All Chapters of Elang Taraka: Lahirnya Pendekar Terhebat: Chapter 21 - Chapter 30
36 Chapters
Part 21 : Lahirnya Kembali Pendekar Naga Biru
Setelah berjumpa dengan Maha Resi Acarya Adiwilaga, kehidupan seorang Elang Taraka berubah seratus delapan puluh derajat. Selama ini dia tidak menguasai dasar-dasar ilmu kanuragan sama sekali. Hanya dalam waktu enam bulan berselang, telah bertransformasi menjadi seorang pendekar pilih tanding."Hiyaaat. Hiyaat."Elang terus berlatih dengan penuh semangat untuk menaikkan level kemampuannya dalam ilmu Kanuragan. Jika bukan karena fisik naga birunya, dia tidak akan secepat ini berakselerasi. Bahkan Maha Resi Acarya Adiwilaga sendiri juga mengakui hal tersebut. Elang menyerap ilmu darinya seperti air yang mengalir. Sungguh menakjubkan!"Elang, kamu sangat beruntung mendapatkan Mustika Naga Biru. Fisik naga biru telah menyatu denganmu, sehingga kamu berkali-kali lipat lebih cepat menyerap semua ilmu kanuragan yang kuajarkan padamu," puji Acarya Adiwilaga takjub."Ini adalah berkah tersembunyi dari ketaatan pada Guru." Jika bukan karena menjalankan titah Maha Resi untuk mengambil air dari
Read more
Part 22 : Memperdalam Ilmu Pengobatan
Sejak Elang belajar dan menguasai ajian gineng dari sang guru, pendengarannya menjadi lebih tajam. Dia bisa memahami bahasa binatang. Elang paham dengan erangan Loreng dan hewan lainnya. Seringkali dibuat takjub dengan apa yang didengarnya. Ternyata, bukan hanya manusia saja yang selalu memanjatkan pujian syukur pada Pemilik Langit dan Bumi. Para binatang juga melakukannya.Terkadang, Elang dibuat senyum-senyum sendiri saat mendengar obrolan burung yang sedang berkicau. Seperti hari ini. Sudut bibirnya terus terangkat naik mendengar burung hutan yang bertengger di pohon samping gubuk."Kuperhatikan sejak tadi, kamu terus saja tertawa," tukas sang Guru.Elang tersenyum malu, karena ketahuan sedang mencuri dengar obrolan sepasang burung di atas pohon."Ti-tidak, Guru. Hanya sedang berlatih," sahutnya pelan."Berlatih?" Maha Resi mana percaya. Berlatih apa? Sejak tadi, Elang hanya bengong saking asyik menyimak perbincangan receh sepasang burung yang sedang saling memuji satu sama lain,
Read more
Part 23 : Memergoki Gentala
Kanjeng Senopati Raden Mas Bratasena terlihat berjalan mondar-mandir di pendopo saat Selir Gayatri berjalan tergopoh-gopoh mendekat ke arahnya. Wajah pria paruh baya itu tampak gusar, seolah menahan rasa geram yang luar biasa.Kedatangan para Ksatria dari Jumantara dua hari yang lalu di istana, membuat hatinya resah dan gelisah.Ambisi Senopati Bratasena untuk bisa mempersunting Kenes Kirana sangat besar. Gadis molek itu selalu menjadi kembang tidur pria gagah itu setiap malam. Dia harus memikirkan cara yang tepat untuk menyelesaikan persoalan ini segera, karena besok Gusti Prabu akan membuat keputusan perihal lamaran itu."Kangmas, kamu harus membantuku kali ini!" Selir Gayatri dengan wajah diliputi amarah, tak sabar untuk melaporkan apa yang telah dilakukan Ratu Isyana Tunggaldewi pada pelayan setianya."Ada apa? Kenapa kamu begitu gusar, Nimas?" tanya Senopati menahan kesal. Sudahlah dia sedang pusing memikirkan cara untuk mengenyahkan para ksatria dari Jumantara, sekarang adiknya
Read more
Part 24 : Raden Ayu Diculik
