Semua Bab Pembalasan sang Istri Tertindas: Bab 841 - Bab 850

Norman menatap Rachel yang wajahnya tampak pucat dan ekspresinya aneh. Dia merasakan firasat buruk.Meskipun demikian, dia tetap menjalankan tugasnya dan bertanya, "Apa yang ingin Bu Rachel minta?"Rachel menggertakkan gigi dan berkata, "Aku ingin dia memberiku seorang anak, secara terbuka menyatakan kalau anak itu adalah satu-satunya ahli warisnya."Norman mengernyit mendengar itu. "Bu Rachel, ini permintaanmu atau Pak Anwar? Kamu tahu cara memanfaatkan Bu Elaine untuk melawan Bu Janice, artinya kamu bukan orang bodoh.""Jadi, kenapa kamu mau diatur-atur oleh Pak Anwar? Hanya agar setelah kamu meninggal nanti, ada yang mewarisi ambisimu dan tetap menempel pada Pak Jason?""Norman! Kamu cuma asisten! Nggak pantas bicara begitu kepada atasan!" bentak Rachel.Wajah Norman tetap tenang. "Atasanku hanya Pak Jason dan aku hanya setia pada Pak Jason. Kalau Bu Rachel nggak mau menandatangani surat itu, aku hanya bisa berdiskusi langsung dengan Pak Landon."Setelah berkata demikian, Norman men

Janice membawa Jason kembali ke penginapan saat Vega sedang bermain dengan Louise.Begitu melihat mereka datang, Vega sempat tertegun. Dia ingin mendekati Jason, tapi kemudian bersembunyi lagi di belakang Louise, jelas menunjukkan ekspresi tidak senang.Dia mendongak menatap Janice sejenak. Janice tahu anak ini takut membuatnya sedih. Dia pun menunjuk pria di sebelahnya dan berkata, "Kemarilah."Vega langsung senang dan berlari ke arah Jason.Jason langsung menggendongnya. "Kangen aku?"Vega mendengus tanpa bicara, tetapi tubuhnya sudah menempel di pelukan Jason.Louise diam-diam bertepuk tangan. "Tadi Janice bilang Pak Jason sudah balik, aku sampai kaget.""Memang seharusnya pulang, tapi aku putuskan bawa mereka," jawab Jason."Begitu ya ...." Louise terlihat agak sedih. Merasa baru saja dekat dan punya teman, tetapi harus berpisah. Yang paling berat untuknya adalah berpisah dengan Vega."Vega, kamu harus dengarkan kata mamamu ya. Kalau ada apa-apa, langsung telepon aku," pesan Louise

Di saat emosi memuncak, ponsel Jason tiba-tiba berdering. Dia menyipitkan mata, menarik napas dalam-dalam dua kali, lalu mengambil ponselnya dengan kesal.Melihat itu adalah panggilan dari Norman, dia pun menahan diri dan menerima panggilan. "Ada apa?""Bu Rachel nggak setuju dan dia terus menekankan soal anak," sahut Norman."Aku sudah ngerti.""Rumah sakit dan jadwal semua sudah diatur. Besok kalian sudah bisa kembali ke Kota Pakisa.""Oke."Jason menutup telepon. Janice langsung menarik pakaiannya, mengernyit. Tangan Jason sungguh cepat. Kemejanya sendiri sudah dilepaskan.Dengan berpura-pura tenang, Janice bertanya, "Ada apa?"Jason meletakkan ponsel, bertelanjang dada dengan kedua tangan di dalam saku celana. "Rachel pernah mencarimu?"Tangan Janice yang sedang merapikan kancing bajunya terhenti. Dia mengangguk pelan. "Ya.""Apa yang dia katakan padamu?""Kecelakaan mobil." Janice menjawab dengan ragu sambil memainkan kancingnya. "Kamu pulang waktu itu untuk menemuiku, 'kan?""Itu

Setelah berpikir sejenak, Janice bertanya dengan sungguh-sungguh, "Pak Landon, ayahmu benar-benar menginginkan anak Rachel? Bukan karena anak itu adalah hasil gabungan Keluarga Karim dan Keluarga Luthan?""Tentu saja bukan. Dia hanya nggak rela kehilangan Rachel. Tapi Rachel nggak mau pulang, itu sangat membuat hati ayahku terluka. Kalau nanti Rachel benar-benar meninggal, ayahku nggak akan kuat."Setelah mengatakan itu, Landon menambahkan, "Tapi, tenang saja. Karena kami sudah memutuskan Rachel harus bercerai, aku nggak akan membiarkan dia melahirkan.""Tapi, aku belum terlalu paham maksud ucapanmu tadi," kata Janice. Dia melirik Arya dan Zion yang juga tampak penasaran.Dengan suara pelan, Janice berkata, "Rachel hanya ingin seorang anak. Keluarga Luthan ingin darah daging Rachel, tapi Jason nggak ingin dan juga nggak bisa. Karena anak itu nggak boleh sampai jatuh ke tangan Anwar. Intinya, anak itu boleh menjadi anak keluarga mana pun, kecuali Keluarga Karim."Agak bertele-tele, tapi

Yang berbicara adalah Elaine. Begitu dia tahu Jason dan Landon datang, dia langsung menyadari bahwa situasinya tidak sederhana.Tak disangka, baru masuk ruangan, dia sudah melihat Rachel hendak menandatangani surat cerai. Dia segera maju dan merebut pena dari tangan Rachel."Kamu gila? Kalau kamu tanda tangan surat cerai, kamu nggak akan punya apa-apa lagi!" hardik Elaine.Rachel mengulurkan tangan, berusaha mengambil kembali pena itu. "Selama aku menandatanganinya, aku bisa mendapat anak. Selama anak itu ada, dia nggak akan pernah melupakanku.""Rachel, jangan sebodoh itu. Bukankah kita sudah sepakat menggunakan masalah Ivy untuk melawan Janice? Selama nggak ada dia dan anak haram itu, semua akan menjadi milikmu," bujuk Elaine.Rachel tampak sedikit goyah, tetapi begitu dia teringat bahwa Janice memiliki anak dari Jason, tatapannya kembali menjadi keras kepala."Bibi, aku mau anak. Kalau aku punya anak, Pak Anwar juga akan membantuku dan anakku."Mendengar itu, Elaine menggertakkan gi