All Chapters of Kultivator Inti Semesta: Chapter 1131 - Chapter 1140

“Uhuk, uhuk, uhuk.” Suara batuk kecil memecah kesunyian. Pemilik kedai melirik sambil menutup mulutnya dengan tangan. Bahunya sedikit terguncang karena batuk itu, dan suara kasar yang tertahan membuat Xiao Tian segera tersadar dari kondisi fokusnya. Xiao Tian menoleh, baru menyadari kedai itu sudah benar-benar kosong. Kursi-kursi kosong tersusun rapi, lantai kayu yang sebelumnya penuh langkah kaki kini hening tanpa jejak. Hanya dirinya yang masih duduk di kursi, sementara pria gemuk itu sedang merapikan meja, menyapu sisa remah kacang dan tetesan arak dengan kain lusuh. “Senior, maafkan aku. Aku terlalu larut menikmati arakmu. Berapa harga yang harus ku bayar untuk arak yang aku minum?” tanyanya dengan nada sungguh-sungguh. Ia mengangkat sedikit tangannya sebagai isyarat permohonan maaf, gerakannya sopan dan penuh hormat. “Tidak mahal, hanya dua ratus batu Kekacauan Laut Kosmik.” Xiao Tian sontak terdiam. Ekspresinya membeku, tatapannya perlahan meredup. Ia baru ingat, dirinya sa

Xiao Tian menutup matanya. Ia memusatkan pikiran untuk mempelajari setiap celah dari keterampilan bela diri yang selama ini ia kuasai. Gerakan demi gerakan yang sebelumnya tampak samar, kini terlihat jelas dalam pikirannya. Ia membayangkan setiap pergerakan energi, arah rotasi, serta perubahan halus dalam aliran kekuatan. Selain keterampilan bela diri, Xiao Tian juga memperdalam pemahaman tentang tiga teknik yang menjadi dasar kekuatannya: Alkemis, Array, dan Artefak. Ia tahu bahwa menguasai seni bertarung tanpa memahami fondasi pendukungnya hanyalah setengah kekuatan. Maka, ia menyelam lebih dalam ke dalam pengetahuan yang pernah diberikan padanya. Semua teknik Alkemis yang tercatat dalam gulungan yang diberikan Wan Ren mulai ia pahami lebih dalam lagi. Dalam pikirannya, simbol-simbol rumit dari formasi alkimia berputar cepat, saling bertautan dan membentuk pola yang sempurna. Setiap garis koneksi yang dulu tampak rumit kini menjadi lebih jelas dari sebelumnya, seolah arak itu memb

Xiao Tian membuka matanya sejenak, lalu menutupnya kembali. Tanpa ragu, Xiao Tian segera mengerahkan energi ilahi dan energi kekacauan yang telah menjadi energi asal, mengumpulkannya di titik pusat dantiannya. Energi itu berputar cepat, lalu menabrak penghalang tersebut dengan kekuatan yang luar biasa. BAANG! BAANG! Suara ledakan energi terdengar menggema di dalam ruang tertutup itu. Udara di sekitar tubuhnya bergetar hebat, tekanan ilahi menyebar ke seluruh ruangan, membuat dinding-dinding batu tampak bergetar halus. Seketika, penghalang itu hancur. Arus energi baru mengalir deras menggantikan yang lama, lebih kuat, lebih murni. Tubuh Xiao Tian diselimuti cahaya lembut, aura kekuatannya melonjak tinggi. Dalam satu tarikan napas, ia berhasil menembus dari peringkat empat belas Raja Dewa Surgawi menuju peringkat lima belas. Namun, proses itu tidak berhenti di sana. Energi dalam tubuhnya masih terus bergolak, seperti badai yang belum mencapai puncaknya. Dalam dorongan yang luar biasa

“Karena kamu menolak untuk kembali, aku tidak punya cara lain untuk memaksamu, meskipun harus mematahkan seluruh tulang-tulangmu!” ucap Situ Nan dengan mata menyala tajam. Ranah kekuatan Situ Nan berada di peringkat delapan Raja Dewa Tertinggi. Dengan garis darah yang dimilikinya, dia hanya mampu meningkatkan ranahnya empat peringkat, menjadi peringkat dua belas Raja Dewa Tertinggi. Meskipun berada satu peringkat lebih tinggi dari Situ Yu, ia tetap terdesak oleh tekanan kekuatan pemuda itu. Merasa terpojok, Situ Nan akhirnya memutuskan untuk mengeluarkan kartu andalan terakhirnya—hadiah pribadi dari Kakak Situ Yu. Dengan gerakan hati-hati, ia mengeluarkan sebuah kotak kecil. Kotak itu bergetar ringan ketika dibuka, dan di dalamnya terdapat sebuah pil berwarna ungu gelap. Situ Nan menatap pil itu sejenak, lalu berkata pelan, “Situ Yu, maafkan aku, aku harus membawamu apapun yang terjadi.” Tanpa ragu, ia menelan pil ungu itu. Dalam sekejap, suhu di sekitarnya naik tajam. Api ungu me

Situ Yu langsung terbang menuju kota Langfei. Tubuhnya melesat cepat membelah udara, meninggalkan jejak energi api ungu yang perlahan memudar di belakangnya. Angin berdesir kencang di sekitarnya, membentuk gelombang tipis yang bergetar setiap kali ia menembus lapisan udara. Di kejauhan, siluet kota Langfei mulai tampak jelas. Saat ia melintas di atasnya, pandangannya sempat tertumbuk pada sosok seorang pemuda yang berdiri di tepi salah satu gedung tinggi. Pemuda itu menatap ke langit, tepat ke arahnya, tanpa sedikit pun rasa gentar. Pandangan mereka bertemu. Dalam sekejap, hawa di sekitar mereka seperti berhenti mengalir. Tekanan kekuatan yang tak terlihat beradu dalam diam, menciptakan riak tipis di udara meski jarak mereka terpisah jauh. Keduanya saling menatap. Tak ada satu kata pun yang keluar dari mulut mereka. Hanya keheningan singkat yang dipenuhi ketegangan dan rasa waspada. Meski hanya berlangsung sekejap, pertukaran pandangan itu sudah cukup untuk menimbulkan kesan yang da