Nyanyian jangkrik dan hewan hutan lainnya sedang mengalunkan kidung cinta untuk Sang Penciptanya. Elang tidur dengan gelisah. Beberapa kali dia menggumamkan sebuah nama dalam tidurnya.Kenes.Keringat membanjiri tubuh Elang Taraka. Padahal udara Wono Daksino malam ini dingin menusuk tulang."Bangun, Le! Kamu mimpi buruk lagi."Bukan sekali dua kali Elang memimpikan Raden Ayu, sudah tujuh malam ini. Maha Resi Acarya Adiwilaga sampai keheranan dengan kejadian berulang yang menimpa tidur pemuda itu."Kenes." Pria berambut putih itu menggoyang-goyangkan tubuh Elang supaya terbangun dari tidurnya."Elang, bangun!"Elang bangun dan duduk dengan napas tersengal seperti habis lari ribuan kilo meter. Sementara keringatnya mengalir deras dari sekujur tubuh. Menandakan dia begitu lelah dengan mimpinya. "Ada apa?""Aku mimpi yang sama lagi, Guru," resahnya. Cerita mengalir begitu saja dari mulut Elang. Dia menceritakan semua kejadian yang terjadi dalam mimpinya. Dia melihat, Kenes tengah memin
Read more
Part 25 : Perebutan Tahta
Beberapa Hari Sebelum PembelotanSemburat warna jingga di langit bagian barat tampak begitu menawan. Kawanan burung terbang secara berkelompok setelah puas seharian mencari makan untuk keluarganya, menambah suasana senja semakin indah.Hanya saja, keindahan yang menaungi senja di kerajaan Damar Langit ini, tak seindah suasana hati Gusti Prabu Maheswara Kamandaka. Pria paruh baya yang masih terlihat gagah itu sedang duduk termenung di taman Kaputren bersama Gusti Ratu. Dua hari ini, dia terus tenggelam dalam rasa tidak nyaman. Entah kenapa sikap Senopati Bratasena dua hari lalu sangat mengganggu hati dan pikirannya. Gusti Ratu yang sedari tadi duduk di sampingnya, ikut gusar."Kanda, apakah ada yang mengganggu hati dan pikiranmu?" tanya Isyana Kusumawardani lembut.Gusti Prabu menghela napas panjang. Lalu, dia membuangnya pelan-pelan."Dinda, entah kenapa ... aku merasa Paman Senopati sedang menyembunyikan sesuatu." Gusti Prabu berkata dengan gusar.Permaisuri menatap wajah suaminya de
Read more
Part 26 : Bratasena Membelot
Suasana di sekitar Istana Damar Langit sangat mencekam. Langit yang tadi pagi begitu cerah, kini terlihat mendung. Begitu pun dengan sang Raja dan sang Ratu, entah bagaimana kabarnya? Apa kedua pasangan itu juga ikut mendung atau bahkan hujan tangis terus mengalir deras, melihat apa yang sudah terjadi dengan kerajaan yang kini di ujung tanduk.Raden Mas Hadyan Ganendra celingak-celinguk begitu berhasil menyusup di Kaputren. Tak ada sosok Raden Ayu Kenes Kirana di setiap tempat yang dia sisir. Pemuda mengusap mukanya gusar. Napasnya tesengal dengan wajah tertarik. Rasa kecewa jelas tergambar di wajahnya. Ksatria Jumantara yang menginginkan Kenes menjadi pendampingnya itu tengah kebingungan. Dia mendapati ruangan pribadi pujaan hatinya telah kosong melompong. Jejak Kenes tidak ditemukan di seluruh Kaputren. Bahkan, tidak ada seorang Dayang pun yang bisa dimintai keterangan perihal ini. Membuat hati pria itu kecewa.Di luar sana, suasana sangat mencekam. Prajurit bawahan Kanjeng Senopati
Read more
Part 27 : Mendapatkan Misi
Tengah malam yang sunyi, Elang Taraka masih saja terjaga. Dua pekan terakhir telah dihabiskannya untuk mengabdikan diri di Dusun Sewindu untuk menangani pagebluk yang melanda desa itu. Meski dalam hati makin resah tidak karuan ingin segera bergegas menuju Istana Damar Langit, tapi dia tidak bisa mengabaikan nasib ratusan warga dusun yang membutuhkan perawatannya.Berulang kali Elang membuang napas tak berdaya."Simbok, semoga Pemilik langit dan bumi menjaga panjenengan," lirih Elang melantunkan harapan. Entah bagaimana nasib wanita itu saat ini, Elang sungguh khawatir. Terpisahkan jarak yang begitu jauh selama berbulan-bulan berlalu. Pemuda itu tentu saja khawatir dengan wanita yang telah melahirkannya. Namun, saat ini dia tak punya pilihan lain, selain tinggal dulu sampai wabah di desa ini mereda.Tak dapat tidur, Elang bangkit dari dipan reyot yang dipakainya merebahkan diri. "Nak Mas, sampeyan mau kemana?" Suara salah satu warga desa menyapa indra dengar Elang begitu dia melangka
