All Chapters of Kultivator Inti Semesta: Chapter 621 - Chapter 630

Xiao Leng meraung kesakitan saat roh artefak pedang Raja Neraka ditelan oleh roh artefak pedang karat misterius. Raungannya bergema di seluruh penjuru arena, menggema ke langit yang kini gelap akibat ledakan sebelumnya. Aura jiwanya terguncang hebat, dan tubuhnya sempat tersentak mundur beberapa langkah di udara. Kedua tangannya mencengkeram dadanya erat-erat, namun tak ada yang bisa dia lakukan untuk menghentikan proses mengerikan itu. Darah, dan energi ilahi-nya bergetar. Saluran energi dalam tubuhnya terasa mendidih, seperti sedang ditarik dan diperas dari sumber paling dalam. Ia tidak kehilangan kesadaran, tapi tubuhnya seperti kehilangan pegangan. Koneksi antara dia dan pedangnya terputus secara paksa, dan itu bukan sekadar kerusakan spiritual biasa. Itu adalah penindasan penuh terhadap kehendak senjata yang telah ia bentuk ikatan seumur hidup. Hanya dalam waktu setengah jam, siluet merah sudah menghilang, dan siluet hitam masih berdiri. Api hitam pada tubuh siluet itu perlahan

Semua Tetua Klan Xiao melongo menyaksikan itu, karena mereka tidak berharap Xiao Tian dapat mengubah keterampilan kebanggaan Klan Xiao. Untuk melatih keterampilan teratai api petir-nya saja, hanya empat orang yang bisa menguasainya, tapi Xiao Tian tidak hanya menguasainya, tetapi dia dapat mengubahnya. Dan pengubahannya bukan hanya modifikasi, tetapi peningkatan secara mutlak, sesuatu yang belum pernah terjadi dalam sejarah Klan Xiao. Hati mereka bergolak. Apa yang mereka saksikan bukan sekadar keberhasilan teknis. Itu adalah terobosan yang mengubah posisi Xiao Tian di mata seluruh Klan. Seorang pemuda yang bukan hanya jenius, tapi pencipta ulang warisan. Teratai api petir yang diperkuat bulu Phoenix melesat ke arah Xiao Leng. Jika dia tidak menyerah, dia bisa hancur menjadi abu. Tapi Xiao Leng masih tidak mengucapkan kata menyerah. Ketika teratai api petir yang diperkuat bulu Phoenix sudah sangat dekat, dan aura kehancurannya sudah sangat terasa, tiba-tiba semua orang mendengar r

Tubuh Xiao Wen perlahan bergetar. Kakinya terasa berat, seperti tertanam di tanah. Tekanan itu belum sepenuhnya mereda, namun lidahnya telah mengucapkan kata-kata yang selama ini tak pernah ia bayangkan akan ia ucapkan. Kata-kata tunduk. Kata-kata pengakuan bahwa kini, dia bukan lagi pihak yang punya kekuatan untuk menuntut apa pun. BUZZ!!! Ruang di hadapannya bergetar, seperti digerus oleh tekanan dimensi yang menyesakkan. Celah spasial yang awalnya tak tampak mulai terdistorsi, membentuk pusaran tipis yang bergetar tajam di udara. Dalam sekejap, sesosok pria paruh baya muncul dari udara tipis, tanpa tanda-tanda kehadiran sebelumnya. Tak ada kilat. Tak ada lonceng. Hanya tekanan yang menyayat ruang, seperti dunia enggan menampung kehadirannya. Wajah pria itu tampak tenang, bahkan hampir tidak menunjukkan ekspresi. Namun sorot matanya tajam, seperti tepi pisau yang belum pernah tumpul. Penuh dengan penghinaan. Penuh dengan penilaian yang tak bisa disembunyikan. Tatapannya menusuk l

Para penonton yang duduk berjajar di tribun menyaksikan kejadian itu dengan rasa penasaran yang memuncak. Namun tidak ada satu pun yang berani bertanya. Tidak ada yang cukup bodoh untuk mencoba mengintip isi cincin dewa dengan kesadaran ilahi mereka. Mereka tahu konsekuensinya. Mereka tahu di hadapan Xiao Jian, tindakan ceroboh seperti itu hanya akan membawa kematian sebelum mereka sempat menyadari apa yang terjadi. Setelah pembagian hadiah selesai, satu demi satu para tamu terhormat dari berbagai galaksi mulai berdiri. Suasana kembali berubah. Semua mata tertuju ke titik yang sama. Riuh yang sempat mereda kini dipenuhi dengan rasa penasaran dan kehormatan yang menggantung di udara. Sosok seorang wanita paruh baya muncul di tengah panggung penghormatan. Usianya mungkin telah melampaui masa muda, namun pesona yang memancar dari tubuhnya membuat banyak orang tertegun. Langkahnya tenang, tidak mencolok, namun setiap gerakan membawa keanggunan yang menggetarkan pandangan. Ia mengenakan

Xiao Tian mengepalkan tangannya, hatinya terguncang saat mendengar nama Galaksi Pedang Surgawi, karena dia ingin segera datang ke sana untuk bertemu dengan kakak perempuannya. Kakak dalam makna paling dalam bagi Xiao Tian. “Kakak, sekarang aku sudah berada di pusat galaksi Divine Lightning Fire, aku berjanji akan segera menemui mu ke Galaksi Pedang Surgawi,” batin Xiao Tian. Sorot matanya mengeras. Bukan karena ambisi. Tapi karena janji yang belum ditepati. Janji yang dia simpan sejak hari mereka berpisah. Janji yang tak pernah dia ucapkan, tapi hidup dalam setiap langkah yang dia pilih. Hua Jingmi menatap Xiao Tian yang masih tertegun, dia pikir Xiao Tian terpana dengan hadiah yang diberikan. Dia tidak mengetahui pikiran Xiao Tian saat ini. Dia tidak tahu bahwa dalam diam, anak muda itu sedang membuka kembali kenangan yang paling dalam. Kenangan yang tidak bisa dilihat siapa pun, namun membentuk setiap keputusan dan keberanian yang ia miliki sekarang. “Tuan muda, apakah tuan muda