Sembari menggigit ujung kukunya, Serin memutuskan untuk membantu Jevandro. Perlahan ia membungkuk, membelai lengan pria itu dengan ragu.“Kak Jevandro,” bisiknya, menyentuh pipi Jevandro yang hangat, “saya bantu ke kamar, ya? Kakak harus istirahat.”Pria itu hanya menggumam, mata setengah terpejam, tubuhnya nyaris tak bergerak.Serin menghela napas sekali lagi, lalu menunduk lebih dalam dan meraih lengan Jevandro yang berat untuk diletakkan di atas bahunya sendiri. Satu lengannya melingkar di pinggang pria itu, mencoba menopangnya agar berdiri.Langkah demi langkah, ia menyeret tubuh suaminya dengan susah payah. Tubuh Jevandro yang tegap dan tinggi menjulang membuat Serin terseok, seperti menahan beban yang terlalu besar untuk ukuran tubuhnya yang mungil. Sesekali kaki Serin tergelincir di lantai marmer yang licin. Peluh mengembun di pelipisnya, tetapi ia tidak menyerah.“Kita sudah hampir sampai… sedikit lagi,” gumamnya lirih.Ketika mereka tiba di ambang ranjang, tubuh Serin sudah
Terakhir Diperbarui : 2025-05-13 Baca selengkapnya