Read more
Part 28 : Desa Kahuripan
Burung rajawali raksasa terbang melayang di cakrawala berputar-putar di langit Kahuripan. Kepakan sayapnya menampar angin yang menciptakan deru yang berisik. “Kamu yakin ini Desa Kahuripan?” tanya Elang memastikan. Elang yang tampak duduk dengan tenang di punggung rajawali, bersikap waspada. Dia belum sembuh dari keterkejutan. Dirinya sendiri masih belum percaya sepenuhnya dengan apa yang dialaminya saat ini. Sehebat inikah bisa menguasai ajian gineng? Tidak disangka sebuah keluhan ringan untuk bisa terbang menuju Kahuripan didengar oleh burung ini."Kamu bisa lihat di sebelah sana, di rumah itu orang yang kamu cari disekap," balasnya."Hey, kamu bahkan bisa mengerti apa yang sedang kupikirkan?" Elang mengelus kepala rajawali raksasa dengan tatapan curiga.Rajawali tidak menjawab. Dengan pongah dia mencari tempat nyaman untuk mendarat.Langit yang sehitam tinta menyamarkan keberadaan mereka. Orang yang di bawah seakan tak terpengaruh. Suasana tetap lengang. Kesunyian melanda hanya t
Read more
Part 29 : Membawa Pergi Raden Ayu
Elang sama sekali tidak menyangka Kenes Kirana justru akan melakukan hal yang kontra produktif dengan rencananya. Setelah berhasil masuk ruangan untuk bertemu dengan Kenes dengan susah payah, gadis itu malah melaporkannya pada penjaga. "Gusti Putri, aku datang untuk menyelamatkanmu!" dengkus Elang tak berdaya."Menyelamatkan dari apa? Aku aman di sini!" balasnya masih dengan tatapan curiga.Pemuda tampan berambut panjang itu hanya bisa membuang napas gusar. Ucapan sudah terlanjur keluar tak bisa ditarik lagi. Suaranya begitu jelas menyapa indra dengar para pengawal yang berjaga dengan penuh kewaspadaan di luar. "Maaf, Raden Ayu. Aku terpaksa melakukannya!" Elang Taraka menotok titik akupuntur Raden Ayu. Daripada Kenes akan bertindak di luar kontrol Elang, lebih baik dia membuat Kenes pingsan saja. Tak ingin memperpanjang dialog yang tidak berguna.Bersamaan dengan itu, terdengar derap suara langkah kaki memasuki ruangan dengan tergesa-gesa."Kurang ajar! Orang jahat berani masuk ke
Read more
Part 30 : Kembali ke Desa Sewindu
"Kalau begitu, katakan padaku, kamu memilih untuk mati dengan cara bagaimana?" Elang berkata jengkel. Gadis ini seharusnya mengucapkan terima kasih padanya, bukan malah menuduhnya sebagai penjahat. Kenes membuang wajah sambil memberengut. Tidak menyangka Elang berani berkata begitu padanya. Apa dia lupa, saat ini sedang bicara dengan Putri Raja Damar Langit? "Kenapa? Kamu tidak percaya padaku kalau aku bisa melemparmu ke bawah sana sekarang?" tambah Elang menantang. Sesekali, gadis ini memang harus diberi pelajaran, supaya tidak bersikap sesuka hati. "Kamu berani? Kamu akan menjadi buronan seluruh kerajaan Damar Langit jika berani bersikap kurang ajar padaku!" Kenes membalas kasar. "Tentu saja aku berani! Kamu jangan menantangku!" Ingin sekali Elang memukul kepala gadis cerewet ini, kesal. Kenes mendengkus sebal. Melihat ekspresi serius Elang saat mengatakan akan melemparnya ke bawah, Kenes mendadak ngeri. Lebih baik dia menahan diri dan mengomel lagi setelah turun dari punggung
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status