ‘Dasar pria…’ batin Verlyn, lalu kembali menatap ke depan. Tiba-tiba Verlyn menghentikan langkahnya. Kayn ikut berhenti dan berpindah ke samping Verlyn untuk melihat apa yang sedang menarik perhatiannya. ‘Uh... jangan bilang dia ingin...’ "Kayn..." panggil Verlyn pelan sambil menoleh, lalu menunjuk sesuatu di depan sana. "Ayo kita naik itu!" lanjutnya d

"Sampai kapan kau akan terus tertawa, Kayn?" tanya Verlyn, menatap kesal ke arah Kayn. "Entahlah... Aku masih tidak percaya saja bahwa seorang Verlyn bisa meminta maaf padaku. Haha!" jawab Kayn sambil terus tertawa. Verlyn mengerutkan dahinya, tak bisa lagi menahan ekspresinya. "Syibal!" batinnya. Kayn melirik ke arah Verlyn sambil terus tertawa. Ia melihat Verlyn yang menatapnya kesal, berusaha tetap tersenyum. Kayn menggeleng pelan dan menghentikan tawanya. 'Terlihat sekali dia memaksakan senyum itu...' Kayn memperbaiki postur duduknya dan menatap Verlyn. "Baiklah, apalagi yang ingin kau katakan?" tanyanya. Verlyn mengedipkan matanya cepat-cepat, lalu menggeser kursinya lebih dekat dan menyilangkan tangan di atas meja. "Ceritakan mengapa kau bisa mengalami paranoid itu!" tukas Verlyn. Kayn berpikir sejenak sambil menyentuh dagunya. "Kenapa kau menanyakan hal itu? Memangnya penting?" "Ya iyalah! Bagaimana bisa seorang Kayn yang pemberani dan cuek bisa punya p

Fredy langsung mencengkeram kasar tangan kanan Deriyana yang menggenggam granat itu, menatap tajam ke arahnya. "Apa kau tidak memikirkan keselamatan dirimu sendiri jika menyalakan ini?!" tanya Fredy dengan nada dingin. Bukannya merasa takut, Deriyana justru tersenyum dan tertawa keras di hadapan Fredy, membuat pria itu kebingungan. "Aku tidak takut, bodoh!" Deriyana berusaha menepis tangan Fredy, tapi cengkeraman pria itu terlalu kuat hingga sulit dilepaskan. "Hei, bocah! Kau pikir bisa lepas dariku, hah?" ujar Fredy kasar, memperkuat genggamannya. "Jangan harap!" Deriyana mulai merasakan sakit di pergelangan tangannya akibat cengkeraman Fredy. 'Sialan... Dia benar-benar tidak punya hati...' batinnya. Ia terus berusaha melepaskan diri sampai terhenti ketika mendengar suara seseorang memanggil namanya. "Kak Deriyana..." Deriyana menoleh dan matanya membelalak melihat Kayn telah tertangkap oleh anak buah Fredy, memeluk jaket miliknya dengan erat. "K–Kayn!" Deriyana buru-buru

"Aku ingin tidur sekarang, juga!" Verlyn mengerjakan beberapa soal permasalahan yang diberikan oleh Varsel sembari menahan kantuknya. Ia membuka matanya lebar-lebar agar kelopaknya tetap terbuka untuk membaca deretan soal yang menumpuk di depannya. "Setidaknya aku harus menyelesaikan tiga masalah lagi jika ingin beristirahat..." batin Verlyn. Ia terus memaksakan matanya untuk tetap fokus membaca dokumen yang ada di genggamannya. Ia menahan diri untuk tidak menguap meski air mata sudah mulai memenuhi pelupuk matanya. Verlyn berhasil menyelesaikan dua soal dan hendak menyelesaikan yang ketiga. Namun, ia tiba-tiba menguap tak tertahankan. "Hoamm..." Verlyn menutup mulutnya saat menguap, tak sadar bahwa Varsel sedang menoleh ke arahnya dan menatap tajam. Verlyn langsung tersadar, menoleh perlahan, dan mendapati tatapan tajam Varsel mengarah padanya. Ia menelan ludah dan menundukkan kepalanya dengan gugup. "Maafkan saya, Nyonya Varsel. Saya tidak sopan karena menguap di waktu pelajar