All Chapters of Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati: Chapter 991 - Chapter 1000

"Kak Kalingga!" panggil Andini, lalu berjalan ke arahnya.Sementara itu, Kalingga tetap berdiri di tempatnya dengan tatapan penuh senyuman."Aku dengar, kamu pulang ke ibu kota dengan Pangeran hari ini. Kebetulan aku lagi nggak ada tugas, jadi bisa datang untuk mengunjungimu."Sambil berkata demikian, sepasang tatapan Kalingga yang dingin tertuju pada bunga plum merah tersebut. "Indah sekali mekarnya."Andini telah berjalan hingga tepat di hadapan Kalingga. Mendengar ucapan Kalingga, dia pun berbalik dan menatap pohon plum merah itu. Wajahnya dipenuhi dengan kelembutan dan ketenangan. "Benar, pohon ini memang indah sekali.""Aku dengar tentang hubunganmu dengan Pangeran Surya." Suara Kalingga terdengar lagi. Andini terkejut, lalu menoleh dan menatap Kalingga dengan sedikit kebingungan.Kalingga tersenyum tipis, lalu berkata perlahan, "Bagus, itu keputusan yang baik. Setidaknya aku bisa merasa tenang."Setidaknya, dia tahu bagaimana karakter dan kemampuan Surya. Menyerahkan Andini pada

Sebenarnya, ini juga merupakan salah satu alasan Kalingga mencari Andini. Tentu saja, Kalingga juga mempertimbangkan posisi Andini. Namun sebagai kakak Rangga, mana mungkin dia tidak merasa cemas?Memimpin pasukan di medan perang bukanlah sebuah perkara kecil. Ditambah lagi dengan kondisi Rangga sebelum berangkat itu, Kalingga benar-benar khawatir Rangga akan melakukan kesalahan saat berperang.Kalingga takut bahwa adiknya akan berangkat dalam keadaan hidup, tetapi pulang hanya meninggalkan nama. Andini sendiri juga memahami kekhawatiran Kalingga. Jadi, dia pun bertanya, "Kak Kalingga mau aku bagaimana?"Kalingga menarik napas dalam-dalam, lalu berkata, "Kalau bisa, aku ingin kamu menuliskan sebuah surat untuknya agar dia bisa menenangkan diri. Tunggu sampai peperangan ini selesai dulu, baru kita bahas lagi setelahnya."Sebenarnya, permintaan ini tidak termasuk keterlaluan.Isi dari surat itu bisa ditulis dengan sesuka hati, asalkan bisa menenangkan hati Rangga untuk sementara waktu.

Tujuan Andini kembali ke Kediaman Adipati tentu saja untuk menemui gurunya. Karena itu, dia tidak memberi tahu siapa pun.Orang-orang di kediaman tentu tidak akan menghalangi saat melihatnya kembali, tetapi mereka langsung melapor kepada Kresna.Andini tidak peduli soal itu. Dia langsung menuju tempat tabib kediaman. Begitu memasuki halaman, dia langsung mencium aroma obat yang kuat. Andini langsung berseru ke arah ruang obat, "Guru sedang merebus ramuan apa? Aromanya enak sekali!"Mendengar suara Andini, tabib kediaman langsung keluar. Melihat Andini, wajahnya berseri-seri. "Kemarin aku lihat Tuan Abimana pulang, jadi kupikir kamu pasti akan datang hari ini! Bagaimana? Perbatasan menyenangkan nggak?""Nggak menyenangkan! Aku hampir saja mati di sana!" Andini sengaja menakut-nakuti gurunya.Tabib kediaman malah tersenyum lembut. "Mana mungkin Pangeran Surya membiarkanmu mati."Andini tertegun, tak menyangka tabib kediaman sudah tahu soal itu. Pipinya pun memerah karena malu. "Guru suda

Di dalam kereta, pikiran Andini seperti kehilangan kendali, berlarian ke sana ke sini tanpa arah.Sesaat dia teringat masa kecil, saat dia bersandar di pangkuan Kirana dan mendengarkan lantunan lagu pengantar tidur dari sang ibu. Kemudian, tiba-tiba ingatannya berubah menjadi adegan di mana kepalanya ditekan ke tanah dan dihina oleh para pelayan senior di penatu istana.Saat berikutnya, dia terbayang lagi bagaimana Keluarga Adipati selalu membela Dianti. Setelah itu, wajah Kresna yang rambutnya telah memutih pun terlintas di benaknya.Sebenarnya jika dia benar-benar tega, semuanya bisa saja diputuskan tanpa sisa. Seperti yang pernah dikatakan Surya, luka lama sekalipun tetap saja akan terasa sakit jika dikorek. Dia tidak perlu memikirkannya terlalu dalam.Namun, hubungan darah adalah sesuatu yang paling sulit untuk dilepaskan, seperti sulur tanaman yang tumbuh liar di musim semi, melilit lehermu dan mencekikmu. Atau seperti embun beku musim dingin yang meresap ke dalam paru-parumu ....

Kedua pelayan itu bersikap keras. "Kamu nggak boleh menculik nona kami!"Menculik? Kata itu terlalu berat.Namun, Andini tetap tenang. Dia hanya menoleh ke arah kerumunan orang yang mengelilingi mereka. "Aku yakin di antara kalian pasti ada yang mengenaliku."Di ibu kota ini, nama Andini sudah berkali-kali menjadi topik hangat saat minum teh dan makan camilan.Dari antara kerumunan, memang ada beberapa yang mengenalinya. Seseorang langsung berseru, "Nona putri sulung dari Keluarga Adipati, 'kan?""Dia sudah nggak ada hubungan sama Keluarga Adipati! Sekarang dia adik angkat Pangeran Surya! Setiap hari tinggal di Kediaman Pangeran Surya! Lihat, keretanya juga milik Kediaman Pangeran Surya!""Aku juga kenal Nona!" Suara anak kecil yang polos terdengar dari arah depan kerumunan.Andini menoleh dan melihat seorang anak perempuan berusia sekitar 7 atau 8 tahun berdiri paling depan, menunjuk ke arahnya. "Nona tabib perempuan yang dianugerahi gelar langsung oleh Kaisar! Perempuan pertama yang