Semua Bab Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati: Bab 1001 - Bab 1010

Memang sudah diduga sejak awal.Surya tidak menggubris kepala pelayan, hanya menatap Andini dan berkata, "Yinara memang berasal dari Keluarga Wiryono, tetapi dia juga menantu Keluarga Tantrana."Maksud tersiratnya adalah Keluarga Tantrana bisa saja datang dan merebut Yinara.Namun, bagi Andini, baik Kediaman Tantrana maupun Kediaman Wiryono, keduanya adalah tempat berbahaya bagi Yinara. Terlebih lagi ....Andini mengerutkan kening dan memandang Surya dengan ragu. "Tapi, belum tentu Tuan Hadi mau membantu."Dulu sebelum meninggalkan ibu kota, dia meminta Gatot untuk mengambil kembali saputangan bukti kejahatan dari tangan Hadi. Hadi pasti sudah menyadarinya dan kemungkinan besar menyimpan dendam terhadapnya."Akan aku kirim orang untuk mengundangnya," ujar Surya dengan suara rendah. Hadi tetap harus menghormatinya.Mendengar itu, Andini mengangguk. Bagaimanapun, seburuk-buruknya Keluarga Tantrana, mereka tidak akan membiarkan Yinara menjadi gila dan lusuh seperti sekarang.Apalagi, Andi

Andini segera melangkah cepat menghampiri Yinara, sementara Laras pun muncul di belakang Yinara dengan wajah penuh kebingungan. "Nona ... hamba nggak bisa menahannya. Nona Yinara terus berkata ingin ....""Pulang ... pulang ...." Yinara terus mengulang dua kata itu dari bibirnya.Jarwo pun melangkah mendekat dan berdiri di samping mereka berdua. Dia menatap Yinara dan berkata, "Yinara, Ayah datang menjemputmu pulang!"Sambil berbicara, Jarwo pun mengulurkan tangan hendak meraih Yinara. Tanpa disangka, Yinara tampak sangat menolak. Dia secara refleks menghindar, jelas terlihat bahwa dia takut pada Jarwo.Wajah Jarwo sontak menjadi suram. Dia pun meraih pergelangan tangan Yinara secara paksa. Gerakannya begitu kasar dan tidak lembut.Meskipun begitu, mulut Yinara tetap mengulang, "Pulang ... aku mau pulang ...."Melihat situasi seperti itu, Andini tak lagi memiliki alasan untuk menahan Yinara.Jarwo pun berkata, "Hari sudah larut. Saya nggak berani mengganggu lebih lama. Saya pamit."Set

Kepala pelayan itu sempat membuka mulut, tetapi akhirnya tidak berkata apa-apa lagi.Bagaimanapun, Andini sudah dengan jelas menunjukkan bahwa dia tidak berniat memberi muka sedikit pun kepada Keluarga Wiryono. Kalau dia tetap memaksakan diri berbicara macam-macam, hanya akan dibalas pedas oleh perempuan itu.Karenanya, sepanjang sisa perjalanan menuju halaman belakang, kepala pelayan itu menjadi jauh lebih diam.Barulah saat mereka tiba di halaman tempat tinggal Yinara, dia kembali tersenyum pada Andini dan berkata, "Nona Andini, tempatnya di sini."Sambil berbicara, dia pun mempersilakan Andini masuk ke halaman.Tempat tinggal Yinara cukup tertata. Sekeliling dibersihkan dengan sangat baik, bahkan salju pun tak tersisa setitik pun di halaman.Namun anehnya, tak tampak satu pun pelayan di sini. Andini pun mengernyit dan bertanya, "Nona Yinara nggak butuh pelayan untuk merawatnya?"Kepala pelayan itu tampaknya sudah memprediksi Andini akan bertanya seperti itu. Dia segera menjawab deng

Begitu ucapan itu dilontarkan, para pengawal langsung bergerak maju. Laras yang melihat itu segera menampar pengawal yang berdiri paling depan.Da baru belajar ilmu bela diri beberapa bulan, tetapi Gatot mengajarinya sesuai dengan kemampuannya. Dia tahu Laras memang kuat tetapi kurang gesit, jadi yang diajarkan bukan teknik bertarung biasa, melainkan jurus-jurus mematikan dalam satu serangan.Seperti tamparan yang dilancarkan sekarang.Pengawal itu sama sekali tidak menyangka bahwa menghadapi gadis muda seperti Laras, reaksi pertama justru adalah tamparan.Saat dia sadar, tamparan itu sudah telak mendarat di pipinya. Kekuatan tamparan itu begitu besar, seolah-olah yang menampar bukan seorang gadis mungil, melainkan pria kekar dengan berat badan hampir 100 kilogram.Terdengar suara dengungan di telinganya. Pengawal itu langsung ambruk ke tanah, tak bisa bangun untuk waktu lama.Sepanjang hidupnya, Laras baru pertama kali berhasil menampar orang sampai pingsan. Bukan hanya Andini yang ka

Tentang seperti apa keberadaan Surya di medan perang, seisi Negara Darsa tahu dengan sangat jelas. Suku Tru pun gemetar ketakutan saat mendengar namanya, bahkan Negara Tarbo yang belum pernah bentrok langsung dengannya pun merasa gentar.Namun, seperti apakah Surya di luar medan perang? Pendiam? Lugas? Itu semua adalah penilaian dari orang-orang yang bersahabat dengannya.Bagaimana nasib orang yang pernah menyinggungnya? Tidak pernah ada yang cukup beruntung untuk bisa menceritakannya kembali.Surya merasa, hari ini mereka harus melihat sendiri jawabannya. Pria yang kini diinjak di bawah kakinya sudah membiru karena kesakitan. Setiap kali mencoba berbicara, darah muncrat dari mulutnya. Mana mungkin dia masih bisa berkata-kata?Sepasang matanya membelalak, menatap Surya yang berdiri di atasnya. Tatapan Surya penuh penghinaan, dingin, seperti tengah memandangi mayat.Secara logika, dia tidak seharusnya merasa takut. Sebagai seorang pembunuh bayaran, siksaan apa pun pernah dia alami. Rasa